Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Bagaimana hamba tak menangis pilu.
Bila peringatan akan azab-Mu dianggap angin lalu.
Para penyeru kebenaran dan pemberi peringatan lidahnya kelu.
Dan Dajjal pun telah menjelma kalahkan ajaran suci Nabi-Mu sejak dahulu.
Bagaimana jiwa ini tidak tenggelam dalam kepedihan yang begitu dalam.
Bila para pencinta-Mu tak memegang panji seperti di masa silam.
Tak lagi pilih munajad sunyi dalam dinginnya malam.
Dan serahkan diri pada Penguasa Alam.
II
Kekasih.
Kini para pendusta dengan pongahnya tertawa diatas kepedihan kami.
Bunga-bunga harapan kini telah gugur dan gagal untuk bersemi.
Akar mereka lemah dan sangat mudah tercerabut dari bumi.
Atau bagaikan gugurnya daun tatkala berakhir musim semi.
Bagaimana hamba tak menangis bila kami bagaikan buih.
Yang kala dizalimi para pembenci-Mu hanya merintih.
Entah mengapa jalan pasrah dan lemah yang kini dipilih.
Bukan jalan pasukan para mujahid yang berjubah putih.
III
Kekasih.
Dalam gempita kegembiraan bala tentara iblis yang menang.
Kurindukan jiwa-jiwa muda pemberani yang sanggup berjuang.
Yang memegang teguh pada kitab-Mu walau cobaan menghadang.
Dan serukan ajaran kitab suci-Mu di bumi sampai kemenangan datang.
Mengapa masih percaya, pakaian akan bersih bila dicuci dengan kotoran.
Seperti anggapan generasi yang berkiblat pada ideologi negeri orang.
Sedang ajaran Ilahi yang pasti benar ditinggalkan dan dilarang.
Sungguh yang mengaku beriman tersesat dari jalan terang.
IV
Kekasih, dalam peradaban yang terkubur dan kalah.
Bermohon hamba Engkau kirimkan generasi Hizbullah.
Yang terhadap tekanan musuh tak pernah menyerah.
Walaupun kelak harus syahid dijalan-Mu bersimbah darah.
Biarlah generasiku tertunduk malu karena tidak berbuat.
Dihadapan mahkamah-Mu kelak tak mampu menjawab.
Tapi kelak akan datang pengganti yang lebih kuat.
Dan jadikan pilihan hidupnya untuk selalu berjihad.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan.
0 komentar:
Posting Komentar