125-2011. Hormatku Padamu Buruh
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tubuh menghitam legam dibakar terik matahari.
Bekerja berat sejak pagi hingga sore hari.
Itulah nasib para buruh konstruksi.
Untuk mencari sesuap nasi.
Merubah wajah negeri.
Kadang harus mati.
Tanpa diketahui.
II
Pekerja!sebutan.
Hanya tuk hiburan.
Bukannya peningkatan.
Hanya sebuah peristilahan.
Sedang nasibnya tetaplah marginal.
Apabila menderita sakit segala akan terjual.
Peras keringat dan air mata demi pemilik modal.
III
Untuk menghibur hati kemudian digantilah istilah.
Yang dulu babu diganti pembantu rumah tangga.
Istilah kuli diganti baru dengan sebutan pekerja.
Pelayan toko pun diganti pula menjadi pramuniaga.
Hanya istilah saja yang berganti menadi hebat.
Kehidupan ekonomi mereka tetap sekarat.
Bahkan terlantar tak mampu berobat.
IV
Sungguh nasib yang mengenaskan.
Ketika harus jalani hidup tanpa pilihan.
Namun walau berupaya tiada jalan.
Harus dijalani walau dengan tangisan.
Padamu wahai yang diberi kelapangan.
Berikanlah hak mereka dan jangan ditahan.
Karena doa mereka akan kelak akan dikabulkan.
Dan posisi kehidupan manusia kelak akan dibalikkan.
V
Buruh tani, tanpamu takkan kami rasakan harumnya nasi.
Tanpamu harus didatangkan pula beras dari luar negeri.
Engkau bekerja tak lelah sepanjang pagi & sore hari.
Walau tak dapatkan perlindungan petinggi negeri.
Demikian juga kalian wahai buruh bangunan.
Yang keselamatanmu ada dalam ancaman.
Yang tak bisa bangkit dari kemiskinan.
Sungguh ironi di negara berkeadilan.
VI
Untukmu wahai buruk pabrik.
Bekerja dicemari bahan plastik.
Atau terbakar oleh panas terik.
Sungguh membuat hati terusik.
Besar jasamu tenaga kerja wanita.
Kalian merupakan pahlawan devisa.
Banyak yang diam kala kalian disiksa.
Sungguh petinggimu telah kehilangan rasa.
VII
Di hari ini, pada Tuhan kutadahkan tangan.
Moga tercapai citamu dalam perjuangan.
Sejahtera cukup sandang dan pangan.
Upah yang layak membuat seyuman.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tubuh menghitam legam dibakar terik matahari.
Bekerja berat sejak pagi hingga sore hari.
Itulah nasib para buruh konstruksi.
Untuk mencari sesuap nasi.
Merubah wajah negeri.
Kadang harus mati.
Tanpa diketahui.
II
Pekerja!sebutan.
Hanya tuk hiburan.
Bukannya peningkatan.
Hanya sebuah peristilahan.
Sedang nasibnya tetaplah marginal.
Apabila menderita sakit segala akan terjual.
Peras keringat dan air mata demi pemilik modal.
III
Untuk menghibur hati kemudian digantilah istilah.
Yang dulu babu diganti pembantu rumah tangga.
Istilah kuli diganti baru dengan sebutan pekerja.
Pelayan toko pun diganti pula menjadi pramuniaga.
Hanya istilah saja yang berganti menadi hebat.
Kehidupan ekonomi mereka tetap sekarat.
Bahkan terlantar tak mampu berobat.
IV
Sungguh nasib yang mengenaskan.
Ketika harus jalani hidup tanpa pilihan.
Namun walau berupaya tiada jalan.
Harus dijalani walau dengan tangisan.
Padamu wahai yang diberi kelapangan.
Berikanlah hak mereka dan jangan ditahan.
Karena doa mereka akan kelak akan dikabulkan.
Dan posisi kehidupan manusia kelak akan dibalikkan.
V
Buruh tani, tanpamu takkan kami rasakan harumnya nasi.
Tanpamu harus didatangkan pula beras dari luar negeri.
Engkau bekerja tak lelah sepanjang pagi & sore hari.
Walau tak dapatkan perlindungan petinggi negeri.
Demikian juga kalian wahai buruh bangunan.
Yang keselamatanmu ada dalam ancaman.
Yang tak bisa bangkit dari kemiskinan.
Sungguh ironi di negara berkeadilan.
VI
Untukmu wahai buruk pabrik.
Bekerja dicemari bahan plastik.
Atau terbakar oleh panas terik.
Sungguh membuat hati terusik.
Besar jasamu tenaga kerja wanita.
Kalian merupakan pahlawan devisa.
Banyak yang diam kala kalian disiksa.
Sungguh petinggimu telah kehilangan rasa.
VII
Di hari ini, pada Tuhan kutadahkan tangan.
Moga tercapai citamu dalam perjuangan.
Sejahtera cukup sandang dan pangan.
Upah yang layak membuat seyuman.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar