39-2011. Kami Yang Bagaikan Buih
Oleh
Hamdi Akhsan
Tak tahu kepada siapa kuadukan segenap kesedihan ini.
Tentang kehinaan yang melanda umat pilihan Ilahi.
Tentang jumlah yang banyak namun tiada arti.
Tentang iman redup bak pelita jelang mati.
Kekasih, mana Al-Fatih Muda Sang Pembunuh Drakula.
Mana pencinta-Mu yang mengejar indahnya surga.
Mana mereka yang dimalam sunyi ratapkan doa.
Mana mereka yang pada Iblis tiada menyerah.
II
Kini, kami bagaikan buih di tengah samudera raya yang tak berarti.
Musuh-musuh bagai seorang koboi yang menggiring kumpulan sapi.
Jumlah kami begitu banyak, namun sesungguhnya tiada berarti.
Para pemimpinnya asyik bersenang-senang bagaikan tak punya hati.
III
Inikah kami, yang sangat terhina diakhir zaman.
Untuk tegakkan syariah saja banyak yang ketakutan.
apalah lagi untuk rindukan tegaknya kembali kekhalifahan.
Sungguh bagai api yang masih begitu jauh dari panggangan.
Syaitan dan tentaranya bangga menepuk dada.
Begitu banyak pemimpin agama yang telah berubah.
Hidup dalam kemewahan dan dipenuhi limpahan harta.
Dan mereka tidak mengambil pelajaran dari kisah Tsa'labah.
IV
Kekasih, bagaimana kami akan percaya ucapan para pendakwah.
Tatkala umat ini melihat antara harimau dan ular hidup serumah.
terkadang seolah-olah mereka bertengkar sebagai sandiwara.
Di belakang panggung mereka berjabat tangan tertawa gembira.
Bagaimana akan muncul kewibawaan yang lahirkan keseganan.
Ketika yang sedang diberi kuasa amat miskin keteladanan.
Sering bertentangan antara kata-kata dan perbuatan.
Sebuaah tindakan yang amat dibenci oleh Tuhan.
V
Kini tak tahu kepada siapa lagi umat akan adukan kepedihan.
Tatkala hak-hak mereka yang kecil dan lemah diabaikan.
Tatkala dalam berperkara dapatkan ketidakadilan.
Sungguh sebuah kepedihan yang memilukan.
Kekasih,dalam kesedihan zaman Ghuroba hamba meminta.
Berilah kami pemimpin yang dalam hatinya penuh cinta.
Yang pada penderitaan rakyat tak menutup mata.
Yang membawa umat ini mencapai cita-cita.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tak tahu kepada siapa kuadukan segenap kesedihan ini.
Tentang kehinaan yang melanda umat pilihan Ilahi.
Tentang jumlah yang banyak namun tiada arti.
Tentang iman redup bak pelita jelang mati.
Kekasih, mana Al-Fatih Muda Sang Pembunuh Drakula.
Mana pencinta-Mu yang mengejar indahnya surga.
Mana mereka yang dimalam sunyi ratapkan doa.
Mana mereka yang pada Iblis tiada menyerah.
II
Kini, kami bagaikan buih di tengah samudera raya yang tak berarti.
Musuh-musuh bagai seorang koboi yang menggiring kumpulan sapi.
Jumlah kami begitu banyak, namun sesungguhnya tiada berarti.
Para pemimpinnya asyik bersenang-senang bagaikan tak punya hati.
III
Inikah kami, yang sangat terhina diakhir zaman.
Untuk tegakkan syariah saja banyak yang ketakutan.
apalah lagi untuk rindukan tegaknya kembali kekhalifahan.
Sungguh bagai api yang masih begitu jauh dari panggangan.
Syaitan dan tentaranya bangga menepuk dada.
Begitu banyak pemimpin agama yang telah berubah.
Hidup dalam kemewahan dan dipenuhi limpahan harta.
Dan mereka tidak mengambil pelajaran dari kisah Tsa'labah.
IV
Kekasih, bagaimana kami akan percaya ucapan para pendakwah.
Tatkala umat ini melihat antara harimau dan ular hidup serumah.
terkadang seolah-olah mereka bertengkar sebagai sandiwara.
Di belakang panggung mereka berjabat tangan tertawa gembira.
Bagaimana akan muncul kewibawaan yang lahirkan keseganan.
Ketika yang sedang diberi kuasa amat miskin keteladanan.
Sering bertentangan antara kata-kata dan perbuatan.
Sebuaah tindakan yang amat dibenci oleh Tuhan.
V
Kini tak tahu kepada siapa lagi umat akan adukan kepedihan.
Tatkala hak-hak mereka yang kecil dan lemah diabaikan.
Tatkala dalam berperkara dapatkan ketidakadilan.
Sungguh sebuah kepedihan yang memilukan.
Kekasih,dalam kesedihan zaman Ghuroba hamba meminta.
Berilah kami pemimpin yang dalam hatinya penuh cinta.
Yang pada penderitaan rakyat tak menutup mata.
Yang membawa umat ini mencapai cita-cita.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar