176-2011. Syair Untuk Kekasih (4)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, dihadapan-Mu bersimpuh seorang pengembara letih.
Didalam takut dan harap ia tertunduk dengan bibir merintih.
Memohon pada-Mu berharap Engkau ulurkan cinta kasih.
Agar Engkau ampuni dosa jiwanya dan kembali bersih.
Kekasih, ia datang pada-Mu dengan wajah tertunduk.
Tak sanggup ia hadapkan hatinya yang kotor membusuk.
Cintanya bernanah karena lemahnya diri sebagai makhluk.
Sungguh dosa membuat kebersihan dan kesucian jiwa terpuruk.
II
Kekasih, dipintu rahmat-Mu hamba besimpuh sebagai pengemis.
Tak mau berulang-ulang kupinta ampunan-Mu didalam tangis.
Karena keyakinnya bahwa rahmat-Mu tak pernah habis.
Walaupun pembangkangan dan dosa manusia berlapis.
Kekasih, betapa takutnya ketika kelak menghadap-Mu.
Sebesar debu pun dosa hamba tak terlepas dari hisab-Mu.
Kemutlakan untuk menyiksa atau mengampuni makhluk pada-Mu.
Sungguh betapa hamba berharap kemurahan satu-satunya pada-Mu
III
Kekasih, di pintu rahmat-Mu menghiba seorang hamba yang miskin amalan.
Is sesali perjalanan hidupnya yang bernoda dosa dan pelanggaran.
Berharap belas kasih-Mu akan memberikan secercah harapan.
Kesalahan yang dilakukannya akan mendapat ampunan.
Kekasih, dihadapan-Mu bersimpuh hamba tak berharga.
Yang berharap Engkau karuniakan baginya balasan surga.
Berilah ia ampunan sebagai musafir yang menyerah karena dahaga.
Yang akui segala kesalahan selama hidupnya dan pasrah jiwa dan raga.
IV
Kekasih, terbayang dimata hamba-Mu betapa panas dan sempitnya kubur.
Dan betapa cepatnya kulit dan daging akan hancur seperti bubur.
Berilah ampunan-Mu agar dalam sendiri kelak hamba terhibur.
Karena Engkau pemilik segala kemutlakan yang tak terukur.
Ampuni hamba wahai Yang Maha Ghaffur.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Minggu, 29 Mei 2011
175-2011. Ayah, anakmu rindu (2)
175-2011. Ayah, anakmu rindu (2)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ayah, ingin kuceritakan pada-Mu tentang perih yang sesakkan dada.
Ingin kudatang ke kuburmu ceritakan semua kesakitan dan duka.
Inginnya aku duduk bersimpuh didepanmu tundukkan muka.
Mengadukan semuanya seperti tatkala engkau masih ada.
Betapa kuingat tajam sinar matamu bagai mata elang.
Kokoh dan tegar hadapi apapun yang menghadang.
Menyerah dalam hidupmu adalah sebuah pantang.
Semua terlukis dalam jiwa sampai engkau berpulang.
II
Betapa kuingat wajah kukuh yang menatap hangat.
Sosok yang jalani hari-hari dengan penuh semangat.
Tak peduli panas dan terik matahari yang menyengat.
Penuhi nafkah keluarga lah tujuan yang selalu kau ingat.
Ayah, aku tahu kalau aku tak setegar ayah jalani hidup ini.
Dalam diriku kelembutan ibunda dan ketegaranmu berbagi.
Terkadang dalam gemuruh pedih dalam dada aku menangis sendiri.
Dan kuadukan segalanya pada Ilahi Robbi, Tuhan yang Maha Pemberi.
III
Ayah maafkan anakmu tak mampu tegar seperti ayah jalani kehidupan.
Kadang diriku sempat lalai mengurus ibunda yang engkau titipkan.
Kadang nasehatmu dahulu agar lurus jalani hidup terlalaikan.
Maafkan aku tak mampu jalani semua yang diamanahkan.
Ayah, betapa kini aku tahu betapa beratnya amanah.
Di dunia dan akherat putra-putriku adalah amanah.
Kelak pertanggungjawabanku pasti akan ditanya.
Dan merekalah yang membuatku mulia atau hina.
IV
Ayah,usiaku telah dekat kala engkau berpulang.
Kini kerapuhan tubuhku terasa di tulang-tulang.
Isyarat kalau maut dan kubur tak lama kan datang.
Itulah takdir Ilahi yang tak mungkin untuk dihadang.
Ayah, maafkan anakmu jarang mengunjungi kubur sunyi.
Karena datang padamu bukakan goresan lama dalam hati.
Membuat airmataku selama duapuluh tahun akan mengalir lagi.
Biarlah, kudoakan agar engkau mendapat kebahagiaan disisi Ilahi.
Anakmu
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ayah, ingin kuceritakan pada-Mu tentang perih yang sesakkan dada.
Ingin kudatang ke kuburmu ceritakan semua kesakitan dan duka.
Inginnya aku duduk bersimpuh didepanmu tundukkan muka.
Mengadukan semuanya seperti tatkala engkau masih ada.
Betapa kuingat tajam sinar matamu bagai mata elang.
Kokoh dan tegar hadapi apapun yang menghadang.
Menyerah dalam hidupmu adalah sebuah pantang.
Semua terlukis dalam jiwa sampai engkau berpulang.
II
Betapa kuingat wajah kukuh yang menatap hangat.
Sosok yang jalani hari-hari dengan penuh semangat.
Tak peduli panas dan terik matahari yang menyengat.
Penuhi nafkah keluarga lah tujuan yang selalu kau ingat.
Ayah, aku tahu kalau aku tak setegar ayah jalani hidup ini.
Dalam diriku kelembutan ibunda dan ketegaranmu berbagi.
Terkadang dalam gemuruh pedih dalam dada aku menangis sendiri.
Dan kuadukan segalanya pada Ilahi Robbi, Tuhan yang Maha Pemberi.
III
Ayah maafkan anakmu tak mampu tegar seperti ayah jalani kehidupan.
Kadang diriku sempat lalai mengurus ibunda yang engkau titipkan.
Kadang nasehatmu dahulu agar lurus jalani hidup terlalaikan.
Maafkan aku tak mampu jalani semua yang diamanahkan.
Ayah, betapa kini aku tahu betapa beratnya amanah.
Di dunia dan akherat putra-putriku adalah amanah.
Kelak pertanggungjawabanku pasti akan ditanya.
Dan merekalah yang membuatku mulia atau hina.
IV
Ayah,usiaku telah dekat kala engkau berpulang.
Kini kerapuhan tubuhku terasa di tulang-tulang.
Isyarat kalau maut dan kubur tak lama kan datang.
Itulah takdir Ilahi yang tak mungkin untuk dihadang.
Ayah, maafkan anakmu jarang mengunjungi kubur sunyi.
Karena datang padamu bukakan goresan lama dalam hati.
Membuat airmataku selama duapuluh tahun akan mengalir lagi.
Biarlah, kudoakan agar engkau mendapat kebahagiaan disisi Ilahi.
Anakmu
Hamdi Akhsan
174-2011. Negeri Yang Sekarat II
174-2011. Negeri Yang Sekarat II
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Lihatlah tangan-tangan gemetar tengadah harapkan belas kasihan.
Ironi sebuah kepapaan ditengah mobil mewah berseleweran.
Didekat gedung megah dengan fasilitas dan kesenangan.
Mereka hidup dalam kemiskinan di kolong jembatan.
Ironi sebuah negeri dengan azas keadilan sosial.
Dasar negara yang hanya sebatas dihafal.
Atau memang cara berfikir kita yang dangkal.
Atau karena memang penguasa kurang akal.
II
Betapa empuk dan enaknya kursi kekuasaan.
Dari keringat jutaan rakyat dalam kemelaratan.
Dari setoran berbagai jenis pajak yang dipaksakan.
Dan tinggal rakyat miskin papa dalam ketakberdayaan.
Sungguh menggiriskan negeri yang didalamnya banyak kekayaan.
Kala amanah dan jabatan kepemimpinan diperlombakan dan dipestakan.
Yang sedang berkuasa membentuk dinasti sambil mengeruk banyak kekayaan.
Betul-betul sebuah pengkhianatan pada cita-cita proklamasi yang tak termaafkan.
III
Kurindukan jiwa-jiwa pemimpin yang takut dengan kehinaan hidupnya kelak di akherat.
Yang bekerja keras sejahterakan kehidupan rakyatnya yang miskin dan melarat.
Yang tegakkan kepala terhadap pendiktean standar ganda negara barat.
Dan terhadap tipu daya para penipu dan penjilat ia tidak terjerat
Kasihan, jurang miskin dan kaya kini makin menganga.
Mereka yang tak punya banyak uang teraniaya.
Harta yang banyak jadi standar hidup mulia.
Dan kepada pemimpin rakyat tak percaya.
IV
Betapa berat bangkit dari keterpurukan.
Tatkala yang berkuasa miskin keteladan.
Kata dan perbuatan selalu bertentangan.
Kumpulkan harta benda dan perhiasan.
Seorang murid yang lugu terus bertanya.
Apakah pemimpin negerinya beriman taqwa?
Menjadi penghalang maksiat amalan agamanya.
Seiring dan sejalan antara kata dan perbuatannya.
V
Yang muncul hanyalah jawaban standar hampa tak berwibawa.
Karena segala lini telah bertumpang tindih yang benar dan yang salah.
Orang baik yang tidak sejalan tanpa disangka bisa dimasukkan ke penjara.
Dan mereka yang menimbun harta dengan segala cara kemana-mana bersuka ria.
Akankah ada suatu masa dimana keadilan sosial dan hukum akan bisa ditegakkan?
Para pemimpin dicitai rakyatnya karena sejalan antara kata dan perbuatan.
Hukum berdiri tegak sehingga pada semua memberikan rasa aman.
Maka negeri tercinta ini akan dirahmati dan dilindungi Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Lihatlah tangan-tangan gemetar tengadah harapkan belas kasihan.
Ironi sebuah kepapaan ditengah mobil mewah berseleweran.
Didekat gedung megah dengan fasilitas dan kesenangan.
Mereka hidup dalam kemiskinan di kolong jembatan.
Ironi sebuah negeri dengan azas keadilan sosial.
Dasar negara yang hanya sebatas dihafal.
Atau memang cara berfikir kita yang dangkal.
Atau karena memang penguasa kurang akal.
II
Betapa empuk dan enaknya kursi kekuasaan.
Dari keringat jutaan rakyat dalam kemelaratan.
Dari setoran berbagai jenis pajak yang dipaksakan.
Dan tinggal rakyat miskin papa dalam ketakberdayaan.
Sungguh menggiriskan negeri yang didalamnya banyak kekayaan.
Kala amanah dan jabatan kepemimpinan diperlombakan dan dipestakan.
Yang sedang berkuasa membentuk dinasti sambil mengeruk banyak kekayaan.
Betul-betul sebuah pengkhianatan pada cita-cita proklamasi yang tak termaafkan.
III
Kurindukan jiwa-jiwa pemimpin yang takut dengan kehinaan hidupnya kelak di akherat.
Yang bekerja keras sejahterakan kehidupan rakyatnya yang miskin dan melarat.
Yang tegakkan kepala terhadap pendiktean standar ganda negara barat.
Dan terhadap tipu daya para penipu dan penjilat ia tidak terjerat
Kasihan, jurang miskin dan kaya kini makin menganga.
Mereka yang tak punya banyak uang teraniaya.
Harta yang banyak jadi standar hidup mulia.
Dan kepada pemimpin rakyat tak percaya.
IV
Betapa berat bangkit dari keterpurukan.
Tatkala yang berkuasa miskin keteladan.
Kata dan perbuatan selalu bertentangan.
Kumpulkan harta benda dan perhiasan.
Seorang murid yang lugu terus bertanya.
Apakah pemimpin negerinya beriman taqwa?
Menjadi penghalang maksiat amalan agamanya.
Seiring dan sejalan antara kata dan perbuatannya.
V
Yang muncul hanyalah jawaban standar hampa tak berwibawa.
Karena segala lini telah bertumpang tindih yang benar dan yang salah.
Orang baik yang tidak sejalan tanpa disangka bisa dimasukkan ke penjara.
Dan mereka yang menimbun harta dengan segala cara kemana-mana bersuka ria.
Akankah ada suatu masa dimana keadilan sosial dan hukum akan bisa ditegakkan?
Para pemimpin dicitai rakyatnya karena sejalan antara kata dan perbuatan.
Hukum berdiri tegak sehingga pada semua memberikan rasa aman.
Maka negeri tercinta ini akan dirahmati dan dilindungi Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
173-2011. Kepada Sungai, Gunung, dan Lembah
173-2011. Kepada Sungai, Gunung, dan Lembah
Oleh
Hamdi Akhsan
Kepada sungai yang kini kering dan keruh aku bertanya.
Kemana dahulu airmu yang jernih dan melimpah.
Dimana dulu ikan-ikan yang sering bercanda.
Kemana perginya batu-batumu yang indah.
Kemana perginya rakit-rakit tempat mandi.
Pohon ara yang dahulu rindang kini tiada lagi.
Burung-burung pemangsa ikan pun kini telah sunyi.
Keseimbangan alam yang harmoni pun kini telah berganti.
II
Kepada lembah yang jadi padang tandus aku bertanya.
Pohon-pohon pendingin udaramu pergi kemana.
Tak terdengar lagi adanya raja di rimba raya.
Dan kicau burung dipagi hari sepilah sudah.
Tiada lagi riuhnya lomba kodong bernyanyi.
Atau suara jangkrik memecah malam nan sepi.
Atau suara burung hantu bikin bulu roma berdiri.
Sungguh indahnya rimba raya tak mungkin terwujud lagi.
III
Kepada gunung yang masih menjulang tinggi aku bertanya.
Air terjun yang jernih dan indah dulu pergi kemana.
Jurang-jurang yang dalam dulu ditutupi siapa.
Dan tanah runtuhi pemukiman karena apa.
Dimana kini karang-karang kokoh bagai paku?
Apakah dimusnahkan seiring perjalanan waktu.
Kemana lereng indah dan menghijau yang ada dulu.
Dimana burung elang yang dahulu bersarang dipuncakmu?
IV
Mengapa kalian hanya diam dan seolah sinis bila kutanya?
Apakah karena hanya ada satu jawaban pastinya.
Akibat nafsu manusia dengan keserakahannya.
Hancurkan keseimbangan tanpa disadarinya.
Sungguh bahaya keserahan dipertuhankan.
Bukan diambil sebatas perlu namun dihabiskan.
Untuk keseimbangan dan generasi nanti tak difikirkan.
Yang penting nafsu yang tak terbatas dapat dilampiaskan.
Ampuni kami wahai Tuhan, atas semua keserakahan!
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kepada sungai yang kini kering dan keruh aku bertanya.
Kemana dahulu airmu yang jernih dan melimpah.
Dimana dulu ikan-ikan yang sering bercanda.
Kemana perginya batu-batumu yang indah.
Kemana perginya rakit-rakit tempat mandi.
Pohon ara yang dahulu rindang kini tiada lagi.
Burung-burung pemangsa ikan pun kini telah sunyi.
Keseimbangan alam yang harmoni pun kini telah berganti.
II
Kepada lembah yang jadi padang tandus aku bertanya.
Pohon-pohon pendingin udaramu pergi kemana.
Tak terdengar lagi adanya raja di rimba raya.
Dan kicau burung dipagi hari sepilah sudah.
Tiada lagi riuhnya lomba kodong bernyanyi.
Atau suara jangkrik memecah malam nan sepi.
Atau suara burung hantu bikin bulu roma berdiri.
Sungguh indahnya rimba raya tak mungkin terwujud lagi.
III
Kepada gunung yang masih menjulang tinggi aku bertanya.
Air terjun yang jernih dan indah dulu pergi kemana.
Jurang-jurang yang dalam dulu ditutupi siapa.
Dan tanah runtuhi pemukiman karena apa.
Dimana kini karang-karang kokoh bagai paku?
Apakah dimusnahkan seiring perjalanan waktu.
Kemana lereng indah dan menghijau yang ada dulu.
Dimana burung elang yang dahulu bersarang dipuncakmu?
IV
Mengapa kalian hanya diam dan seolah sinis bila kutanya?
Apakah karena hanya ada satu jawaban pastinya.
Akibat nafsu manusia dengan keserakahannya.
Hancurkan keseimbangan tanpa disadarinya.
Sungguh bahaya keserahan dipertuhankan.
Bukan diambil sebatas perlu namun dihabiskan.
Untuk keseimbangan dan generasi nanti tak difikirkan.
Yang penting nafsu yang tak terbatas dapat dilampiaskan.
Ampuni kami wahai Tuhan, atas semua keserakahan!
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Sabtu, 28 Mei 2011
172-2011. Syair Harapan Seorang Ayah
172-2011. Syair Harapan Seorang Ayah
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Betapa irinya daku pada kebanggaan seorang ayah syuhada.
Yang telah serahkan putranya bertransaksi berhadiah surga.
Serahkan hidup dalam perjuangan melawan para penjajah.
Membela Islam di Afghanistan, Iraq, dan Negeri Palestina.
Kalian adalah putra yang lahir dari benih ayah yang beriman.
Yang menyadari betapa anak-anak adalah titipan Tuhan.
Pada-Nya para putra tercinta telah mereka serahkan.
Sebagai investasi yang akan berbalas keridhoan.
II
Hatiku sedih melihat pemimpin negeri Islam.
Betapa harga diri mereka telah remuk redam.
Dihina dan dilecehkan musuh hanya terdiam.
Mengkirik bagai elang yang takut pada ayam.
Mana ada elang berbaik hati pada mangsanya.
Atau harimau yang menganggap sahabat pada rusa.
Sungguh keadaan yang membuat negeri Islam terhina.
Dan membuat negeri muslim tetap lemah dan tidak berdaya.
III
Anakku, bila engkau ingin membela saudaramu yang dizalimi.
Pergilah dengan doa dan keteguhan walau tak kembali.
Jadilah engkau hidup dalam ridho dan cinta Ilahi.
Dan menjadi tabungan ayah di hari nanti.
Anakku, sungguh ayah hanya hamba yang dititipi.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Betapa irinya daku pada kebanggaan seorang ayah syuhada.
Yang telah serahkan putranya bertransaksi berhadiah surga.
Serahkan hidup dalam perjuangan melawan para penjajah.
Membela Islam di Afghanistan, Iraq, dan Negeri Palestina.
Kalian adalah putra yang lahir dari benih ayah yang beriman.
Yang menyadari betapa anak-anak adalah titipan Tuhan.
Pada-Nya para putra tercinta telah mereka serahkan.
Sebagai investasi yang akan berbalas keridhoan.
II
Hatiku sedih melihat pemimpin negeri Islam.
Betapa harga diri mereka telah remuk redam.
Dihina dan dilecehkan musuh hanya terdiam.
Mengkirik bagai elang yang takut pada ayam.
Mana ada elang berbaik hati pada mangsanya.
Atau harimau yang menganggap sahabat pada rusa.
Sungguh keadaan yang membuat negeri Islam terhina.
Dan membuat negeri muslim tetap lemah dan tidak berdaya.
III
Anakku, bila engkau ingin membela saudaramu yang dizalimi.
Pergilah dengan doa dan keteguhan walau tak kembali.
Jadilah engkau hidup dalam ridho dan cinta Ilahi.
Dan menjadi tabungan ayah di hari nanti.
Anakku, sungguh ayah hanya hamba yang dititipi.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
171-2011. Kutitipkan pinta melalui para "tentara-Mu"
171-2011. Kutitipkan pinta melalui para "tentara-Mu"
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, kutitipkan pinta ampunan-Mu lewat tangan para yatim yang tengadah.
Kumintakan berkah harta melalui rasa haru dan terima kasih kaum duafa.
Kuterima doa yang tulus para orang tua yang disia-siakan anaknya.
Karena daku hanya hamba-Mu yang masih bergelimang dosa.
Dalam kesederhanaan airmata seorang ibu guncangkan langit.
Dalam keterhinaan doa kaum duafa mampu membelah bukit.
Adalah kebaikan meminta doa mereka yang tidurnya sedikit.
Lantunkan doa dalam dikesunyian dengan bibir komat-kamit.
II
Kekasih, cahaya bintang diufuk tak lagi getarkan rasa di jiwa.
Digantikan oleh benderangnya warna-warni listrik yang begitu meriah.
Hilang Kesunyian malam yang sadarkan agungnya Pencipta Jagat semesta.
Karena digantikan oleh lalu lalangnya kendaraan yang hiruk-pikuk di jalan raya.
Kekasih, lemahnya ruhani manusia zaman kini karena kelaparan yang dibiarkan.
Kekuatan iman yang bermuara ketundukan dan cinta pada-Mu kini tergantikan.
Supremasi sanis dan teknologi hasil kerja otak manusia kini telah dipertuhankan.
Dan kekuatan ajaran Ilahi dalam menata peradaban zaman telah dipinggirkan.
III
Adalah sebuah ironi, kala mendapat susah manusia berpaling mohon kepada-Mu.
Saat terlepas dari belenggu itu mereka lantas tak malu mendurhakaia-Mu.
Seperti anjing melolong dalam jepitan kayu dengan segenap rasa pilu.
Saat ditolong ia menggigit dan lupa dengan yang membantu.
Dalam kesombongan akal, dimasa tua banyak yang menyesal.
Menyadari kemana akan pergi dan darimana mereka berasal.
Bingung karena menyadari betapa sedikitnya membawa bekal.
Menghadap pada-Nya Pemilik Surga dan Neraka yang kekal.
IV
Kekasih, hari ini kutitipkan pinta melalui para tentara-Mu di bumi.
Para yatim, ahli sedekah, ahli tahajjud, dan ulama rendah hati.
melalui para ibu yang ikhlas mencintai anak-anaknya di jalan Ilahi.
Dan melalui para pencinta jalan hidup Rasul dan Sahabat sejati.
Berilah kami kami perlindungan dan syaitan dan bala tentaranya.
Jauhkan kami dari kesyirikan yang membutakan pada akhirnya.
Lindungi iman kami dari para pendurhaka yang semena-mena.
Dan berilah kami kelapangan di kehidupan akherat dan dunia.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, kutitipkan pinta ampunan-Mu lewat tangan para yatim yang tengadah.
Kumintakan berkah harta melalui rasa haru dan terima kasih kaum duafa.
Kuterima doa yang tulus para orang tua yang disia-siakan anaknya.
Karena daku hanya hamba-Mu yang masih bergelimang dosa.
Dalam kesederhanaan airmata seorang ibu guncangkan langit.
Dalam keterhinaan doa kaum duafa mampu membelah bukit.
Adalah kebaikan meminta doa mereka yang tidurnya sedikit.
Lantunkan doa dalam dikesunyian dengan bibir komat-kamit.
II
Kekasih, cahaya bintang diufuk tak lagi getarkan rasa di jiwa.
Digantikan oleh benderangnya warna-warni listrik yang begitu meriah.
Hilang Kesunyian malam yang sadarkan agungnya Pencipta Jagat semesta.
Karena digantikan oleh lalu lalangnya kendaraan yang hiruk-pikuk di jalan raya.
Kekasih, lemahnya ruhani manusia zaman kini karena kelaparan yang dibiarkan.
Kekuatan iman yang bermuara ketundukan dan cinta pada-Mu kini tergantikan.
Supremasi sanis dan teknologi hasil kerja otak manusia kini telah dipertuhankan.
Dan kekuatan ajaran Ilahi dalam menata peradaban zaman telah dipinggirkan.
III
Adalah sebuah ironi, kala mendapat susah manusia berpaling mohon kepada-Mu.
Saat terlepas dari belenggu itu mereka lantas tak malu mendurhakaia-Mu.
Seperti anjing melolong dalam jepitan kayu dengan segenap rasa pilu.
Saat ditolong ia menggigit dan lupa dengan yang membantu.
Dalam kesombongan akal, dimasa tua banyak yang menyesal.
Menyadari kemana akan pergi dan darimana mereka berasal.
Bingung karena menyadari betapa sedikitnya membawa bekal.
Menghadap pada-Nya Pemilik Surga dan Neraka yang kekal.
IV
Kekasih, hari ini kutitipkan pinta melalui para tentara-Mu di bumi.
Para yatim, ahli sedekah, ahli tahajjud, dan ulama rendah hati.
melalui para ibu yang ikhlas mencintai anak-anaknya di jalan Ilahi.
Dan melalui para pencinta jalan hidup Rasul dan Sahabat sejati.
Berilah kami kami perlindungan dan syaitan dan bala tentaranya.
Jauhkan kami dari kesyirikan yang membutakan pada akhirnya.
Lindungi iman kami dari para pendurhaka yang semena-mena.
Dan berilah kami kelapangan di kehidupan akherat dan dunia.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
48-2011. Ketamakan Akhir Zaman
48-2011. Ketamakan Akhir Zaman
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini, kukirimkan karangan mawar hitam tanda berkabung atas matinya keadilan.
Bagi rakyat jelata ia telah begitu mahal bagaikan untaian permata intan.
Bagai mencari jarum ditengah hamparan jerami di persawahan.
Sungguh betapa sulitnya hidup dalam naungan Tuhan.
Betapa alam telah berikan pelajaran berharga.
Tentang bijaknya prilaku penghuni rimba.
Keseimbangan pun tetap terjaga.
Dan terjauh sifat serakah.
II
Adalah sebuah perbedaan.
Kala tujuan dibungkus ketamakan.
Ganasnya nafsu manusia melebihi hewan.
Segala kekayaan yang ada pun ingin dihabiskan.
Betapa ketidakadilan telah lahirkan banyak kezaliman.
Peringatan Ilahi melalui peristiwa alam pun dikesampingan.
Tanda-tanda ketakseimbangan kehidupan yang terjadi disepelekan.
Maka tinggallah waktu manusia bumi akan rasakan azab dan kehancuran.
III
Pembangkangan pada perintah Ilahi suburkan sifat sombong dan tamak.
Manusia yang tak berdaya dan lemah diperlakukan bagaikan budak.
Suburkan keserakahan pada harta dan perkuat sifat congkak.
Dan terhadap isyarat-isyarat yang akan seolah pekak.
Iblis tertawa dengan bertambahnya balatentara.
Terkabul sudah ribuan tahun semua cita-cita.
Untuk menambah pasukan pendurhaka.
Untuk jadi penghuni lembah neraka.
IV
Dalam sekaratnya peradaban akhir.
Dengan hampanya agama bak orang fakir.
Dan dalam lemahnya alunan kidung ahli zikir.
Sedikit manusia kelak yang selamat di Yaumil Akhir.
Sungguh hidup dunia bagai anggur memabukkan.
Memberi kegembiraan dan tipuan kesenangan.
Membuat lupa pada pertanggung jawaban.
Yang kelak pasti manusia akan benarkan.
Al faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini, kukirimkan karangan mawar hitam tanda berkabung atas matinya keadilan.
Bagi rakyat jelata ia telah begitu mahal bagaikan untaian permata intan.
Bagai mencari jarum ditengah hamparan jerami di persawahan.
Sungguh betapa sulitnya hidup dalam naungan Tuhan.
Betapa alam telah berikan pelajaran berharga.
Tentang bijaknya prilaku penghuni rimba.
Keseimbangan pun tetap terjaga.
Dan terjauh sifat serakah.
II
Adalah sebuah perbedaan.
Kala tujuan dibungkus ketamakan.
Ganasnya nafsu manusia melebihi hewan.
Segala kekayaan yang ada pun ingin dihabiskan.
Betapa ketidakadilan telah lahirkan banyak kezaliman.
Peringatan Ilahi melalui peristiwa alam pun dikesampingan.
Tanda-tanda ketakseimbangan kehidupan yang terjadi disepelekan.
Maka tinggallah waktu manusia bumi akan rasakan azab dan kehancuran.
III
Pembangkangan pada perintah Ilahi suburkan sifat sombong dan tamak.
Manusia yang tak berdaya dan lemah diperlakukan bagaikan budak.
Suburkan keserakahan pada harta dan perkuat sifat congkak.
Dan terhadap isyarat-isyarat yang akan seolah pekak.
Iblis tertawa dengan bertambahnya balatentara.
Terkabul sudah ribuan tahun semua cita-cita.
Untuk menambah pasukan pendurhaka.
Untuk jadi penghuni lembah neraka.
IV
Dalam sekaratnya peradaban akhir.
Dengan hampanya agama bak orang fakir.
Dan dalam lemahnya alunan kidung ahli zikir.
Sedikit manusia kelak yang selamat di Yaumil Akhir.
Sungguh hidup dunia bagai anggur memabukkan.
Memberi kegembiraan dan tipuan kesenangan.
Membuat lupa pada pertanggung jawaban.
Yang kelak pasti manusia akan benarkan.
Al faqiir
Hamdi Akhsan
Rabu, 25 Mei 2011
169-2011. Kekasih, Ampuni hamba-Mu!
169-2011. Kekasih, Ampuni hamba-Mu!
Oleh
Hamdi Akhsan
I.
Kekasih, ampunilah lidahku yang banyak menabur dusta.
Ampunilah kelemahanku yang masih banyak berbuat nista.
Ampunilah pandanganku yang tak sanggup menahan mata.
Ampunilah ketak istiqamahanku pada-Mu dalam utuhnya cinta.
Betapa seringnya, bersilang antara doa dan perbuatan hamba.
Karena nafsu yang tak mampu ditolak dan sifat yang lengah.
Karena tergiur dengan indahnya perhiasan-perhiasan dunia.
Dan tak sadar kelak dipertanggunjawabkan kepada-Nya.
II
Dalam kesenyapan dan dinginnya malam jiwa merintih.
Tangisi melekatnya noda yang mengotori jiwa nan putih.
Ratapi lemahnya diri dalam kehidupan duniawi akan tersisih.
Walaupun ruh nan suci dalam kesalahan dosa selalu merintih.
Bait-bait suci firman-Mu menjadi hiburan yang menyejukkan.
Dalam kelemahan dosa seorang hamba terbuka ampunan.
Segala dosa dan kesalahan hamba kelak akan dilupakan.
Asalkan taubat dan istighfar dalam hidup ia lakukan.
III
Mengapa jiwa tak lembut sebagaimana para pencinta.
Yang saat tadahkan tangan selalu diikuti cucuran airmata.
Yang dalam sesenggukan tak sanggup lagi merangkai kata.
Kecuali memohon rahmat Ilahi dan dijauhkan dari derajat nista.
Kurindukan pembelaan ayat-ayat suci dalam sempitnya kubur.
Kurindukan pembelaan amal karena jalankan akhlak nan luhur.
Sadari betapa kelak tiada sanak keluarga yang menghibur.
Dan siapapun akan sesali semua kesalahan yang terlanjur.
IV
Kekasih, dalam lemahnya diri dan kecintaan materi.
Inilah permohonan hamba pada-Mu wahai Ilahi.
Berilah hamba keimanan yang tak berubah lagi.
Selalu ingat perjumpaan dengan-Mu pasti.
Pada-Mu jua hamba berserah diri.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I.
Kekasih, ampunilah lidahku yang banyak menabur dusta.
Ampunilah kelemahanku yang masih banyak berbuat nista.
Ampunilah pandanganku yang tak sanggup menahan mata.
Ampunilah ketak istiqamahanku pada-Mu dalam utuhnya cinta.
Betapa seringnya, bersilang antara doa dan perbuatan hamba.
Karena nafsu yang tak mampu ditolak dan sifat yang lengah.
Karena tergiur dengan indahnya perhiasan-perhiasan dunia.
Dan tak sadar kelak dipertanggunjawabkan kepada-Nya.
II
Dalam kesenyapan dan dinginnya malam jiwa merintih.
Tangisi melekatnya noda yang mengotori jiwa nan putih.
Ratapi lemahnya diri dalam kehidupan duniawi akan tersisih.
Walaupun ruh nan suci dalam kesalahan dosa selalu merintih.
Bait-bait suci firman-Mu menjadi hiburan yang menyejukkan.
Dalam kelemahan dosa seorang hamba terbuka ampunan.
Segala dosa dan kesalahan hamba kelak akan dilupakan.
Asalkan taubat dan istighfar dalam hidup ia lakukan.
III
Mengapa jiwa tak lembut sebagaimana para pencinta.
Yang saat tadahkan tangan selalu diikuti cucuran airmata.
Yang dalam sesenggukan tak sanggup lagi merangkai kata.
Kecuali memohon rahmat Ilahi dan dijauhkan dari derajat nista.
Kurindukan pembelaan ayat-ayat suci dalam sempitnya kubur.
Kurindukan pembelaan amal karena jalankan akhlak nan luhur.
Sadari betapa kelak tiada sanak keluarga yang menghibur.
Dan siapapun akan sesali semua kesalahan yang terlanjur.
IV
Kekasih, dalam lemahnya diri dan kecintaan materi.
Inilah permohonan hamba pada-Mu wahai Ilahi.
Berilah hamba keimanan yang tak berubah lagi.
Selalu ingat perjumpaan dengan-Mu pasti.
Pada-Mu jua hamba berserah diri.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
168-2011. Pada-Mu Jua (3)
168-2011. Pada-Mu Jua (3)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Kepada-Mu ingin pulang seorang pengembara letih.
Pakaiannya ternoda penuh debu yang dahulu putih.
Dalam takut dan malu ia tertunduk berjalan tertatih.
Dan sesekali mulutnya lantunkan doa dalam rintih.
II
Ia cucurkan airmata sambil memandang bintang-bintang jauh di angkasa.
Mencari sebuah rahasia keghaiban tentang wujud neraka dan surga.
Mencari tahu mengapa orang duafa pancarkan cahaya bahagia.
Bertanya mengapa pada titipan yang hilang hatinya berduka.
Dalam langkah pasti menuju gelap dan sempitnya kubur.
Dalam kepedihan jiwa yang buat airmata mencucur.
Dalam berada yang terkadang ia kurang bersyukur.
Bermohon ia ampunan pada-Mu Wahai Yang Ghafur.
III
Kekasih,
Kelak tatkala semua yang dicinta harus ditinggal pergi.
Dan setiap jiwa yang berdosa akan meratap menyesali.
Bemohon dengan sepenuh jiwa daku pada-Mu Ilahi Robbi.
Berilah kesempatan untuk kumpulkan paha selama ada hari.
Kini mata hamba telah rabun mengikuti sunah sebuah kefanaan.
Sesuatu yang belakangan datang padanya mulai pergi secara perlahan.
Tulang-tulangnya mulia rapuh dan jasad pun kadang terkapar keletihan.
Sungguh perjalanan waktu membuatnya tambah yakin jumpa dengan Tuhan.
IV
Kubur-kubur sunyi kini telah menanti dalam abadinya kefanaan makhluk bumi.
Kelak akan dibangkitkan dalam kehidupan setelah dunia yang abadi.
Wujud janji Ilahi Sang Maha Pencipta yang akan dijumpai pasti.
Itulah pembalasan yang akan didapat diakhir kehidupan nanti.
Dalam cinta yang masih bercampur dusta dan ketakikhlasan.
Bermohon hamba ampunan dan kasih sayang darimu Tuhan.
Masukkan hamba ke dalam golongan yang Engkau muliakan.
Dan Jauhkanlah hamba dari mereka yang Engkau hinakan.
V
Kekasih, betapa iman diri tak sebesar debu para pencinta-Mu.
Namun tetaplah hamba meminta ampunan dan kasih sayang-Mu.
Bermohon kelak mendapat safaat melalui Rasul tercinta Kekasih-Mu.
Agar hamba ini selamat dari beratnya siksa dan kepedihan Neraka-Mu.
Robbana, Jangan balasi hamba dengan keadilan-Mu,
namun kasihi hamba dengan ampunan-Mu.
Amien!
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Kepada-Mu ingin pulang seorang pengembara letih.
Pakaiannya ternoda penuh debu yang dahulu putih.
Dalam takut dan malu ia tertunduk berjalan tertatih.
Dan sesekali mulutnya lantunkan doa dalam rintih.
II
Ia cucurkan airmata sambil memandang bintang-bintang jauh di angkasa.
Mencari sebuah rahasia keghaiban tentang wujud neraka dan surga.
Mencari tahu mengapa orang duafa pancarkan cahaya bahagia.
Bertanya mengapa pada titipan yang hilang hatinya berduka.
Dalam langkah pasti menuju gelap dan sempitnya kubur.
Dalam kepedihan jiwa yang buat airmata mencucur.
Dalam berada yang terkadang ia kurang bersyukur.
Bermohon ia ampunan pada-Mu Wahai Yang Ghafur.
III
Kekasih,
Kelak tatkala semua yang dicinta harus ditinggal pergi.
Dan setiap jiwa yang berdosa akan meratap menyesali.
Bemohon dengan sepenuh jiwa daku pada-Mu Ilahi Robbi.
Berilah kesempatan untuk kumpulkan paha selama ada hari.
Kini mata hamba telah rabun mengikuti sunah sebuah kefanaan.
Sesuatu yang belakangan datang padanya mulai pergi secara perlahan.
Tulang-tulangnya mulia rapuh dan jasad pun kadang terkapar keletihan.
Sungguh perjalanan waktu membuatnya tambah yakin jumpa dengan Tuhan.
IV
Kubur-kubur sunyi kini telah menanti dalam abadinya kefanaan makhluk bumi.
Kelak akan dibangkitkan dalam kehidupan setelah dunia yang abadi.
Wujud janji Ilahi Sang Maha Pencipta yang akan dijumpai pasti.
Itulah pembalasan yang akan didapat diakhir kehidupan nanti.
Dalam cinta yang masih bercampur dusta dan ketakikhlasan.
Bermohon hamba ampunan dan kasih sayang darimu Tuhan.
Masukkan hamba ke dalam golongan yang Engkau muliakan.
Dan Jauhkanlah hamba dari mereka yang Engkau hinakan.
V
Kekasih, betapa iman diri tak sebesar debu para pencinta-Mu.
Namun tetaplah hamba meminta ampunan dan kasih sayang-Mu.
Bermohon kelak mendapat safaat melalui Rasul tercinta Kekasih-Mu.
Agar hamba ini selamat dari beratnya siksa dan kepedihan Neraka-Mu.
Robbana, Jangan balasi hamba dengan keadilan-Mu,
namun kasihi hamba dengan ampunan-Mu.
Amien!
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Selasa, 24 Mei 2011
167-2011. Anakku, Semua Telah Berubah!
167-2011. Anakku, Semua Telah Berubah!
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku,
Tak lagi kudengar teriakan anak-anak yang bermain dibawah terangnya bulan.
Atau obor-obor yang di sulut sepulang mengaji untuk menerangi jalan.
Atau kidung doa ibu-ibu yang mengasuh anaknya dalam buaian.
Dan bibir mungil yang hafalkan nama nabi dengan nyanyian.
Dalam modernya peradaban baru semua telah berubah.
Figur pahlawan yang membanggakan sudah tak ada.
Mereka sudah tidak lebih terkenal dari pemain bola.
Dan tak dikagumi baki artis yang lantunkan nada.
II
Kini, tak lagi ada gotong-royong yang tulus ikhlas.
Setiap jasa baik yang dilakukan akan harapkan balas.
Pencari ilmu pun targetkan nilai hingga tak membekas.
Sungguh hidup yang dirahmati kini telah berubah buas.
Mengapa kini keyakinan akan pahala akherat makin menipis.
Terkadang untuk timbulkan rasa kasihan pun pura-pura menangis.
Alasan pun dibuat sedemikian rupa dengan dalilnya yang berlapis-lapis.
Tatkala ada perselisihan semua dibangkilkan kembali dan amalpun terkikis.
III
Anakku, zamanmu sekarang adalah masa penuh dusta dan fatamorgana.
Rasionalisme dituhankan begitu rupa membuat manusia terpesona.
Makin terkikis keyakinan tentang kelak pembalasan di alam sana.
Dan para pencinta yang istiqamah secara duniawi merana.
Betapa manusia harus ingat dengan kehidupan akherat.
Didalam kitab suci secara gamblang telah dibuat ibarat.
Bagai nelayan pergi malam dan pagi harus mendarat.
Tanpa terasa waktu berlalu datanglah masa sekarat.
IV
Anakku,
Dalam sedikitnya teman yang pilih jalan kezuhudan.
Kepadamu yang kucinta ayahanda tinggalkan pesan.
Jadikan hidup duniamu bagai musafir dalam perjalanan.
Agar kelak menghadap Ilahi engkau akan sedikit beban.
Jangan mudah tergoda akan gelimang harta duniawi.
Karena begitu sulit datang namun mudah untuk pergi.
Jalani hidupmu di dunia dengan Iman dan hati-hati.
Agar kelak engkau dalam rahmat-Nya setelah mati.
Dan hidupmu selalu dalam perlindungan Ilahi Robbi.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku,
Tak lagi kudengar teriakan anak-anak yang bermain dibawah terangnya bulan.
Atau obor-obor yang di sulut sepulang mengaji untuk menerangi jalan.
Atau kidung doa ibu-ibu yang mengasuh anaknya dalam buaian.
Dan bibir mungil yang hafalkan nama nabi dengan nyanyian.
Dalam modernya peradaban baru semua telah berubah.
Figur pahlawan yang membanggakan sudah tak ada.
Mereka sudah tidak lebih terkenal dari pemain bola.
Dan tak dikagumi baki artis yang lantunkan nada.
II
Kini, tak lagi ada gotong-royong yang tulus ikhlas.
Setiap jasa baik yang dilakukan akan harapkan balas.
Pencari ilmu pun targetkan nilai hingga tak membekas.
Sungguh hidup yang dirahmati kini telah berubah buas.
Mengapa kini keyakinan akan pahala akherat makin menipis.
Terkadang untuk timbulkan rasa kasihan pun pura-pura menangis.
Alasan pun dibuat sedemikian rupa dengan dalilnya yang berlapis-lapis.
Tatkala ada perselisihan semua dibangkilkan kembali dan amalpun terkikis.
III
Anakku, zamanmu sekarang adalah masa penuh dusta dan fatamorgana.
Rasionalisme dituhankan begitu rupa membuat manusia terpesona.
Makin terkikis keyakinan tentang kelak pembalasan di alam sana.
Dan para pencinta yang istiqamah secara duniawi merana.
Betapa manusia harus ingat dengan kehidupan akherat.
Didalam kitab suci secara gamblang telah dibuat ibarat.
Bagai nelayan pergi malam dan pagi harus mendarat.
Tanpa terasa waktu berlalu datanglah masa sekarat.
IV
Anakku,
Dalam sedikitnya teman yang pilih jalan kezuhudan.
Kepadamu yang kucinta ayahanda tinggalkan pesan.
Jadikan hidup duniamu bagai musafir dalam perjalanan.
Agar kelak menghadap Ilahi engkau akan sedikit beban.
Jangan mudah tergoda akan gelimang harta duniawi.
Karena begitu sulit datang namun mudah untuk pergi.
Jalani hidupmu di dunia dengan Iman dan hati-hati.
Agar kelak engkau dalam rahmat-Nya setelah mati.
Dan hidupmu selalu dalam perlindungan Ilahi Robbi.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Senin, 23 Mei 2011
83-2011. Pandangan Untuk Negeriku
83-2011. Pandangan Untuk Negeriku
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku...
ingin kuceritakan padamu tentang harga diri bangsa yang tercabik.
Yang berpacu cepat menuju keruntuhan detik demi detik.
Telinga pemegang kuasa tuli dengar jerit dan pekik.
Dan terhadap godaan materi pun tiada berkutik.
Dan kesadaran terlambat saat matamendelik.
Serta jasad kesakitan sampai melentik.
karena di panggil oleh Sang Khalik.
Sedang yang hidup tetap asyik.
Anggaranpun dikutak katik.
II
Anakku...
Tahukah kau apa tantangan.
Keterpurukan yang diperjuangkan.
Segala potensi yang ada dibangkitkan.
Rakyat yang masih terbelakang dimajukan.
Dalam harmoni yang menyatukan banyak keragaman.
Kesalahan dalam menata akan hancurkan keseimbangan.
Perjalanan waktu membuat pemimpin makin jauh dari tujuan.
Dan bangsa ini pun akan semakin jauh tenggelam dalam kesesatan.
III
Betapa, negeri ini dikaruniakan Ilahi mempunyai kekayaan melimpah.
Sebagai wujud kasih sayang dan banyaknya pemberian-Nya.
Namun penghuni dan pengelolanya lantas menjadi lupa.
Maka jadilah ia negeri yang sering dilanda nestapa.
Mengapa lahan yang subur tidak diolah.
Mengapa petaninya sendiri dibuat kalah.
Diimpor bebas hewan dan aneka buah.
Kalahkan milik sendiri yang melimpah.
IV
Sementara, pemegang amanah sibuk.
Kepada adidaya membungkuk-bungkuk.
Kekayaan alam dibiarkan saja habis dikeruk.
Tinggal racun dan sampah yang membusuk.
Inikah makna sebuah kemerdekaan dan kebangkitan.
Negeri yang salah urus dan berebut sumber kekayaan.
Penegakan dan keadilan hukum bagi rakyat tinggal slogan.
Makin dalam jurang perbedaan orang kaya & rakyat kebanyakan.
V
Sungguh inilah sebuah kenyataan pahit yang menyesakkan dada.
Setelah enam puluh enam tahun sudah bangsa ini merdeka.
Keadilan dan kemakmuran hanya menjadi impian belaka.
Dan rakyat kecilpun hanya bisa mengeluh berduka.
Anakku, jadikan bangsa ini yang berharga diri.
Bangkit bersama agar ia mampu berdikari.
Bukan menghimpun kekayaan sendiri.
Atau segala yang ada dibawa lari.
VI
Jadilah generasi yang membanggakan.
Harga diri, keadilan, kemakmuran diperjuangkan.
Pengorbanan dan jasa nenek moyangmu jangan hinakan.
Agar kelak bangsa ini dihormati orang dan berada di garda depan.
Percayalah, dalam persaingan yang ketat tidak ada petemanan.
Yang selalu terjadi adalah persaingan dan penghisapan.
Yang berhasil menjadi bangsa yang dikedepankan.
Dan yang gagal akan hancur dengan impian.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku...
ingin kuceritakan padamu tentang harga diri bangsa yang tercabik.
Yang berpacu cepat menuju keruntuhan detik demi detik.
Telinga pemegang kuasa tuli dengar jerit dan pekik.
Dan terhadap godaan materi pun tiada berkutik.
Dan kesadaran terlambat saat matamendelik.
Serta jasad kesakitan sampai melentik.
karena di panggil oleh Sang Khalik.
Sedang yang hidup tetap asyik.
Anggaranpun dikutak katik.
II
Anakku...
Tahukah kau apa tantangan.
Keterpurukan yang diperjuangkan.
Segala potensi yang ada dibangkitkan.
Rakyat yang masih terbelakang dimajukan.
Dalam harmoni yang menyatukan banyak keragaman.
Kesalahan dalam menata akan hancurkan keseimbangan.
Perjalanan waktu membuat pemimpin makin jauh dari tujuan.
Dan bangsa ini pun akan semakin jauh tenggelam dalam kesesatan.
III
Betapa, negeri ini dikaruniakan Ilahi mempunyai kekayaan melimpah.
Sebagai wujud kasih sayang dan banyaknya pemberian-Nya.
Namun penghuni dan pengelolanya lantas menjadi lupa.
Maka jadilah ia negeri yang sering dilanda nestapa.
Mengapa lahan yang subur tidak diolah.
Mengapa petaninya sendiri dibuat kalah.
Diimpor bebas hewan dan aneka buah.
Kalahkan milik sendiri yang melimpah.
IV
Sementara, pemegang amanah sibuk.
Kepada adidaya membungkuk-bungkuk.
Kekayaan alam dibiarkan saja habis dikeruk.
Tinggal racun dan sampah yang membusuk.
Inikah makna sebuah kemerdekaan dan kebangkitan.
Negeri yang salah urus dan berebut sumber kekayaan.
Penegakan dan keadilan hukum bagi rakyat tinggal slogan.
Makin dalam jurang perbedaan orang kaya & rakyat kebanyakan.
V
Sungguh inilah sebuah kenyataan pahit yang menyesakkan dada.
Setelah enam puluh enam tahun sudah bangsa ini merdeka.
Keadilan dan kemakmuran hanya menjadi impian belaka.
Dan rakyat kecilpun hanya bisa mengeluh berduka.
Anakku, jadikan bangsa ini yang berharga diri.
Bangkit bersama agar ia mampu berdikari.
Bukan menghimpun kekayaan sendiri.
Atau segala yang ada dibawa lari.
VI
Jadilah generasi yang membanggakan.
Harga diri, keadilan, kemakmuran diperjuangkan.
Pengorbanan dan jasa nenek moyangmu jangan hinakan.
Agar kelak bangsa ini dihormati orang dan berada di garda depan.
Percayalah, dalam persaingan yang ketat tidak ada petemanan.
Yang selalu terjadi adalah persaingan dan penghisapan.
Yang berhasil menjadi bangsa yang dikedepankan.
Dan yang gagal akan hancur dengan impian.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
82-2011. Masa Pun Berlalu
82-2011. Masa Pun Berlalu
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih...
Dengarlah madahku didalam galau,
menangis karena rindukan Engkau,
bagai rindunya si anak rantau,
pada ibunda di seberang pulau.
Masa mudanya telah berlalu,
rambut rontok tulangpun ngilu,
otot tubuhpun terasa kaku,
jiwanya letih dimakan waktu.
Jalan yang panjang telah dititi,
sedih gembira pendam dihati,
bersiap hamba menuju mati,
bagai gugurnya bunga melati.
II
Kekasih...
Berharap diri tak putus asa.
jalani umur masih tersisa.
Lamanya hidup banyak dirasa.
terkadang perih seperti bisa.
Kulit pun telah mulai keriput,
dihati lain dengan dengan disebut,
wudhu pun sudah mudah terkentut,
pertanda akan datangnya maut.
Nama orang pun mulai lupa,
badan pun letih seperti ditimpa,
perut pun gendut seperti dipompa,
belanja kadang bingung berapa.
III
Terkadang muncul sesal dihati,
mengapa dulu tak hati-hati,
dikubur sudah cita yang tinggi,
biarlah kelak dibawa mati.
Menjadi tekad kepada anak,
setinggi cita silah menapak,
akan didukung ibu dan bapak,
selama nyawa belum disintak.
Waktu berlalu biar berlalu,
pergilah jauh hati yang pilu,
itulah doa dimalam dalu,
semoga mati tidaklah malu.
IV
Betapa banyak angan yang ada,
tetapi sadar usia sudah,
biar dipendam didalam dada,
sampai kelak menutup usia.
Kepada engkau bunga yang mekar,
jadilah insan selalu sadar,
nafsu diturut tak pernah kelar,
kerja keraslah supaya besar.
Berhati-hati dalam melangkah,
kalau terjatuh kan bisa patah,
berjuang jangan mudah menyerah,
jangan menentang perintah Allah.
V
Yang sudah biar jadi kenangan,
kubuang jauh tingginya angan.
biarlah hanya jadi tangisan,
berharap bahagia kelak didepan.
Sesal yang ada disimpan dalam.
walau menangis dikala malam,
bagaikan batu jatuh tenggelam,
hilangnya jauh saat didalam.
Pada Ilahi doa kususun,
atas ibadah yang kurang tekun,
Atas kurangnya syarat dan rukun,
Semoga kelak diberi ampun.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih...
Dengarlah madahku didalam galau,
menangis karena rindukan Engkau,
bagai rindunya si anak rantau,
pada ibunda di seberang pulau.
Masa mudanya telah berlalu,
rambut rontok tulangpun ngilu,
otot tubuhpun terasa kaku,
jiwanya letih dimakan waktu.
Jalan yang panjang telah dititi,
sedih gembira pendam dihati,
bersiap hamba menuju mati,
bagai gugurnya bunga melati.
II
Kekasih...
Berharap diri tak putus asa.
jalani umur masih tersisa.
Lamanya hidup banyak dirasa.
terkadang perih seperti bisa.
Kulit pun telah mulai keriput,
dihati lain dengan dengan disebut,
wudhu pun sudah mudah terkentut,
pertanda akan datangnya maut.
Nama orang pun mulai lupa,
badan pun letih seperti ditimpa,
perut pun gendut seperti dipompa,
belanja kadang bingung berapa.
III
Terkadang muncul sesal dihati,
mengapa dulu tak hati-hati,
dikubur sudah cita yang tinggi,
biarlah kelak dibawa mati.
Menjadi tekad kepada anak,
setinggi cita silah menapak,
akan didukung ibu dan bapak,
selama nyawa belum disintak.
Waktu berlalu biar berlalu,
pergilah jauh hati yang pilu,
itulah doa dimalam dalu,
semoga mati tidaklah malu.
IV
Betapa banyak angan yang ada,
tetapi sadar usia sudah,
biar dipendam didalam dada,
sampai kelak menutup usia.
Kepada engkau bunga yang mekar,
jadilah insan selalu sadar,
nafsu diturut tak pernah kelar,
kerja keraslah supaya besar.
Berhati-hati dalam melangkah,
kalau terjatuh kan bisa patah,
berjuang jangan mudah menyerah,
jangan menentang perintah Allah.
V
Yang sudah biar jadi kenangan,
kubuang jauh tingginya angan.
biarlah hanya jadi tangisan,
berharap bahagia kelak didepan.
Sesal yang ada disimpan dalam.
walau menangis dikala malam,
bagaikan batu jatuh tenggelam,
hilangnya jauh saat didalam.
Pada Ilahi doa kususun,
atas ibadah yang kurang tekun,
Atas kurangnya syarat dan rukun,
Semoga kelak diberi ampun.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Minggu, 22 Mei 2011
166-2011. Surat Terbuka Untuk Para Orang Tua
166-2011. Surat Terbuka Untuk Para Orang Tua
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tak lagi kutemui obor-obor merah dan celoteh jiwa-jiwa suci pulang dari mengaji.
Tiada lagi terdengar indahnya kicau burung menembus embun di pagi hari.
Hilang pula derau gesekan batang bambu dihembus angin malam hari.
Bersama redupnya cahaya ruhani dan kendurnya tali silaturahmi.
Kini embun pagi nan sejuk telah bercampur polusi udara.
Asap hutan terbakar setiap saat memedihkan mata.
Penyakit baru karena bahan kimia pun melanda.
Dan kekotoranpun melanda sucinya jiwa.
II
Rumah tempat tinggal tak lagi jadi surga.
Karena kelelahan dan hanya tinggal sisa tenaga.
Hanya untuk makan dan tidur habis perjalanan usia.
Dan kasih sayang didalamnya menjadi kering dan hampa.
Di balik dinding tebal nan mewah kitab suci terkapar berdebu.
Yang taat ibadah disana hanya orang-orang tua serta pembantu.
Pemiliknya bekerja kumpulkan uang, emas permata, dan batu-batu.
Sungguh rahmat Ilahi telah menjauh dari rumah yang dikelola seperti itu.
III
Waktu terus berjalan, dalam tawa dan canda ada kepedihan yang tertahan.
Generasi penerus rapuh karena pendidikan agamanya tak diperhatikan.
Orang tua hanya menyuruh belajar tanpa memberikan keteladanan.
Tinggallah kini generasi penerus yang hidup dalam kebingungan.
Betapa banyak orang tua yang lupakan pendidikan tradisi.
Yang juga tak menyadari bila iman tak dapat diwarisi.
Lupakan betapa berat pertanggung jawaban nanti.
Terhadap anaknya yang telah diamanatkan Ilahi.
IV
Belumlah terlambat bagi yang ingin berbuat.
Mendidik anak supaya iman dalam dirinya terpahat.
Membekas dalam jiwa mereka keteladanan dan nasehat.
Sebagai modal orangtua dalam pertanggungjawaban akherat.
Betapa kenikmatan duniawi sering membuat jiwa manusia jadi terlena.
Lupa bahwa yang dilakukan kelak dipertanggung jawabkan dialam sana.
Anak dan harta merupakan cobaan yang akan membawa ke neraka atau jannah.
Yang kelak akan membuat orangtuanya mendapat kemuliaan atau akan abadi terhina.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tak lagi kutemui obor-obor merah dan celoteh jiwa-jiwa suci pulang dari mengaji.
Tiada lagi terdengar indahnya kicau burung menembus embun di pagi hari.
Hilang pula derau gesekan batang bambu dihembus angin malam hari.
Bersama redupnya cahaya ruhani dan kendurnya tali silaturahmi.
Kini embun pagi nan sejuk telah bercampur polusi udara.
Asap hutan terbakar setiap saat memedihkan mata.
Penyakit baru karena bahan kimia pun melanda.
Dan kekotoranpun melanda sucinya jiwa.
II
Rumah tempat tinggal tak lagi jadi surga.
Karena kelelahan dan hanya tinggal sisa tenaga.
Hanya untuk makan dan tidur habis perjalanan usia.
Dan kasih sayang didalamnya menjadi kering dan hampa.
Di balik dinding tebal nan mewah kitab suci terkapar berdebu.
Yang taat ibadah disana hanya orang-orang tua serta pembantu.
Pemiliknya bekerja kumpulkan uang, emas permata, dan batu-batu.
Sungguh rahmat Ilahi telah menjauh dari rumah yang dikelola seperti itu.
III
Waktu terus berjalan, dalam tawa dan canda ada kepedihan yang tertahan.
Generasi penerus rapuh karena pendidikan agamanya tak diperhatikan.
Orang tua hanya menyuruh belajar tanpa memberikan keteladanan.
Tinggallah kini generasi penerus yang hidup dalam kebingungan.
Betapa banyak orang tua yang lupakan pendidikan tradisi.
Yang juga tak menyadari bila iman tak dapat diwarisi.
Lupakan betapa berat pertanggung jawaban nanti.
Terhadap anaknya yang telah diamanatkan Ilahi.
IV
Belumlah terlambat bagi yang ingin berbuat.
Mendidik anak supaya iman dalam dirinya terpahat.
Membekas dalam jiwa mereka keteladanan dan nasehat.
Sebagai modal orangtua dalam pertanggungjawaban akherat.
Betapa kenikmatan duniawi sering membuat jiwa manusia jadi terlena.
Lupa bahwa yang dilakukan kelak dipertanggung jawabkan dialam sana.
Anak dan harta merupakan cobaan yang akan membawa ke neraka atau jannah.
Yang kelak akan membuat orangtuanya mendapat kemuliaan atau akan abadi terhina.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
151-2011. Izinkan Daku Mengadu
151-2011. Izinkan Daku Mengadu.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, izinkan hamba bertanya pada sebuah generasi yang kini hadir.
Sanggupkah mereka istiqamah dijalan-Mu untuk jalani taqdir.
Sebarkan hidayah-Mu di bumi bagaikan air mengalir.
Sampai kelak Kehidupan mereka akan berakhir.
Kini bumi-bumi sumber hidayah telah tercemar.
Kekayaan minyak yang luarbiasa menyembur keluar.
Menjadikan negeri mereka makmur dan kaya tak pernah lapar.
Serta membuat kehidupan mereka sekarang tak lagi jadi badui yang liar.
II
Dalam sejarah banyak sudah peristiwa yang terjadi pada umat dahulu.
Peringatan dan musibah sering dianggap sebagai angin lalu.
Hati mereka telah mengeras seperti kerasnya batu.
Dan Azab Ilahi pun akan datang di negeri itu.
Malam?sedikit dari mereka bangun munajad.
Banyak yang sibukkan diri mengumbar syahwat.
Bersenang-senang dengan segala makanan yang lezat.
Sungguh betapa malang para budak syaitan yang terjebak muslihat.
III
Segala bentuk permainan yang menghabiskan waktu telah diciptakan.
Oleh mereka yang menjadi prajurit setia tentara syaitan.
Tak sadar masa muda yang berpotensi terlalaikan.
Dan kelak akan terjadi padanya penyesalan.
Sungguh waktu hidup berlalu bagaikan kilat.
Baru sebentar telah datang jemputan sang malaikat.
Maka datanglah masa yang menjadi pemutus segala nikmat.
Dan kesadaran akan ruginya waktu yang terbuang datang terlambat.
IV
Tuhan telah bersumpah dengan sesuatu yang manusia harus waspada.
Waktu yang berlalu jangan dimanfaatkan untuk hal yang salah.
Isilah ia dengan iman dan aktivitas hidup yang berharga.
Agar bermanfaat maksimal dan tidak tersia-sia.
Pada-Mu kuadukan ketakmampuan diri menyeru.
Agar bangkit memegang supremasi dunia bak masa lalu.
Sejarah berulang dan bumi bercahaya dalam lindungan sinar-Mu.
Dan umat manusia akan berbahagia dalam cinta, hidayah dan inayah-Mu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, izinkan hamba bertanya pada sebuah generasi yang kini hadir.
Sanggupkah mereka istiqamah dijalan-Mu untuk jalani taqdir.
Sebarkan hidayah-Mu di bumi bagaikan air mengalir.
Sampai kelak Kehidupan mereka akan berakhir.
Kini bumi-bumi sumber hidayah telah tercemar.
Kekayaan minyak yang luarbiasa menyembur keluar.
Menjadikan negeri mereka makmur dan kaya tak pernah lapar.
Serta membuat kehidupan mereka sekarang tak lagi jadi badui yang liar.
II
Dalam sejarah banyak sudah peristiwa yang terjadi pada umat dahulu.
Peringatan dan musibah sering dianggap sebagai angin lalu.
Hati mereka telah mengeras seperti kerasnya batu.
Dan Azab Ilahi pun akan datang di negeri itu.
Malam?sedikit dari mereka bangun munajad.
Banyak yang sibukkan diri mengumbar syahwat.
Bersenang-senang dengan segala makanan yang lezat.
Sungguh betapa malang para budak syaitan yang terjebak muslihat.
III
Segala bentuk permainan yang menghabiskan waktu telah diciptakan.
Oleh mereka yang menjadi prajurit setia tentara syaitan.
Tak sadar masa muda yang berpotensi terlalaikan.
Dan kelak akan terjadi padanya penyesalan.
Sungguh waktu hidup berlalu bagaikan kilat.
Baru sebentar telah datang jemputan sang malaikat.
Maka datanglah masa yang menjadi pemutus segala nikmat.
Dan kesadaran akan ruginya waktu yang terbuang datang terlambat.
IV
Tuhan telah bersumpah dengan sesuatu yang manusia harus waspada.
Waktu yang berlalu jangan dimanfaatkan untuk hal yang salah.
Isilah ia dengan iman dan aktivitas hidup yang berharga.
Agar bermanfaat maksimal dan tidak tersia-sia.
Pada-Mu kuadukan ketakmampuan diri menyeru.
Agar bangkit memegang supremasi dunia bak masa lalu.
Sejarah berulang dan bumi bercahaya dalam lindungan sinar-Mu.
Dan umat manusia akan berbahagia dalam cinta, hidayah dan inayah-Mu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
165-2011. Andai Sang Hamba Tahu.
165-2011. Andai Sang Hamba Tahu.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Andai sang hamba tahu takdir yang akan dituju.
Tak kan ada tangis didada dalam ratapan doa tersedu.
Tak akan ada harap untuk mereka yang celaka di akhir waktu.
Pasti kan ada tangisan manusia yang jalani hidup dengan hati pilu.
Sungguh beruntung manusia yang ditutup pengetahuan masa depan.
Baik sangka dan optimis pada Allah akan terus terbawa jalani kehidupan.
Yakinkan diri bahwa dengan usaha dan doa ia akan diberi kelapangan jalan.
Dan dalam ketidakpastian dan ketidaktahuan tersimpan segudang harapan.
II
Andai manusia tahu akan menjadi apa takdir mereka pada akhir hidupnya.
Sebahagian besar manusia akan banyak berbuat maksiat sebelum kematian tiba.
Bersenang-senang menjalani kehidupan dan baru bertaubat menjelang binasa.
Dan akan menumpuk segala prilaku yang didalamnya terkandung banyak dosa.
Sungguh beruntung karena masa depan tetap menjadi suatu ketidakpastian.
Hingga manusia terpisah jadi dua golongan dengan masing-masing ganjaran.
Bagi mereka yang taat dan patuh ganjaran surga akan Tuhan berikan.
Dan bagi para pendurhaka tentu neraka jahanam akan Tuhan azabkan.
III
Andai tidak diberinya kelengkapan pada manusia sifat pelupa.
Tentulah kesedihan takkan berkurang sepanjang masa.
Airmata dihari ini akan sama dengan airmata hari lusa.
Manusia akan tetap merasa sedih dan menderita.
Terima kasih Ya Robb, atas semua nikmat.
Ampuni jiwa hamba atas laku maksiat.
Berilah hamba iman yang kuat.
Bekal kelak saat kiamat.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Andai sang hamba tahu takdir yang akan dituju.
Tak kan ada tangis didada dalam ratapan doa tersedu.
Tak akan ada harap untuk mereka yang celaka di akhir waktu.
Pasti kan ada tangisan manusia yang jalani hidup dengan hati pilu.
Sungguh beruntung manusia yang ditutup pengetahuan masa depan.
Baik sangka dan optimis pada Allah akan terus terbawa jalani kehidupan.
Yakinkan diri bahwa dengan usaha dan doa ia akan diberi kelapangan jalan.
Dan dalam ketidakpastian dan ketidaktahuan tersimpan segudang harapan.
II
Andai manusia tahu akan menjadi apa takdir mereka pada akhir hidupnya.
Sebahagian besar manusia akan banyak berbuat maksiat sebelum kematian tiba.
Bersenang-senang menjalani kehidupan dan baru bertaubat menjelang binasa.
Dan akan menumpuk segala prilaku yang didalamnya terkandung banyak dosa.
Sungguh beruntung karena masa depan tetap menjadi suatu ketidakpastian.
Hingga manusia terpisah jadi dua golongan dengan masing-masing ganjaran.
Bagi mereka yang taat dan patuh ganjaran surga akan Tuhan berikan.
Dan bagi para pendurhaka tentu neraka jahanam akan Tuhan azabkan.
III
Andai tidak diberinya kelengkapan pada manusia sifat pelupa.
Tentulah kesedihan takkan berkurang sepanjang masa.
Airmata dihari ini akan sama dengan airmata hari lusa.
Manusia akan tetap merasa sedih dan menderita.
Terima kasih Ya Robb, atas semua nikmat.
Ampuni jiwa hamba atas laku maksiat.
Berilah hamba iman yang kuat.
Bekal kelak saat kiamat.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan.
Sabtu, 21 Mei 2011
131-2011. Maafkan Aku-II
131-2011. Maafkan Aku-II
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Maafkan daku manakala kematian menjemputku.
Atas ketakmampuan diri untuk penuhi janjiku.
Untuk tuntun hidupmu sebagai pemandu.
Untuk mendampingi lalui masa tuamu.
Maafkan daku,atas segala kekurangan.
Atas segala kekeliruan dan kekhilafan.
Atas kelemahan dan ketakmampuan.
Atas balasan dariku yang tak sepadan.
Maafkan daku kurang berterima kasih.
Atas perjalanan hidupku yang tak bersih.
Atas Dosa dan pelanggaran yang kini masih.
Dan beum sepenuh taat pada Yang Pengasih.
II
Maafkan aku, yang sering memendam sendiri kepedihan.
Yang kerap menahan remuknya hati dalam kesendirian.
Yang banyak menyerahkan hidup pada garisan tangan.
Dan bertahan jalani semuanya dalam sisa-sisa serpihan.
Maafkan aku, yang bicara dalam mulut membisu.
Yang ucapkan seribu kata seperti orang gagu.
Yang tak bisa rangkai kalimat-kalimat rindu.
Dan sangat rapuh walaupun seperti batu.
III
Maafkan daku, yang sembunyikan ragu.
Yang ingin kepedihan segera berlalu.
Yang hanya bicara dengan langit biru.
Karena tiada tempat untuk mengadu.
Dalam diam yang menciptakan sayatan.
Dalam sunyi yang lahirkan kesakitan.
Dalam perih yang perdalam kepedihan.
Kuserahkan segalanya pada-Mu Tuhan.
IV
Maafkan daku tak sanggup mendampingimu dalam perih.
Maafkan aku yang tak tahu bila engkau merintih.
Maafkan aku yang tak tahu dirimu sedih.
Maafkan daku Sang Wahai Kekasih.
Dalam lemah pasrahkan dirimu pada kekuatannya-Nya.
Dalam kesendirianmu yakinlah pada kesertaan-Nya.
Dalam lemah yakinlah pada pertolongan-Nya.
Karena semua putusan terbaik ada disisi-Nya.
V
Maafkan aku membuat kesedihan dihatimu.
maafkan aku yang telah mengoyak kembali lukamu.
Maafkan aku yang tak dapat memahami utuh isi hatimu.
Dalam ketakmampuan ini, berserah dirilah pada Tuhan-Mu.
Ilahi, kami harapkan pertolongan-Mu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Maafkan daku manakala kematian menjemputku.
Atas ketakmampuan diri untuk penuhi janjiku.
Untuk tuntun hidupmu sebagai pemandu.
Untuk mendampingi lalui masa tuamu.
Maafkan daku,atas segala kekurangan.
Atas segala kekeliruan dan kekhilafan.
Atas kelemahan dan ketakmampuan.
Atas balasan dariku yang tak sepadan.
Maafkan daku kurang berterima kasih.
Atas perjalanan hidupku yang tak bersih.
Atas Dosa dan pelanggaran yang kini masih.
Dan beum sepenuh taat pada Yang Pengasih.
II
Maafkan aku, yang sering memendam sendiri kepedihan.
Yang kerap menahan remuknya hati dalam kesendirian.
Yang banyak menyerahkan hidup pada garisan tangan.
Dan bertahan jalani semuanya dalam sisa-sisa serpihan.
Maafkan aku, yang bicara dalam mulut membisu.
Yang ucapkan seribu kata seperti orang gagu.
Yang tak bisa rangkai kalimat-kalimat rindu.
Dan sangat rapuh walaupun seperti batu.
III
Maafkan daku, yang sembunyikan ragu.
Yang ingin kepedihan segera berlalu.
Yang hanya bicara dengan langit biru.
Karena tiada tempat untuk mengadu.
Dalam diam yang menciptakan sayatan.
Dalam sunyi yang lahirkan kesakitan.
Dalam perih yang perdalam kepedihan.
Kuserahkan segalanya pada-Mu Tuhan.
IV
Maafkan daku tak sanggup mendampingimu dalam perih.
Maafkan aku yang tak tahu bila engkau merintih.
Maafkan aku yang tak tahu dirimu sedih.
Maafkan daku Sang Wahai Kekasih.
Dalam lemah pasrahkan dirimu pada kekuatannya-Nya.
Dalam kesendirianmu yakinlah pada kesertaan-Nya.
Dalam lemah yakinlah pada pertolongan-Nya.
Karena semua putusan terbaik ada disisi-Nya.
V
Maafkan aku membuat kesedihan dihatimu.
maafkan aku yang telah mengoyak kembali lukamu.
Maafkan aku yang tak dapat memahami utuh isi hatimu.
Dalam ketakmampuan ini, berserah dirilah pada Tuhan-Mu.
Ilahi, kami harapkan pertolongan-Mu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
149-2011. Tentang Marah Yang Membakar
149-2011. Tentang Marah Yang Membakar
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Betapa aku tak sadar malam ini syaitan telah bersorak.
Tatkala terlontar dari nafsuku amarah yang bergejolak.
Dada yang sesak dibakar panasnya api yang menggelegak.
Dan menjadikan kedekatan dan kebaikan dihati menjadi retak.
Betapa jahatnya amarah telah membuat nero membakar Roma.
Hulagu Khan pun jadikan sungai Eufrat jadi genangan darah.
Ariel Sharon penjagal lakukan pembantaian Sabra Satila.
Sungguh kemarahan pasti lahirkan prilaku yang tercela.
II
Amarah bakar kebaikan bak hangusnya padang ilalang.
Membuat timbunan kebaikan nyang diberi menjadi hilang.
Mata yang teduh punn akan memerah bagai mata elang.
Sungguh ia menguatkan nafsu sehingga makin jalang.
Tiada kehangatan dan kasih sayang dalam amarah.
Membuat jiwa yang tenang berubah jadi gelisah.
Ciptakan noda hitam kotori indahnya rasa.
Dan disesali kelak setelah badan binasa.
III
Amarah nafsu bagai api yang membakar.
Yang semula mudah lantas berubah jadi sukar.
Runtuhkan kekuatan yang dimiliki jiwa yang tegar.
Menutup pintu kebaikan dan jauhkan hati yang sadar.
Amarah yang lahir karena harga diri agama disebut Ghirah.
Membuat para pencinta Ilahi berjuang tak pernah menyerah.
Walau hidupnya harus berakhir syahid dan bersimbah darah.
Sepanjang hidup keikhlasan dan kerinduan pada-Nya tercurah.
IV
Amarah syaitan lahirkan dendam, kenekadan & penyesalan.
Ciptakan rasa ragu melangkah untuk mencapai tujuan.
Surutkan tekad dengan niat yang telah ditanamkan.
Seperti duri yang halangi insan dalam perjalanan.
Jauhkan diri dari amarah yang melemahkan.
Jalan seperti itu akan jauh dari Ridho Tuhan.
Kecuali karena Agama yang dipertahankan.
Namun tetaplah harus ikuti perintah Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Betapa aku tak sadar malam ini syaitan telah bersorak.
Tatkala terlontar dari nafsuku amarah yang bergejolak.
Dada yang sesak dibakar panasnya api yang menggelegak.
Dan menjadikan kedekatan dan kebaikan dihati menjadi retak.
Betapa jahatnya amarah telah membuat nero membakar Roma.
Hulagu Khan pun jadikan sungai Eufrat jadi genangan darah.
Ariel Sharon penjagal lakukan pembantaian Sabra Satila.
Sungguh kemarahan pasti lahirkan prilaku yang tercela.
II
Amarah bakar kebaikan bak hangusnya padang ilalang.
Membuat timbunan kebaikan nyang diberi menjadi hilang.
Mata yang teduh punn akan memerah bagai mata elang.
Sungguh ia menguatkan nafsu sehingga makin jalang.
Tiada kehangatan dan kasih sayang dalam amarah.
Membuat jiwa yang tenang berubah jadi gelisah.
Ciptakan noda hitam kotori indahnya rasa.
Dan disesali kelak setelah badan binasa.
III
Amarah nafsu bagai api yang membakar.
Yang semula mudah lantas berubah jadi sukar.
Runtuhkan kekuatan yang dimiliki jiwa yang tegar.
Menutup pintu kebaikan dan jauhkan hati yang sadar.
Amarah yang lahir karena harga diri agama disebut Ghirah.
Membuat para pencinta Ilahi berjuang tak pernah menyerah.
Walau hidupnya harus berakhir syahid dan bersimbah darah.
Sepanjang hidup keikhlasan dan kerinduan pada-Nya tercurah.
IV
Amarah syaitan lahirkan dendam, kenekadan & penyesalan.
Ciptakan rasa ragu melangkah untuk mencapai tujuan.
Surutkan tekad dengan niat yang telah ditanamkan.
Seperti duri yang halangi insan dalam perjalanan.
Jauhkan diri dari amarah yang melemahkan.
Jalan seperti itu akan jauh dari Ridho Tuhan.
Kecuali karena Agama yang dipertahankan.
Namun tetaplah harus ikuti perintah Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
158-2011. Kala Semua Telah Berakhir
158-2011. Kala Semua Telah Berakhir
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih.
Menetes airmataku kala kulewati kubur-kubur sunyi.
Disana bersemayam jasad yang dulu begitu gagah di bumi.
Ada yang hidup senantiasa berorientasi pada kepemilikan materi.
Dan ada manusia yang berusaha jalani hidup dengan meniti jalan Ilahi.
Kini tiada beda, mereka semua bersemayam di bawah gundukan tanah.
Yang tinggal dan berguna hanya catatan hidup selama di dunia.
Ada yang kala manusia teringat munculkan sumpah serapah.
Dan ada pula yang mengenang banyak kebaikannya.
II
Kekasih.
Kala semua telah berakhir, betapa sedikitnya bekal ini.
Betapa jauhnya kelak jalan panjang yang harus kulalui.
Betapa lama masa abadi nanti yang harus hamba jalani.
Dalam hitungan kefanaan hidup makhluk alam materi.
Kala semua berakhir, tiada kawan akan menemaniku.
Tiada lagi anak yang akan merawat dalam ketakberdayaanku
Tiada sapaan teduh lagi yang akan menentramkan jiwa gelisahku.
Semua akan hilang terkubur didalam tanah yang dihimpit dengan batu.
III
Tiada tempat berkeluh kesah dalam beratnya kehidupan yang dijalani.
Tiada pula nasehat yang akan datang agar senantiasa ingat diri.
Setelah semua pergi tinggalkan kubur tinggallah sendiri sunyi.
Sampai kelak semuanya berakhir karena datangnya hari.
Mengapa hampir setiap jiwa terjebak mengejar yang fana.
Lupa pada persiapkan diri tuk kembali pada sang pencipta.
Sibuk mengejar duniawi dan dinini bobokkan oleh cita-cita.
Sampai terkejut diri ketika datang panggilan serta-merta.
IV
Kekasih, Betapa malang hidup hamba-Mu ini bila tetap lalai.
Kelak para pendurhaka menghadap-Mu dengan tubuh gontai.
Seperti pesakitan yang sudah tahu hukuman ia tertunduk terkulai.
Tiada pembela, tiada ibu yang dahulu kala sedih akan datang membelai.
Ampuni hamba-Mu yang telah terpesona oleh hebatnya godaan dunia.
Tak sadar usiadiri bertambah dan perlahan jasad ini kian menua.
Bagai musafir diujung perjalanan, jasad kini mulai terasa lelah.
Dan hari yang pasti akan datang pada-Mu kelak kan tiba.
Al Faqiir
Hamdi akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih.
Menetes airmataku kala kulewati kubur-kubur sunyi.
Disana bersemayam jasad yang dulu begitu gagah di bumi.
Ada yang hidup senantiasa berorientasi pada kepemilikan materi.
Dan ada manusia yang berusaha jalani hidup dengan meniti jalan Ilahi.
Kini tiada beda, mereka semua bersemayam di bawah gundukan tanah.
Yang tinggal dan berguna hanya catatan hidup selama di dunia.
Ada yang kala manusia teringat munculkan sumpah serapah.
Dan ada pula yang mengenang banyak kebaikannya.
II
Kekasih.
Kala semua telah berakhir, betapa sedikitnya bekal ini.
Betapa jauhnya kelak jalan panjang yang harus kulalui.
Betapa lama masa abadi nanti yang harus hamba jalani.
Dalam hitungan kefanaan hidup makhluk alam materi.
Kala semua berakhir, tiada kawan akan menemaniku.
Tiada lagi anak yang akan merawat dalam ketakberdayaanku
Tiada sapaan teduh lagi yang akan menentramkan jiwa gelisahku.
Semua akan hilang terkubur didalam tanah yang dihimpit dengan batu.
III
Tiada tempat berkeluh kesah dalam beratnya kehidupan yang dijalani.
Tiada pula nasehat yang akan datang agar senantiasa ingat diri.
Setelah semua pergi tinggalkan kubur tinggallah sendiri sunyi.
Sampai kelak semuanya berakhir karena datangnya hari.
Mengapa hampir setiap jiwa terjebak mengejar yang fana.
Lupa pada persiapkan diri tuk kembali pada sang pencipta.
Sibuk mengejar duniawi dan dinini bobokkan oleh cita-cita.
Sampai terkejut diri ketika datang panggilan serta-merta.
IV
Kekasih, Betapa malang hidup hamba-Mu ini bila tetap lalai.
Kelak para pendurhaka menghadap-Mu dengan tubuh gontai.
Seperti pesakitan yang sudah tahu hukuman ia tertunduk terkulai.
Tiada pembela, tiada ibu yang dahulu kala sedih akan datang membelai.
Ampuni hamba-Mu yang telah terpesona oleh hebatnya godaan dunia.
Tak sadar usiadiri bertambah dan perlahan jasad ini kian menua.
Bagai musafir diujung perjalanan, jasad kini mulai terasa lelah.
Dan hari yang pasti akan datang pada-Mu kelak kan tiba.
Al Faqiir
Hamdi akhsan
164-2011. Jangan Tangisi Dia Yang Pergi
164-2011. Jangan Tangisi Dia Yang Pergi
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Adalah jiwa yang bergetar dalam sesal dan tangisan.
Wujud hampanya buah cita yang diharapkan.
Berbeda antara harapan dan kenyataan.
Sebagian wujud taqdir dijalankan.
Umur manusia,diakah yang pergi?
Waktu yang telah hilang jangan tangisi.
Kenangan indah jadikan pemacu jalani hari.
Menuju masa datangnya kehidupan nan abadi.
II
Pabila kandas perjalanan sebuah rumah tangga.
Itulah tulisan tangan sejak dari alam semula.
Setelah usaha maksimal cukuplah sudah.
Serahkan saja semua kepada Allah.
Andi kesendirian hidup yang ditangisi.
Betapa banyak yang perlu kau syukuri.
Nikmat yang lainnya banyak Tuhan beri.
Buatlah berguna seluruh potensi didalam diri
III
Jangan pula menangisi ketiadaan harta.
Miskin setelah usaha berbuah surga.
Berat tanggungjawab ketika kaya.
Karena akan ditanyakan semua.
Usaha yang gagal jangan tangisi.
Segalanya segera engkau evaluasi.
Mungkin karena kekeliruan strategi.
Atau tercampur hal tidak Tuhan Sukai.
IV
Jangan tangisi penyakit yang datang.
Mungkin karena usia tua menjelang.
Bisa juga cara dosa akan hilang.
Asal tak dianggap nasib malang.
Jangan tangisi anak yang pergi.
Karena sejatinya memang miliki Ilahi.
Kita hanyalah makhluknya yang dititipi.
Sebelum kita atau ia dianggil menuju mati.
V
Betapa banyak nikmat lain yang masih ada.
Dibanding mereka yang hidupnya susah.
Atau mereka yang tubuh tuna daksa.
Atau mereka yang lama dipenjara.
Mari optimis jalani hari-hari panjang.
Kelak semua hamba dipanggil pulang.
Berkumpul semua manusia di suatu padang.
Dan tiada guna semua yang dibanggakan orang.
VI
Jangan tangisi kulit keriput dan rambut memutih.
Kematangan usia tua miliki wibawa yang lebih.
Menerima apa adanya tanpa merasa tersisih.
Tidak perlu merana apabila mudah letih.
Apabila tubuh telah mulai berpenyakitan.
Pertanda makanan tertentu dipantangkan.
Gaya kehidupan haruslah mulai diselaraskan.
Agar selamat dunia akherat sang hamba Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Adalah jiwa yang bergetar dalam sesal dan tangisan.
Wujud hampanya buah cita yang diharapkan.
Berbeda antara harapan dan kenyataan.
Sebagian wujud taqdir dijalankan.
Umur manusia,diakah yang pergi?
Waktu yang telah hilang jangan tangisi.
Kenangan indah jadikan pemacu jalani hari.
Menuju masa datangnya kehidupan nan abadi.
II
Pabila kandas perjalanan sebuah rumah tangga.
Itulah tulisan tangan sejak dari alam semula.
Setelah usaha maksimal cukuplah sudah.
Serahkan saja semua kepada Allah.
Andi kesendirian hidup yang ditangisi.
Betapa banyak yang perlu kau syukuri.
Nikmat yang lainnya banyak Tuhan beri.
Buatlah berguna seluruh potensi didalam diri
III
Jangan pula menangisi ketiadaan harta.
Miskin setelah usaha berbuah surga.
Berat tanggungjawab ketika kaya.
Karena akan ditanyakan semua.
Usaha yang gagal jangan tangisi.
Segalanya segera engkau evaluasi.
Mungkin karena kekeliruan strategi.
Atau tercampur hal tidak Tuhan Sukai.
IV
Jangan tangisi penyakit yang datang.
Mungkin karena usia tua menjelang.
Bisa juga cara dosa akan hilang.
Asal tak dianggap nasib malang.
Jangan tangisi anak yang pergi.
Karena sejatinya memang miliki Ilahi.
Kita hanyalah makhluknya yang dititipi.
Sebelum kita atau ia dianggil menuju mati.
V
Betapa banyak nikmat lain yang masih ada.
Dibanding mereka yang hidupnya susah.
Atau mereka yang tubuh tuna daksa.
Atau mereka yang lama dipenjara.
Mari optimis jalani hari-hari panjang.
Kelak semua hamba dipanggil pulang.
Berkumpul semua manusia di suatu padang.
Dan tiada guna semua yang dibanggakan orang.
VI
Jangan tangisi kulit keriput dan rambut memutih.
Kematangan usia tua miliki wibawa yang lebih.
Menerima apa adanya tanpa merasa tersisih.
Tidak perlu merana apabila mudah letih.
Apabila tubuh telah mulai berpenyakitan.
Pertanda makanan tertentu dipantangkan.
Gaya kehidupan haruslah mulai diselaraskan.
Agar selamat dunia akherat sang hamba Tuhan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
163-2011. Kekasih, Biarkan Hamba Mengemis di Pintu Ampunan-Mu.
163-2011. Kekasih, Biarkan Hamba Mengemis di Pintu Ampunan-Mu.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Menggigil tubuhku teringat betapa beratnya pengadilan Mahsyar.
Kala segala prilaku hina yang ditutup rapat setiap jiwa muncul keluar.
Tatkala pengadilan yang tiada dusta sebesar debu pun kelak digelar.
Sungguh setiap jiwa harus mempertanggungjawabkan sesuai qadar.
Kekasih, selama nyawa masih Engkau titipkan di tubuh rapuh ini.
Mohon biarkan hamba menangis sesali kelalaian dan kealpaan diri.
Biarkan diri hamba meratap bermohon agar dosa Engkau ampuni.
Biarkan hamba mengigil takut akan pengadilan-Mu di hari nanti.
II
Betapa hamba hanya sebutir debu ditengah samudera kebesaran-Mu.
Dan sungguh betapa tiada berartinya diri di tengah para pencinta-Mu.
Betapa diri kelak akan tertunduk takut dan malu kala menghadap-Mu.
Dan betapa tiada berartinya hamba bila tanpa ampunan dan RidhoMu.
Kekasih, seorang musafir datang mengetuk pintu rahmat-Mu.
Bekalnya sedikit untuk berbangga saat menghadap-Mu.
Jiwanya bercampur noda karena dosa pada-Mu.
Tapi dia bersimpuh mengharap kebaikan-Mu.
III
Kekasih,ia tahu cintanya bercampur syahwat.
Untuk istiqamah dijalan-Mu ia mengaku belum kuat.
Berististighfar atas dosa-dosanya pun kadang ia terlewat.
Wahai Sang Maha Pengampun, izinkan hamba untuk bertaubat.
Kini, saat perjalanan waktunya telah menuju masa senja usia.
Sebentar lagi maghrib akan tiba dan ia pun berakhir fana.
Sebelum ia pergi tinggalkan dunia dan segala tipunya.
Terimalah taubat dan permohonan ampunnya.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Menggigil tubuhku teringat betapa beratnya pengadilan Mahsyar.
Kala segala prilaku hina yang ditutup rapat setiap jiwa muncul keluar.
Tatkala pengadilan yang tiada dusta sebesar debu pun kelak digelar.
Sungguh setiap jiwa harus mempertanggungjawabkan sesuai qadar.
Kekasih, selama nyawa masih Engkau titipkan di tubuh rapuh ini.
Mohon biarkan hamba menangis sesali kelalaian dan kealpaan diri.
Biarkan diri hamba meratap bermohon agar dosa Engkau ampuni.
Biarkan hamba mengigil takut akan pengadilan-Mu di hari nanti.
II
Betapa hamba hanya sebutir debu ditengah samudera kebesaran-Mu.
Dan sungguh betapa tiada berartinya diri di tengah para pencinta-Mu.
Betapa diri kelak akan tertunduk takut dan malu kala menghadap-Mu.
Dan betapa tiada berartinya hamba bila tanpa ampunan dan RidhoMu.
Kekasih, seorang musafir datang mengetuk pintu rahmat-Mu.
Bekalnya sedikit untuk berbangga saat menghadap-Mu.
Jiwanya bercampur noda karena dosa pada-Mu.
Tapi dia bersimpuh mengharap kebaikan-Mu.
III
Kekasih,ia tahu cintanya bercampur syahwat.
Untuk istiqamah dijalan-Mu ia mengaku belum kuat.
Berististighfar atas dosa-dosanya pun kadang ia terlewat.
Wahai Sang Maha Pengampun, izinkan hamba untuk bertaubat.
Kini, saat perjalanan waktunya telah menuju masa senja usia.
Sebentar lagi maghrib akan tiba dan ia pun berakhir fana.
Sebelum ia pergi tinggalkan dunia dan segala tipunya.
Terimalah taubat dan permohonan ampunnya.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
162-2011. Kepada Siapa Harus Kusampaikan?
162-2011. Kepada Siapa Harus Kusampaikan?
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kini cahaya itu menjauh bagai sirnanya embun terkena panas mentari.
Dan hilang bak perginya kepedihan kala malam berganti pagi.
Bagai Qais yang merana ditinggal Laila sang pujaan hati.
Dan habiskan masa pengembaraan digurun sunyi.
Kemana rasa terhina umat mulia ini harus kubawa.
Kepada siapa harus kuserahkan baiat suci selembar jiwa.
Bertransaksi di jalan Ilahi dengan serahkan harta dan nyawa.
Yang kelak akan diberi ganjaran dalam indahnya jannatul Ma'wa.
II
Kepada siapa harus kusampaikan asa akan kemuliaan jaya.
Siapakah yang sanggup memimpin misi tegakkan cahaya.
Siapakah yang terhadap seruan-nya yakin dan percaya.
Agar kembali ajaran Ilahi menjadi landasan budaya.
Kini, zaman dikuasai peradaban dajjal yang durhaka.
Janjikan indahnya surga sesungguhnya adalah neraka.
Membuat manusia tertipu karena terlalu berbaik sangka.
Dan tak sadar membuat pemilik alam semesta jadi murka.
III
Kepada siapa harus kusampaikan tentang indahnya sebuah jalan.
Tatkala mau dengan sabar dan iman jalani kehendak Tuhan.
Jalan kemuliaan akan terbentang bagaikan hamparan.
Dan dapatkan kebahagiaan akherat yang dijanjikan.
Sungguh kuketuk pintu-pintu hati sebuah generasi.
Untuk mulai bangga perjuangkan kebenaran ajaran Ilahi.
Untuk mendapat kemenangan yang dijanjikan pada suatu hari.
Tatkala semua kebanggaan dan kepemilikan dunia tiada berguna lagi.
IV
Kekasih, hamba mengemis di pintu hidayah-Mu nan terbuka lebar.
Jadikanlah generasi penggantiku sebagai kelompok yang sadar.
Serahkan hidupnya pada-Mu dan ikhlas menjalani Qadar.
Dan sinar rahmat-Mu meliputinya bagai cahaya fajar.
Kuketuk pintu hatimu hai anak-anakku generasi baru.
Engkaulah putra zaman yang akan menjadi pemimpin baru.
Seluruh harapan akan kebangkitan kami serahkan pada pundakmu.
Untuk mengembalikan kejayaan ajaran Ilahi sebagaimana di masa dahulu.
Ilahi, ridho-Mu jua yang kami tuju.
Al Faqiir
Hamdi akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kini cahaya itu menjauh bagai sirnanya embun terkena panas mentari.
Dan hilang bak perginya kepedihan kala malam berganti pagi.
Bagai Qais yang merana ditinggal Laila sang pujaan hati.
Dan habiskan masa pengembaraan digurun sunyi.
Kemana rasa terhina umat mulia ini harus kubawa.
Kepada siapa harus kuserahkan baiat suci selembar jiwa.
Bertransaksi di jalan Ilahi dengan serahkan harta dan nyawa.
Yang kelak akan diberi ganjaran dalam indahnya jannatul Ma'wa.
II
Kepada siapa harus kusampaikan asa akan kemuliaan jaya.
Siapakah yang sanggup memimpin misi tegakkan cahaya.
Siapakah yang terhadap seruan-nya yakin dan percaya.
Agar kembali ajaran Ilahi menjadi landasan budaya.
Kini, zaman dikuasai peradaban dajjal yang durhaka.
Janjikan indahnya surga sesungguhnya adalah neraka.
Membuat manusia tertipu karena terlalu berbaik sangka.
Dan tak sadar membuat pemilik alam semesta jadi murka.
III
Kepada siapa harus kusampaikan tentang indahnya sebuah jalan.
Tatkala mau dengan sabar dan iman jalani kehendak Tuhan.
Jalan kemuliaan akan terbentang bagaikan hamparan.
Dan dapatkan kebahagiaan akherat yang dijanjikan.
Sungguh kuketuk pintu-pintu hati sebuah generasi.
Untuk mulai bangga perjuangkan kebenaran ajaran Ilahi.
Untuk mendapat kemenangan yang dijanjikan pada suatu hari.
Tatkala semua kebanggaan dan kepemilikan dunia tiada berguna lagi.
IV
Kekasih, hamba mengemis di pintu hidayah-Mu nan terbuka lebar.
Jadikanlah generasi penggantiku sebagai kelompok yang sadar.
Serahkan hidupnya pada-Mu dan ikhlas menjalani Qadar.
Dan sinar rahmat-Mu meliputinya bagai cahaya fajar.
Kuketuk pintu hatimu hai anak-anakku generasi baru.
Engkaulah putra zaman yang akan menjadi pemimpin baru.
Seluruh harapan akan kebangkitan kami serahkan pada pundakmu.
Untuk mengembalikan kejayaan ajaran Ilahi sebagaimana di masa dahulu.
Ilahi, ridho-Mu jua yang kami tuju.
Al Faqiir
Hamdi akhsan
Jumat, 20 Mei 2011
161-2011. Syair Sunyi Seorang Pencinta.
161-2011. Syair Sunyi Seorang Pencinta.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kini malam-malamku sepi bagai sepinya gurun tanpa nyanyian Qais.
Laila telah pergi jauh dan hanya tinggalkan luka dalam tangis.
Cinta yang begitu kuat dan dalam perlahan telah terkikis.
Bagaikan runtuhnya tebing karang tatkala ia terbis.
Tiada lagi airmata rindu bagai rindunya Ya'kub pada Yusuf tercinta.
Betapa lemahnya jasad kini tadahkan tangan dimalam buta.
Padahal waktu cepat berlalu bagaikan kilat tanpa terasa.
Sungguh cinta ini bukan bagai cinta Qais pada Laila.
II
Tak lagi ada masa amati kerlip bintang-bintang nan jauh di angkasa.
Bertasbih memuji keagungan-Nya sambil cucurkan air mata.
Berfikir dalam memahami keindahan ayat-ayat semesta.
Llantunkan doa kehambaan dalam diam tanpa kata.
Kekasih, ampuni hamba yang kerap lalai dengan semua nikmat-Mu.
Luruskan jalan hidup hamba dengan hidayah & bimbingan-Mu.
Kuatkan hamba untuk istiqamah tunaikan perintah-Mu.
Dan kuatkan keyakinan hamba kelak akan bertemu.
III
Kekasih, dalam cinta yang masih mengandung dusta daku meminta.
Tanamkan rasa takut dalam jiwa bahwa nsiksa-Mu itu nyata.
Tanamkan jiwa ketauhidan yang pada-Mu selalu cinta.
Serta kemudahan manakala kelak menutup mata.
Hamba tak mampu miliki besarnya cinta seperti Ibrahim kekasih-Mu.
Atau seperti cinta ibu Musa hanyutkan putranya atas Ilham-Mu.
Atau Halimatus Sa'diah yang dibakar karena cinta pada-Mu.
Sungguh cintaku pada-Mu tak berharga sebutir debu.
IV
Kekasih, betapa gemetar diri dalam ketakutan akan balasan dosa.
Yang pasti akan dipertanggungjawabkan saat kematian tiba.
Tatkala harta, keluarga dan jabatan tinggi tiada guna.
Tatkala tiada seorangpun akan datang pembela.
Dalam waktu yang masih tersisa pasti akan datangnya kematian.
Dalam lemah & kurang pasrahnya diri pada pemilik kehidupan.
Dan alpanya diri kejar dunia yang berakhir dalam kefanaan.
Bermohon dengan sangat pada-Mu wahai Tuhan.
Dalam pastinya taqdir-Mu beril hamba kesempatan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kini malam-malamku sepi bagai sepinya gurun tanpa nyanyian Qais.
Laila telah pergi jauh dan hanya tinggalkan luka dalam tangis.
Cinta yang begitu kuat dan dalam perlahan telah terkikis.
Bagaikan runtuhnya tebing karang tatkala ia terbis.
Tiada lagi airmata rindu bagai rindunya Ya'kub pada Yusuf tercinta.
Betapa lemahnya jasad kini tadahkan tangan dimalam buta.
Padahal waktu cepat berlalu bagaikan kilat tanpa terasa.
Sungguh cinta ini bukan bagai cinta Qais pada Laila.
II
Tak lagi ada masa amati kerlip bintang-bintang nan jauh di angkasa.
Bertasbih memuji keagungan-Nya sambil cucurkan air mata.
Berfikir dalam memahami keindahan ayat-ayat semesta.
Llantunkan doa kehambaan dalam diam tanpa kata.
Kekasih, ampuni hamba yang kerap lalai dengan semua nikmat-Mu.
Luruskan jalan hidup hamba dengan hidayah & bimbingan-Mu.
Kuatkan hamba untuk istiqamah tunaikan perintah-Mu.
Dan kuatkan keyakinan hamba kelak akan bertemu.
III
Kekasih, dalam cinta yang masih mengandung dusta daku meminta.
Tanamkan rasa takut dalam jiwa bahwa nsiksa-Mu itu nyata.
Tanamkan jiwa ketauhidan yang pada-Mu selalu cinta.
Serta kemudahan manakala kelak menutup mata.
Hamba tak mampu miliki besarnya cinta seperti Ibrahim kekasih-Mu.
Atau seperti cinta ibu Musa hanyutkan putranya atas Ilham-Mu.
Atau Halimatus Sa'diah yang dibakar karena cinta pada-Mu.
Sungguh cintaku pada-Mu tak berharga sebutir debu.
IV
Kekasih, betapa gemetar diri dalam ketakutan akan balasan dosa.
Yang pasti akan dipertanggungjawabkan saat kematian tiba.
Tatkala harta, keluarga dan jabatan tinggi tiada guna.
Tatkala tiada seorangpun akan datang pembela.
Dalam waktu yang masih tersisa pasti akan datangnya kematian.
Dalam lemah & kurang pasrahnya diri pada pemilik kehidupan.
Dan alpanya diri kejar dunia yang berakhir dalam kefanaan.
Bermohon dengan sangat pada-Mu wahai Tuhan.
Dalam pastinya taqdir-Mu beril hamba kesempatan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
160-2011. Sungguh Sedikit dan Sebentar
160-2011. Sungguh Sedikit dan Sebentar
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kerentaan zaman telah bawa peradaban ke ambang kematian.
Kala banyak manusia yang menyembah harta dan jabatan.
Ketika jasad insan yang fana sibuk perlambat penuaan.
Serta semakin hebatnya strategi godaan syaitan.
Kenikmatan!sungguh sedikit dan sebentar.
Nikmatnya makan tatkala perut lapar.
Harumnya bukan tatkala ia mekar.
Manusia lemah kala tak sabar.
II
Sungguh nikmat yang sedikit.
Nikmat sehat baru terasa kala sakit.
Sesalnya boros ingat kala harus mengirit.
Baru terasa kebaikan-Nya lebih besar dari bukit.
Betapa manusia sering lalai dengan segala kebaikannya.
Seolah segala titipan yang telah diberikan adalah miliknya.
Segala yang sudah ada dalam genggaman tak akan lepas darinya.
III
Betapa baik, ada waktu yang disediakan untuk bermuhasabah.
Agar terhadap nikmat yang diberikan manusia tidak lupa.
Menyadari semua akan ditinggal kala diri berakhir fana.
Dan hanya amal yang dibawa ke Sang Pencipta.
Sungguh masa muda manusia tidak lama.
Jasad akan mengeriput dan berakhir fana.
Pengganti pun tumbuh dalam generasinya.
Dan yang sekarang pindah ke dalam tanah.
IV
Torehan pena yang tajam tetap akan hidup.
Membuka jiwa-jiwa kelam yang sempat tertutup.
Mampu menggairahkan semangat yang telah redup.
Sungguh melalui keindahan kata kebenaran terhirup.
Kecantikan dan kegagahan manusia kelak akan pudar.
Itulah jalan yang sudah ditentukan dalam Qadar.
Iman dan kebaikan yang akan terus memancar.
Sungguh sedikit manusia yang mau sadar.
V
Sungguh betapa sebentar dan sedikitnya.
Kala kembali manusia akan terkejut dan terpana.
Bagi yang lalai pasti akan sesali perbuatan selamanya.
Bagi yang taat terkejut dengan berpilat balasan dari-Nya.
Betapa indah hidup dalam kesadaran iman yang teguh.
Pabila ditimpa musibah miliki kesabaran yang kukuh.
Dari ratap dan kelemahan ia pasti akan terjauh.
Dan akan makin kuat jauh dari sifat rapuh.
VI
Nikmat dunia hanya sedikit dan sekejap.
Terhadap musibah jangan banyak meratap.
Selalu baik sangka pada-Nya bila berharap.
Karena pada-Nyalah segala putusan tetap.
Ilahi, dalam kesementaraan hidup duniawi.
Bermohon hamba pada-Mu petang & pagi.
Bimbinglah hamba pada kehidupan sejati.
Yang membawa Ridho-Mu setelah mati.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kerentaan zaman telah bawa peradaban ke ambang kematian.
Kala banyak manusia yang menyembah harta dan jabatan.
Ketika jasad insan yang fana sibuk perlambat penuaan.
Serta semakin hebatnya strategi godaan syaitan.
Kenikmatan!sungguh sedikit dan sebentar.
Nikmatnya makan tatkala perut lapar.
Harumnya bukan tatkala ia mekar.
Manusia lemah kala tak sabar.
II
Sungguh nikmat yang sedikit.
Nikmat sehat baru terasa kala sakit.
Sesalnya boros ingat kala harus mengirit.
Baru terasa kebaikan-Nya lebih besar dari bukit.
Betapa manusia sering lalai dengan segala kebaikannya.
Seolah segala titipan yang telah diberikan adalah miliknya.
Segala yang sudah ada dalam genggaman tak akan lepas darinya.
III
Betapa baik, ada waktu yang disediakan untuk bermuhasabah.
Agar terhadap nikmat yang diberikan manusia tidak lupa.
Menyadari semua akan ditinggal kala diri berakhir fana.
Dan hanya amal yang dibawa ke Sang Pencipta.
Sungguh masa muda manusia tidak lama.
Jasad akan mengeriput dan berakhir fana.
Pengganti pun tumbuh dalam generasinya.
Dan yang sekarang pindah ke dalam tanah.
IV
Torehan pena yang tajam tetap akan hidup.
Membuka jiwa-jiwa kelam yang sempat tertutup.
Mampu menggairahkan semangat yang telah redup.
Sungguh melalui keindahan kata kebenaran terhirup.
Kecantikan dan kegagahan manusia kelak akan pudar.
Itulah jalan yang sudah ditentukan dalam Qadar.
Iman dan kebaikan yang akan terus memancar.
Sungguh sedikit manusia yang mau sadar.
V
Sungguh betapa sebentar dan sedikitnya.
Kala kembali manusia akan terkejut dan terpana.
Bagi yang lalai pasti akan sesali perbuatan selamanya.
Bagi yang taat terkejut dengan berpilat balasan dari-Nya.
Betapa indah hidup dalam kesadaran iman yang teguh.
Pabila ditimpa musibah miliki kesabaran yang kukuh.
Dari ratap dan kelemahan ia pasti akan terjauh.
Dan akan makin kuat jauh dari sifat rapuh.
VI
Nikmat dunia hanya sedikit dan sekejap.
Terhadap musibah jangan banyak meratap.
Selalu baik sangka pada-Nya bila berharap.
Karena pada-Nyalah segala putusan tetap.
Ilahi, dalam kesementaraan hidup duniawi.
Bermohon hamba pada-Mu petang & pagi.
Bimbinglah hamba pada kehidupan sejati.
Yang membawa Ridho-Mu setelah mati.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
159-2011. Nak, Jangan Menangis Lagi
159-2011. Nak, Jangan Menangis Lagi
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku,
Dalam kerentaan jasad dimakan kerasnya hidup ayah ingin berpesan.
Pada anakku sang putra sejati yang jalani hidup di akhir zaman.
Berhentilah engkau ratapi hidup dalam rengek dan tangisan.
Karena Sang Pencipta telah pilihkan bagimu sebuah jalan.
Lihatlah hidup ini bagaikan rajawali di angkasa sunyi.
Tegakkan kepala hadapi badai dengan harga diri.
Dihadapinya tantangan berat dan tak akan lari.
Sungguh dia percaya pada kebaikan Ilahi.
II
Tiada pejuang sejati yang lahir dari kelemahan.
Atau sesali masa lalu dalam perihnya ratapan.
Mata akan mencorong memandang ke depan.
Dan cukuplah baginya masa lalu tuk pelajaran.
Pejuang sejati kelak lahir dari kerasnya hidup.
Bukan dari jiwa lemah dalam semangat redup.
Atau dalam putusan kembali ragu menyusup.
Karena apapun pilihan resiko pasti terlingkup.
III
Anakku.
Kalaulah keputusan yang engkau ambil salah.
Tapi didadaku tetaplah tersimpan rasa bangga.
Karena engkau telah mampu memutuskan masalah.
Yang bagi orang kebanyakan orang mereka tidak bisa.
Pertimbangkan olehmu segala resiko bila memutuskan.
Didalam kebaikan yang dipilih pasti ada keburukan.
Dalam kesedihanmu kelak akan ada kebahagiaan.
Akhirnya kembalikan segalanya pada Tuhan.
IV
Anakku, berhentilah hidup dalam fatamorgana.
Karena hidup yang sesungguhnya adalah nyata.
Bagaikan mata uang antara bahagia dan derita.
Sebagai ketentuan pasti dari Ilahi Yang Kuasa.
Jadilah engkau putra sejati yang tegar dan kuat.
Terbanglah tinggi mencapai cita bagai sayap malaikat.
Gertakkan gigi dan corongkan matamu yang tajam berkilat.
Dan jadilah engkau anakku seorang pejuang sejati yang hebat.
V
Anakku.
sungguh jalan hidup yang engkau lalui masih sangatlah panjang.
Kemudahan dan hambatan kelak pasti akan menghadang.
Kudoakan hidupmu kelak akan bahagia dan terpadang.
Bangga bagai ksatria yang menang di medan perang.
Anakku sayang, hapuslah airmatamu yang mengalir.
Hanyutkanlah dirimu jalani hidup pasrah bagai air menghilir.
Berjuang keras dalam upaya dan serahkan hasilnya pada taqdir.
Sampai kelak engkau menghadap Tuhanmu ketika hidup berakhir.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku,
Dalam kerentaan jasad dimakan kerasnya hidup ayah ingin berpesan.
Pada anakku sang putra sejati yang jalani hidup di akhir zaman.
Berhentilah engkau ratapi hidup dalam rengek dan tangisan.
Karena Sang Pencipta telah pilihkan bagimu sebuah jalan.
Lihatlah hidup ini bagaikan rajawali di angkasa sunyi.
Tegakkan kepala hadapi badai dengan harga diri.
Dihadapinya tantangan berat dan tak akan lari.
Sungguh dia percaya pada kebaikan Ilahi.
II
Tiada pejuang sejati yang lahir dari kelemahan.
Atau sesali masa lalu dalam perihnya ratapan.
Mata akan mencorong memandang ke depan.
Dan cukuplah baginya masa lalu tuk pelajaran.
Pejuang sejati kelak lahir dari kerasnya hidup.
Bukan dari jiwa lemah dalam semangat redup.
Atau dalam putusan kembali ragu menyusup.
Karena apapun pilihan resiko pasti terlingkup.
III
Anakku.
Kalaulah keputusan yang engkau ambil salah.
Tapi didadaku tetaplah tersimpan rasa bangga.
Karena engkau telah mampu memutuskan masalah.
Yang bagi orang kebanyakan orang mereka tidak bisa.
Pertimbangkan olehmu segala resiko bila memutuskan.
Didalam kebaikan yang dipilih pasti ada keburukan.
Dalam kesedihanmu kelak akan ada kebahagiaan.
Akhirnya kembalikan segalanya pada Tuhan.
IV
Anakku, berhentilah hidup dalam fatamorgana.
Karena hidup yang sesungguhnya adalah nyata.
Bagaikan mata uang antara bahagia dan derita.
Sebagai ketentuan pasti dari Ilahi Yang Kuasa.
Jadilah engkau putra sejati yang tegar dan kuat.
Terbanglah tinggi mencapai cita bagai sayap malaikat.
Gertakkan gigi dan corongkan matamu yang tajam berkilat.
Dan jadilah engkau anakku seorang pejuang sejati yang hebat.
V
Anakku.
sungguh jalan hidup yang engkau lalui masih sangatlah panjang.
Kemudahan dan hambatan kelak pasti akan menghadang.
Kudoakan hidupmu kelak akan bahagia dan terpadang.
Bangga bagai ksatria yang menang di medan perang.
Anakku sayang, hapuslah airmatamu yang mengalir.
Hanyutkanlah dirimu jalani hidup pasrah bagai air menghilir.
Berjuang keras dalam upaya dan serahkan hasilnya pada taqdir.
Sampai kelak engkau menghadap Tuhanmu ketika hidup berakhir.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Rabu, 18 Mei 2011
157-2011. Tentang Makna Sebuah Kebangkitan (Refleksi Harkitnas)
157-2011. Tentang Makna Sebuah Kebangkitan (Refleksi Harkitnas)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Seorang m urid yang lugu bertanya kepada guru.
Apakah makna yang hakiki dari kebangkitan itu?
Apakah dengan dapat dilihat dari banyaknya tugu.
Ataukah dapat dilihat dari monumen batu-batu.
Sang guru terperangah oleh pemahaman muridnya.
Begitulah pengertian yang didapat dari buku-bukunya.
Tiap tahun ia lihat orang lakukan upacara dengan ramainya.
Setiap pakar akan menyampaikan perbedaan pendapatnya.
II
Sang guru berkata, kebangkitan bangsa bukan hanya perlambang.
Tapi berjuang menjadi bangsa maju dari sebelumnya terbelakang.
Dan didalam pergaulan internasional menjadi bangsa terpandang.
Bukan semakin lama semakin terhina dan jadi bangsa pecundang.
Lihatlah negara yang dulu sama terjajah seperti bangsamu.
Kini mereka telah semakin makmur dan berteknologi maju.
Dalam bersikap terhadap bangsa lain mereka tidak ragu.
Antara semua komponen negeri mereka bersatu padu.
III
Belajarlah pada singa-singa peradaban yang perkasa.
Mereka bangkit dari keadaan yang semula tidak bisa.
Tak perlu berteriak semua berlomba membuat jasa.
Rakyatnyapun merasakan kemakmuran dan sentosa.
Anakku, negeri yang maju bukan sarang para pencuri.
Mereka mensyukuri segala nikmat yang telah Tuhan beri.
Segala potensi dan kelebihan didayagunakan untuk mandiri.
Bukannya malah kekayaan negaranya yang ada dibawa lari.
IV
Mengapa tak mau keluar modal untuk kemajuan teknologi.
Hanya berfikir pendek membeli cari keuntungan dari komisi.
Berlomba-lomba mencari kekayaan materi untuk diri pribadi.
Sungguh itulah penyebab utama tak maju-majunya negeri.
Anakku, kebangkitan sebuah bangsa bukan bualan mudah.
Butuh kerja keras, pengorbanan sampai cucurkan airmata.
Tidak cukup dengan kebudayaan dan banyak biduanita.
Dan Ilmu Pengetahuan yang dilandasi Iman @ Taqwa.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Seorang m urid yang lugu bertanya kepada guru.
Apakah makna yang hakiki dari kebangkitan itu?
Apakah dengan dapat dilihat dari banyaknya tugu.
Ataukah dapat dilihat dari monumen batu-batu.
Sang guru terperangah oleh pemahaman muridnya.
Begitulah pengertian yang didapat dari buku-bukunya.
Tiap tahun ia lihat orang lakukan upacara dengan ramainya.
Setiap pakar akan menyampaikan perbedaan pendapatnya.
II
Sang guru berkata, kebangkitan bangsa bukan hanya perlambang.
Tapi berjuang menjadi bangsa maju dari sebelumnya terbelakang.
Dan didalam pergaulan internasional menjadi bangsa terpandang.
Bukan semakin lama semakin terhina dan jadi bangsa pecundang.
Lihatlah negara yang dulu sama terjajah seperti bangsamu.
Kini mereka telah semakin makmur dan berteknologi maju.
Dalam bersikap terhadap bangsa lain mereka tidak ragu.
Antara semua komponen negeri mereka bersatu padu.
III
Belajarlah pada singa-singa peradaban yang perkasa.
Mereka bangkit dari keadaan yang semula tidak bisa.
Tak perlu berteriak semua berlomba membuat jasa.
Rakyatnyapun merasakan kemakmuran dan sentosa.
Anakku, negeri yang maju bukan sarang para pencuri.
Mereka mensyukuri segala nikmat yang telah Tuhan beri.
Segala potensi dan kelebihan didayagunakan untuk mandiri.
Bukannya malah kekayaan negaranya yang ada dibawa lari.
IV
Mengapa tak mau keluar modal untuk kemajuan teknologi.
Hanya berfikir pendek membeli cari keuntungan dari komisi.
Berlomba-lomba mencari kekayaan materi untuk diri pribadi.
Sungguh itulah penyebab utama tak maju-majunya negeri.
Anakku, kebangkitan sebuah bangsa bukan bualan mudah.
Butuh kerja keras, pengorbanan sampai cucurkan airmata.
Tidak cukup dengan kebudayaan dan banyak biduanita.
Dan Ilmu Pengetahuan yang dilandasi Iman @ Taqwa.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
156-2011. Deklarasi Untuk Partai Politik 2014
156-2011. Deklarasi Untuk Partai Politik 2014
(Kilas Balik Reformasi 21 Mei 1998)
Oleh
Hamdi Akhsan
Hari ini kepada mereka yang punya hati nurani daku serukan.
Kekayaan negeri tanpa merasa bersalah telah dibagi-bagikan.
Begitu banyak mereka yang diberi amanah tak menjalankan.
Tinggallah rakyat jadi objek dan hidup dalam kemelaratan.
Empat belas tahun sudah reformasi terjadi kami bersabar.
Menunggu janji-janjimu manismu akan datang baiknya kabar.
Tatkala pemilu segala janji mensejahterakan engkau umbar.
Dan sampai hari ini sekecil apapun realisasinya tiada kabar.
Betapa angkuhnya kata-katamu kala bicara melukai rakyat.
tak sadar bahwa apa yang engkau sembunyikan kami lihat.
Habiskan uang pajak jalan-jalan keluar negeri untuk maksiat.
Sungguh pembangkanganmu pada Ilahi sudah begitu hebat.
Lihatlah, sebentar lagi gedung yang akan engkau bangun.
Terperangah kami lihat tahu anggarannya lebihi satu trilyun.
Padahal tiap bulan puasa rakyat miskin antri berduyun-duyun.
Sungguh kelak kau akan disula dengan rantai besi berayun.
III
Kami tak tahu lagi harus bicara pada siapa dan berkata apa.
Sekuat apapun teriakan engkau tetap menutup telinga.
Sehebat apapun kritik tidak membuat prilakumu berubah.
Maka satu-satunya jalan adalah perlawanan harus ditata.
Kini,kami telah kehilangan kepercayaan sepenuhnya padamu.
Tak akan lagi kami pilih apapun janji dan darimana partaimu.
Selama ini ada yang seolah memang bersih padahal semu.
Tak akan mempan lagi segala pendekatan dan bujuk rayumu.
IV
Kepada rakyat yang selama ini hanya dijadikan permainan.
Di hari ini gerakan anti partai mari kita deklarasikan.
Adalah hak rakyat untuk tak memperdulikan.
Biarlah nanti keputusan Tuhan berikan.
Rakyat sudah jera dengan dusta-dusta.
Tidak ada yang berubah dengan kata-kata.
Jangan mau lagi hanya dijadikan objek penderita.
Mari bersatu tinggalkan partai membangun negeri tercinta.
Tak ada guna lagi perbaikan- perbaikan yang dijanjikan.
Karena semua permintaan nanti hanya untuk diproyekkan.
Mengisi pundi-pundi untuk pesta pemilihan lima tahunan.
Setelah terpilih lagi mengeruk modal yang telah dikeluarkan.
Wahai rakyat negeri, jangan pernah mau diperbodoh lagi.
Cukuplah tiga kali pemilu lontarkan manisnya janji-janji.
Kenyataannya bertolak belakang dengan apa yang terjadi.
Sungguh kehancuran kini sudah merata di seluruh negeri.
VI
Kami bukanlah rakyat yang begitu bodoh untuk mengerti.
Segala kekayaan alam di negeri ini telah Tuhan beri.
Tapi mengapa rakyat susah mencari sesuap nasi.
Sungguh sebuah ketak adilan yang sakiti hati.
Kemana kami akan pergi menjual hasil alam.
Jalan-jalan kami rusak parah hanya ditambal sulam.
Sedang wakil kami hidup bak dalam kisah 1001 malam.
Sungguh ketdkberdayaan seperti ini yang lahirkan dendam.
VII
Kepada siapapun yang berada dalam partai kami tidak percaya.
Anak-anak kamilah yang saat reformasi kurbankan darah.
Sedang kalian saat itu entah sedang berada dimana.
Sekarang hidup mewah & bergaya pahlawan pula.
Hari ini kunyatakan selamat tinggal partai politik.
Melalui ujung pena daku takkan berhenti mengeritik.
Sampai cita-cita saat reformasi dahulu dapat kembali balik.
Dan rakyat pemilik negeri ini kelak diperlakukan dengan baik.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
(Kilas Balik Reformasi 21 Mei 1998)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini kepada mereka yang punya hati nurani daku serukan.
Kekayaan negeri tanpa merasa bersalah telah dibagi-bagikan.
Begitu banyak mereka yang diberi amanah tak menjalankan.
Tinggallah rakyat jadi objek dan hidup dalam kemelaratan.
Empat belas tahun sudah reformasi terjadi kami bersabar.
Menunggu janji-janjimu manismu akan datang baiknya kabar.
Tatkala pemilu segala janji mensejahterakan engkau umbar.
Dan sampai hari ini sekecil apapun realisasinya tiada kabar.
II
Betapa angkuhnya kata-katamu kala bicara melukai rakyat.
tak sadar bahwa apa yang engkau sembunyikan kami lihat.
Habiskan uang pajak jalan-jalan keluar negeri untuk maksiat.
Sungguh pembangkanganmu pada Ilahi sudah begitu hebat.
Lihatlah, sebentar lagi gedung yang akan engkau bangun.
Terperangah kami lihat tahu anggarannya lebihi satu trilyun.
Padahal tiap bulan puasa rakyat miskin antri berduyun-duyun.
Sungguh kelak kau akan disula dengan rantai besi berayun.
III
Kami tak tahu lagi harus bicara pada siapa dan berkata apa.
Sekuat apapun teriakan engkau tetap menutup telinga.
Sehebat apapun kritik tidak membuat prilakumu berubah.
Maka satu-satunya jalan adalah perlawanan harus ditata.
Kini,kami telah kehilangan kepercayaan sepenuhnya padamu.
Tak akan lagi kami pilih apapun janji dan darimana partaimu.
Selama ini ada yang seolah memang bersih padahal semu.
Tak akan mempan lagi segala pendekatan dan bujuk rayumu.
IV
Kepada rakyat yang selama ini hanya dijadikan permainan.
Di hari ini gerakan anti partai mari kita deklarasikan.
Adalah hak rakyat untuk tak memperdulikan.
Biarlah nanti keputusan Tuhan berikan.
Rakyat sudah jera dengan dusta-dusta.
Tidak ada yang berubah dengan kata-kata.
Jangan mau lagi hanya dijadikan objek penderita.
Mari bersatu tinggalkan partai membangun negeri tercinta.
V
Tak ada guna lagi perbaikan- perbaikan yang dijanjikan.
Karena semua permintaan nanti hanya untuk diproyekkan.
Mengisi pundi-pundi untuk pesta pemilihan lima tahunan.
Setelah terpilih lagi mengeruk modal yang telah dikeluarkan.
Wahai rakyat negeri, jangan pernah mau diperbodoh lagi.
Cukuplah tiga kali pemilu lontarkan manisnya janji-janji.
Kenyataannya bertolak belakang dengan apa yang terjadi.
Sungguh kehancuran kini sudah merata di seluruh negeri.
VI
Kami bukanlah rakyat yang begitu bodoh untuk mengerti.
Segala kekayaan alam di negeri ini telah Tuhan beri.
Tapi mengapa rakyat susah mencari sesuap nasi.
Sungguh sebuah ketak adilan yang sakiti hati.
Kemana kami akan pergi menjual hasil alam.
Jalan-jalan kami rusak parah hanya ditambal sulam.
Sedang wakil kami hidup bak dalam kisah 1001 malam.
Sungguh ketdkberdayaan seperti ini yang lahirkan dendam.
VII
Kepada siapapun yang berada dalam partai kami tidak percaya.
Anak-anak kamilah yang saat reformasi kurbankan darah.
Sedang kalian saat itu entah sedang berada dimana.
Sekarang hidup mewah & bergaya pahlawan pula.
Hari ini kunyatakan selamat tinggal partai politik.
Melalui ujung pena daku takkan berhenti mengeritik.
Sampai cita-cita saat reformasi dahulu dapat kembali balik.
Dan rakyat pemilik negeri ini kelak diperlakukan dengan baik.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
155-2011. Kidung Sunyi Untuk Pahlawan Reformasi
155-2011. Kidung Sunyi Untuk Pahlawan Reformasi
(Jelang 21 Mei 1998-21 Mei 2011)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini aku menangis saksikan hasil benih yang engkau tanam.
Cita-cita mulia yang dahulu engkau perjuangkan kini tenggelam.
Di tangan mereka yang menjadi petualang politik ia terbenam.
Dan keinginanmu untuk bahagiakan rakyat telah makin suram.
Dulu cita muliamu harus ditebus dengan aliran darah dan airmata.
Ayah dan bundamu meratapi kepergian anak mereka tercinta.
Berharap agar kematianmu jadi penebus tercapainya cita.
Namun kini harapan itu telah menyimpang jauh ternyata.
II
Darahmu yang suci dikhianati mereka yang bernama politisi.
Habiskan uang pajak rakyat pergi berbelanja keluar negeri.
Sibuk kumpulkan uang berbagai sumber untuk mencalon lagi.
Bahkan memikirkan bagaimana dalam partai ciptakan sebuah dinasti.
Hari ini keadilan untuk mereka yang tak berpunya jadi barang mahal.
Bagi mereka yang kaya hukum bisa disiasati dengan seribu akal.
Sebagai narapidana kehidupan istimewa bisa didapat bakal.
Sungguh tragis kala hukum dikuasai mereka yang nakal.
III
Hari ini cita-citamu untuk membasmi KKN telah kandas.
Keluarga para politisi telah membentuk dinasti secara jelas.
Jabatan-jabatan penting dan strategis tak mungkin akan dilepas.
Tinggallah rakyat kecil yang kesulitan dan hanya bisa menghela nafas.
Betapa sedihnya, tatkala negeri yang kaya raya menjadi tak berdaya.
Sumber alam bukan dikelola malah diserahkan pada penyewa.
Rakyatnya pergi menjadi kuli dan pembantu di mancanegara.
Dalam penghinaan dan menjadi sapi perah sumber devisa.
IV
Pahlawan Reformasi, inilah negeri yang dulu kau citakan.
Dimana-mana mewabah korupsi yang ingin dulu kau habiskan.
Otonomi ciptakan raja-raja kecil yang hidup dalam kemewahan.
Dan mereka pun mengelola pemerintah bagaikan sebuah kerajaan.
Kalaulah engkau bisa bangkit dari kubur dihari ini kau akan terkejut.
Melihat penentang korupsi angkatanmu dulu kini jadi pengikut.
mungkin mereka memang terdesak atau karena takut.
Namun yang jelas tujuan mulia semula kini tercerabut.
V
Kutuliskan kidung sunyi untukmu yang telah pergi.
Memberitahukan padamu bagaimana kini wajah negeri.
Agar segala pengurbanan darahmu dahulu tidak engkau sesali.
Karena kelak akan datang generasi yang menggugat sepertimu lagi.
Sungguh malang, negeri yang di dalamnya bertumpuk kekayaan.
Namun lemahnya kepastian penegakan hukum dan pemerataan.
Semoga atas semua kedurhakaan ini tidak ditenggelamkan.
Dan datang suatu masa yang membawa kesejahteraan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
(Jelang 21 Mei 1998-21 Mei 2011)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini aku menangis saksikan hasil benih yang engkau tanam.
Cita-cita mulia yang dahulu engkau perjuangkan kini tenggelam.
Di tangan mereka yang menjadi petualang politik ia terbenam.
Dan keinginanmu untuk bahagiakan rakyat telah makin suram.
Dulu cita muliamu harus ditebus dengan aliran darah dan airmata.
Ayah dan bundamu meratapi kepergian anak mereka tercinta.
Berharap agar kematianmu jadi penebus tercapainya cita.
Namun kini harapan itu telah menyimpang jauh ternyata.
II
Darahmu yang suci dikhianati mereka yang bernama politisi.
Habiskan uang pajak rakyat pergi berbelanja keluar negeri.
Sibuk kumpulkan uang berbagai sumber untuk mencalon lagi.
Bahkan memikirkan bagaimana dalam partai ciptakan sebuah dinasti.
Hari ini keadilan untuk mereka yang tak berpunya jadi barang mahal.
Bagi mereka yang kaya hukum bisa disiasati dengan seribu akal.
Sebagai narapidana kehidupan istimewa bisa didapat bakal.
Sungguh tragis kala hukum dikuasai mereka yang nakal.
III
Hari ini cita-citamu untuk membasmi KKN telah kandas.
Keluarga para politisi telah membentuk dinasti secara jelas.
Jabatan-jabatan penting dan strategis tak mungkin akan dilepas.
Tinggallah rakyat kecil yang kesulitan dan hanya bisa menghela nafas.
Betapa sedihnya, tatkala negeri yang kaya raya menjadi tak berdaya.
Sumber alam bukan dikelola malah diserahkan pada penyewa.
Rakyatnya pergi menjadi kuli dan pembantu di mancanegara.
Dalam penghinaan dan menjadi sapi perah sumber devisa.
IV
Pahlawan Reformasi, inilah negeri yang dulu kau citakan.
Dimana-mana mewabah korupsi yang ingin dulu kau habiskan.
Otonomi ciptakan raja-raja kecil yang hidup dalam kemewahan.
Dan mereka pun mengelola pemerintah bagaikan sebuah kerajaan.
Kalaulah engkau bisa bangkit dari kubur dihari ini kau akan terkejut.
Melihat penentang korupsi angkatanmu dulu kini jadi pengikut.
mungkin mereka memang terdesak atau karena takut.
Namun yang jelas tujuan mulia semula kini tercerabut.
V
Kutuliskan kidung sunyi untukmu yang telah pergi.
Memberitahukan padamu bagaimana kini wajah negeri.
Agar segala pengurbanan darahmu dahulu tidak engkau sesali.
Karena kelak akan datang generasi yang menggugat sepertimu lagi.
Sungguh malang, negeri yang di dalamnya bertumpuk kekayaan.
Namun lemahnya kepastian penegakan hukum dan pemerataan.
Semoga atas semua kedurhakaan ini tidak ditenggelamkan.
Dan datang suatu masa yang membawa kesejahteraan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Selasa, 17 Mei 2011
39-2011. Kami Yang Bagaikan Buih
39-2011. Kami Yang Bagaikan Buih
Oleh
Hamdi Akhsan
Tak tahu kepada siapa kuadukan segenap kesedihan ini.
Tentang kehinaan yang melanda umat pilihan Ilahi.
Tentang jumlah yang banyak namun tiada arti.
Tentang iman redup bak pelita jelang mati.
Kekasih, mana Al-Fatih Muda Sang Pembunuh Drakula.
Mana pencinta-Mu yang mengejar indahnya surga.
Mana mereka yang dimalam sunyi ratapkan doa.
Mana mereka yang pada Iblis tiada menyerah.
II
Kini, kami bagaikan buih di tengah samudera raya yang tak berarti.
Musuh-musuh bagai seorang koboi yang menggiring kumpulan sapi.
Jumlah kami begitu banyak, namun sesungguhnya tiada berarti.
Para pemimpinnya asyik bersenang-senang bagaikan tak punya hati.
III
Inikah kami, yang sangat terhina diakhir zaman.
Untuk tegakkan syariah saja banyak yang ketakutan.
apalah lagi untuk rindukan tegaknya kembali kekhalifahan.
Sungguh bagai api yang masih begitu jauh dari panggangan.
Syaitan dan tentaranya bangga menepuk dada.
Begitu banyak pemimpin agama yang telah berubah.
Hidup dalam kemewahan dan dipenuhi limpahan harta.
Dan mereka tidak mengambil pelajaran dari kisah Tsa'labah.
IV
Kekasih, bagaimana kami akan percaya ucapan para pendakwah.
Tatkala umat ini melihat antara harimau dan ular hidup serumah.
terkadang seolah-olah mereka bertengkar sebagai sandiwara.
Di belakang panggung mereka berjabat tangan tertawa gembira.
Bagaimana akan muncul kewibawaan yang lahirkan keseganan.
Ketika yang sedang diberi kuasa amat miskin keteladanan.
Sering bertentangan antara kata-kata dan perbuatan.
Sebuaah tindakan yang amat dibenci oleh Tuhan.
V
Kini tak tahu kepada siapa lagi umat akan adukan kepedihan.
Tatkala hak-hak mereka yang kecil dan lemah diabaikan.
Tatkala dalam berperkara dapatkan ketidakadilan.
Sungguh sebuah kepedihan yang memilukan.
Kekasih,dalam kesedihan zaman Ghuroba hamba meminta.
Berilah kami pemimpin yang dalam hatinya penuh cinta.
Yang pada penderitaan rakyat tak menutup mata.
Yang membawa umat ini mencapai cita-cita.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tak tahu kepada siapa kuadukan segenap kesedihan ini.
Tentang kehinaan yang melanda umat pilihan Ilahi.
Tentang jumlah yang banyak namun tiada arti.
Tentang iman redup bak pelita jelang mati.
Kekasih, mana Al-Fatih Muda Sang Pembunuh Drakula.
Mana pencinta-Mu yang mengejar indahnya surga.
Mana mereka yang dimalam sunyi ratapkan doa.
Mana mereka yang pada Iblis tiada menyerah.
II
Kini, kami bagaikan buih di tengah samudera raya yang tak berarti.
Musuh-musuh bagai seorang koboi yang menggiring kumpulan sapi.
Jumlah kami begitu banyak, namun sesungguhnya tiada berarti.
Para pemimpinnya asyik bersenang-senang bagaikan tak punya hati.
III
Inikah kami, yang sangat terhina diakhir zaman.
Untuk tegakkan syariah saja banyak yang ketakutan.
apalah lagi untuk rindukan tegaknya kembali kekhalifahan.
Sungguh bagai api yang masih begitu jauh dari panggangan.
Syaitan dan tentaranya bangga menepuk dada.
Begitu banyak pemimpin agama yang telah berubah.
Hidup dalam kemewahan dan dipenuhi limpahan harta.
Dan mereka tidak mengambil pelajaran dari kisah Tsa'labah.
IV
Kekasih, bagaimana kami akan percaya ucapan para pendakwah.
Tatkala umat ini melihat antara harimau dan ular hidup serumah.
terkadang seolah-olah mereka bertengkar sebagai sandiwara.
Di belakang panggung mereka berjabat tangan tertawa gembira.
Bagaimana akan muncul kewibawaan yang lahirkan keseganan.
Ketika yang sedang diberi kuasa amat miskin keteladanan.
Sering bertentangan antara kata-kata dan perbuatan.
Sebuaah tindakan yang amat dibenci oleh Tuhan.
V
Kini tak tahu kepada siapa lagi umat akan adukan kepedihan.
Tatkala hak-hak mereka yang kecil dan lemah diabaikan.
Tatkala dalam berperkara dapatkan ketidakadilan.
Sungguh sebuah kepedihan yang memilukan.
Kekasih,dalam kesedihan zaman Ghuroba hamba meminta.
Berilah kami pemimpin yang dalam hatinya penuh cinta.
Yang pada penderitaan rakyat tak menutup mata.
Yang membawa umat ini mencapai cita-cita.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
154-2011. Kepada Langit Yang Membisu Aku Bertanya?
154-2011. Kepada Langit Yang Membisu Aku Bertanya?
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kepada bintang-bintang nun jauh di cakrawala daku bertanya.
Tentang ribuan tahun perjalanan sejarah umat manusia.
Tentang mereka yang dirahmati dan yang binasa.
Tentang pencinta Ilahi dan para pendosa.
Kepada Langit yang membisu aku bertanya.
Tentang benda-benda langit yang teratur nan indah.
Tentang melimpahnya ikan dan mutiara didalam samudera.
Dan tentang peradaban bumi yang diserahkan kepada manusia.
II
Kepada bintang daku bertanya prahara masa lalu yang mengerikan.
Tatkala umat Nabi Nuh yang membangkang dahulu ditenggelamkan.
Tentang Negeri Sodom dan Gomorah yang dengan cepat dibalikkan.
Dan tentang Firaun dan tentaranya yang perkasa ditenggelamkan.
Kepada angin pengembara segenap penjuru bumi aku bertanya.
Tentang perisitwa kematian Namrudz yang berakhir hina.
Tentang penderitaan sang penjagal Sharon yang koma.
Tentang kezaliman akibatkan syahidnya Osama.
III
Kepada awan dilangit nan biru ingin kutanyakan masa lalu.
Dimana hutan rimba yang dulu menjaga bumi hilang bagai hantu.
Dimana sungai-sungai yang dahulu gemericik menghibur hati nan sendu.
Dimana surau-surau kecil tempat dahulu dmalam sunyi para pencinta mengadu.
Kepada gunung yang jadi saksi pergantian penduduk dikakinya aku bertanya.
Kemana mereka yang dulu dihormati karena banyaknya kekayaannya.
Kemana perginya para pemimpin yang ditakuti karena tentaranya.
Kemana para permaisuri yang cantik karena perhiasannya.
IV
Satu jawaban yang pasti dari bintang,gunung, dan awan.
Mereka semua telah pergi dari dunia menuju ke alam kematian.
Tiada seorang pun yang membawa harta, tentara, dan perhiasan.
Dan tak seorangpun manusiapun luput dari beratnya pertanggungjawaban.
Mereka yang dulu berkuasa, kaya, cantik berubah jadi onggokan tengkorak.
Jangankan memerintah, tulangnya pun begitu lemah terserak-serak.
Sesekali dalam kesunyian malam mereka melolong sakit berteriak.
Sungguh beruntung mereka yang beriman dan gunakan otak.
V
Kepada bintang-bintang nun jauh di cakrawala aku bertanya.
Mengapa ribuan tahun sangat banyak manusia tak jera-jeranya.
Menjadikan syaitan sebagai sekutu beserta para balatentaranya.
Dan membuatnya tertipu sampai kematian pun mendatanginya.
Itulah wujud pertempuran abadi dari masa adam sampai kiamat.
Dendam iblis membara sepanjang zaman karena telah dilaknat.
Sungguh beruntung mereka yang bertahan dan imannya kuat.
Dan akan mensyukuri atas ganjaran yang diterima di akherat.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kepada bintang-bintang nun jauh di cakrawala daku bertanya.
Tentang ribuan tahun perjalanan sejarah umat manusia.
Tentang mereka yang dirahmati dan yang binasa.
Tentang pencinta Ilahi dan para pendosa.
Kepada Langit yang membisu aku bertanya.
Tentang benda-benda langit yang teratur nan indah.
Tentang melimpahnya ikan dan mutiara didalam samudera.
Dan tentang peradaban bumi yang diserahkan kepada manusia.
II
Kepada bintang daku bertanya prahara masa lalu yang mengerikan.
Tatkala umat Nabi Nuh yang membangkang dahulu ditenggelamkan.
Tentang Negeri Sodom dan Gomorah yang dengan cepat dibalikkan.
Dan tentang Firaun dan tentaranya yang perkasa ditenggelamkan.
Kepada angin pengembara segenap penjuru bumi aku bertanya.
Tentang perisitwa kematian Namrudz yang berakhir hina.
Tentang penderitaan sang penjagal Sharon yang koma.
Tentang kezaliman akibatkan syahidnya Osama.
III
Kepada awan dilangit nan biru ingin kutanyakan masa lalu.
Dimana hutan rimba yang dulu menjaga bumi hilang bagai hantu.
Dimana sungai-sungai yang dahulu gemericik menghibur hati nan sendu.
Dimana surau-surau kecil tempat dahulu dmalam sunyi para pencinta mengadu.
Kepada gunung yang jadi saksi pergantian penduduk dikakinya aku bertanya.
Kemana mereka yang dulu dihormati karena banyaknya kekayaannya.
Kemana perginya para pemimpin yang ditakuti karena tentaranya.
Kemana para permaisuri yang cantik karena perhiasannya.
IV
Satu jawaban yang pasti dari bintang,gunung, dan awan.
Mereka semua telah pergi dari dunia menuju ke alam kematian.
Tiada seorang pun yang membawa harta, tentara, dan perhiasan.
Dan tak seorangpun manusiapun luput dari beratnya pertanggungjawaban.
Mereka yang dulu berkuasa, kaya, cantik berubah jadi onggokan tengkorak.
Jangankan memerintah, tulangnya pun begitu lemah terserak-serak.
Sesekali dalam kesunyian malam mereka melolong sakit berteriak.
Sungguh beruntung mereka yang beriman dan gunakan otak.
V
Kepada bintang-bintang nun jauh di cakrawala aku bertanya.
Mengapa ribuan tahun sangat banyak manusia tak jera-jeranya.
Menjadikan syaitan sebagai sekutu beserta para balatentaranya.
Dan membuatnya tertipu sampai kematian pun mendatanginya.
Itulah wujud pertempuran abadi dari masa adam sampai kiamat.
Dendam iblis membara sepanjang zaman karena telah dilaknat.
Sungguh beruntung mereka yang bertahan dan imannya kuat.
Dan akan mensyukuri atas ganjaran yang diterima di akherat.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
153-2011. Hentikanlah Dusta Itu (Kepada Pemimpin)
153-2011. Hentikanlah Dusta Itu (Kepada Pemimpin)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Berhentilah bermain-main dengan amanah yang diberikan padamu.
Karena ia akan membakar habis sampai ke tulang-tulangmu.
Yang akan membawa penderitaan nan abadi untukmu.
Dan tiada seorangpun kelak akan menolongmu.
Berhentilah bermain kata untuk alihkan masalah.
Berhentilah bersilat lidah tutupi program yang salah.
Karena lidah yang berbohong itu kelak akan berlubang disula.
Dan yang tinggal hanya penyesalan dalam perihnya siksa di neraka.
II
Berhentilah engkau menganggap enteng firman-firman Tuhan.
Kelak engkau akan menyesalinya setelah datang kematian.
Tatkala tiada lagi kebenaran yang bisa kau sembunyikan.
Tatkala nanti terbuka semua buruknya perbuatan.
Berhentilah bermewahan ditengah penderitaan.
Karena Tuhan sangat tidak suka dengan ketidakaadilan.
Setiap rakyatmu yang kelaparan kelak akan ajukan tuntutan.
Yang bagimu kelak pasti akan menimbulkan sangat banyak kesulitan.
III
Pemimpin, berhentilah pura-pura simpati dengan datangnya musibah.
Kau lapis wajah dengan bedak pucat apabila terkena cahaya.
Rambutmu sengaja dibuat kusut seolah-olah merasa iba.
Dan di depan televisi rakyatmu menjadi terkesima.
Pemimpin, kalau engkau memang takut akherat.
Mengapa tak sungguh-sungguh engkau tunaikan amanat.
Bekerja keras mengunjungi dan santuni rakyatmu yang melarat.
Daripada sibuk mencari muka berkunjung ke negara-negara barat.
IV
Pemimpin, hentikanlah dusta dengan memanipulasi angka-angka.
Karena negara yang bersih distribusi pendapatan cukup merata.
Tidaklah dalam jurang menganga antara si miskin dan kaya.
Dan hukum pun tidak berpihak kepada yang berpunya.
Apapun katamu.Hanya bisa menipu fikiran sedikit orang.
Mereka yang tahu hanya mengelus dada tanda keperihatinan.
Di negeri yang amat kaya dan subur rakyat hidup dalam kemiskinan.
Walaupun telah bekerja sekuat tenaga tetap dalam ketakberdayaan.
V
Pemimpin, tahukah engkau mengapa kebusukan sampai ke level bawah.
Apapun perintahmu untuk menegakkan hukum tak ada wibawa.
Itu karena anak buahmu diam-diam semuanya tertawa.
Atas perintah yang tidak selaras perbuatan dan kata.
Pemimpin, kalau engkau ingin dihormati dan ditaati.
Mulailah semuanya dari dalam diri dan keluargamu sendiri.
Jadilah pemimpin yang sederhana yang rajin pergi silaturahmi.
Tak perlu membawa pengawal tinggi besar dan pasukan se kompi.
VI
Pemimpin,sehebat-hebatnya dirimu. kematian kelak akan datang.
Semua penjilat di sekelilingmu semuanya akan menghilang.
Datanglah malaikat Ilahi yang tak perlu engkau undang.
Menuntut tanggungjawab jabatan yang kau sandang.
Belumlah terlambat bagimu untuk memulai perbaikan.
sebagaimana dahulu khulafaur Rasyidin diamanahkan.
Siang dan malam kepedihan rakyat mereka fikirkan.
Hasilnya kemakmuran dan keadilan yang didapatkan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Berhentilah bermain-main dengan amanah yang diberikan padamu.
Karena ia akan membakar habis sampai ke tulang-tulangmu.
Yang akan membawa penderitaan nan abadi untukmu.
Dan tiada seorangpun kelak akan menolongmu.
Berhentilah bermain kata untuk alihkan masalah.
Berhentilah bersilat lidah tutupi program yang salah.
Karena lidah yang berbohong itu kelak akan berlubang disula.
Dan yang tinggal hanya penyesalan dalam perihnya siksa di neraka.
II
Berhentilah engkau menganggap enteng firman-firman Tuhan.
Kelak engkau akan menyesalinya setelah datang kematian.
Tatkala tiada lagi kebenaran yang bisa kau sembunyikan.
Tatkala nanti terbuka semua buruknya perbuatan.
Berhentilah bermewahan ditengah penderitaan.
Karena Tuhan sangat tidak suka dengan ketidakaadilan.
Setiap rakyatmu yang kelaparan kelak akan ajukan tuntutan.
Yang bagimu kelak pasti akan menimbulkan sangat banyak kesulitan.
III
Pemimpin, berhentilah pura-pura simpati dengan datangnya musibah.
Kau lapis wajah dengan bedak pucat apabila terkena cahaya.
Rambutmu sengaja dibuat kusut seolah-olah merasa iba.
Dan di depan televisi rakyatmu menjadi terkesima.
Pemimpin, kalau engkau memang takut akherat.
Mengapa tak sungguh-sungguh engkau tunaikan amanat.
Bekerja keras mengunjungi dan santuni rakyatmu yang melarat.
Daripada sibuk mencari muka berkunjung ke negara-negara barat.
IV
Pemimpin, hentikanlah dusta dengan memanipulasi angka-angka.
Karena negara yang bersih distribusi pendapatan cukup merata.
Tidaklah dalam jurang menganga antara si miskin dan kaya.
Dan hukum pun tidak berpihak kepada yang berpunya.
Apapun katamu.Hanya bisa menipu fikiran sedikit orang.
Mereka yang tahu hanya mengelus dada tanda keperihatinan.
Di negeri yang amat kaya dan subur rakyat hidup dalam kemiskinan.
Walaupun telah bekerja sekuat tenaga tetap dalam ketakberdayaan.
V
Pemimpin, tahukah engkau mengapa kebusukan sampai ke level bawah.
Apapun perintahmu untuk menegakkan hukum tak ada wibawa.
Itu karena anak buahmu diam-diam semuanya tertawa.
Atas perintah yang tidak selaras perbuatan dan kata.
Pemimpin, kalau engkau ingin dihormati dan ditaati.
Mulailah semuanya dari dalam diri dan keluargamu sendiri.
Jadilah pemimpin yang sederhana yang rajin pergi silaturahmi.
Tak perlu membawa pengawal tinggi besar dan pasukan se kompi.
VI
Pemimpin,sehebat-hebatnya dirimu. kematian kelak akan datang.
Semua penjilat di sekelilingmu semuanya akan menghilang.
Datanglah malaikat Ilahi yang tak perlu engkau undang.
Menuntut tanggungjawab jabatan yang kau sandang.
Belumlah terlambat bagimu untuk memulai perbaikan.
sebagaimana dahulu khulafaur Rasyidin diamanahkan.
Siang dan malam kepedihan rakyat mereka fikirkan.
Hasilnya kemakmuran dan keadilan yang didapatkan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
150-2011. Cinta Yang Kudamba
150-2011. Cinta Yang Kudamba
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Untaian pasir gurun memutih terpanggang panas mentari sepanjang waktu.
Pasrah diterbangkan badai mengikuti kehendak-Nya sejak masa lalu.
Menjadi saksi hancur danb bangkitnya peradaban sejak dahulu.
Dan kala segala kepedihan berakhir ia tetap diam membisu.
Adalah peristiwa kebangkitan dan kemusnahan terjadi.
Kaum yang pernah jaya suatu saat akan bangkit lagi.
Bagaikan kerinduan dan cinta yang Maulana Rumi.
Rindukan Sang Guru Syamsuddin yang dirahmati.
Yang telah pergi meninggalkannya tak kembali.
II
Kepedihan perpisahan lahirkan 50.000 Matsnawi.
Agungkan kebesaran & cinta Ilahi Yang Maha Suci.
Sepanjang masa torehkan karya agung yang abadi.
Bagian dari kerinduan jiwa pada-Nya yang tiada terperi.
Adalah cinta menginspirasi ribuan mujahid lintasi gurun arabia.
Pergi berperang mencari kesyahidan atau cahaya Ilahi jadi mulia.
Atau kidung cinta yang turunkan makanan surga Rabiatul Adawiyah.
Cinta yang yakinkan Ibrahim tinggalkan Hajjar dan Ismail di sunyinya Mekkah.
III
Cinta jualah yang membuat Syah Jehan membangun Taj Mahal yang Indah.
Cinta jualah teguhkan Laksamana Khairuddin Barbarosa jelajahi Eropa.
Karena cinta jua Sumayyah rela menjadi syahidah yang pertama.
Karena cinta Billal tak sanggup azan sepeninggal Rasulullah.
Adalah cinta-Nya yang tebarkan rahmat pada semesta.
Karena cinta bunda seorang anak cucurkan airmata.
Karena cinta seorang pujangga lahirkan ribuan kata.
Dan karena cinta lah seorang insan rela menderita.
IV
Dalam hidup duniawi yang pasti akan berakhir fana.
Manusia tertipu mengejar harta yang akan musnah.
Lalaikan cinta Ilahi yang abadi dan akan berbuah surga.
Dan habiskan sepanjang usia demi kecintaan pada manusia.
Betapa indahnya cinta yang berisi kekuatan untuk membahagiakan.
Yang setiap detiknya selalu dipenuhi semangat dan jiwa pengurbanan.
Mengharap ridho dan kasih sayang Ilahi sebagai transaksi yang telah dijanjikan.
Yang tak pernah diingkari sebagaimana telah tertoreh abadi dalam kitab Alquran.
V
Kudamba cinta yang sanggup menemaniku dalam gelap dan sempitnya kubur.
Kucari cinta membuat benih cahaya-Mu kelak akan tumbuh semakin subur.
Tiada takut dicerca dan tidak menjadi bangga bila dipuji dan takabbur.
Dan cinta yang membawa pada ampunan Ilahi Yang Maha Ghafur.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Untaian pasir gurun memutih terpanggang panas mentari sepanjang waktu.
Pasrah diterbangkan badai mengikuti kehendak-Nya sejak masa lalu.
Menjadi saksi hancur danb bangkitnya peradaban sejak dahulu.
Dan kala segala kepedihan berakhir ia tetap diam membisu.
Adalah peristiwa kebangkitan dan kemusnahan terjadi.
Kaum yang pernah jaya suatu saat akan bangkit lagi.
Bagaikan kerinduan dan cinta yang Maulana Rumi.
Rindukan Sang Guru Syamsuddin yang dirahmati.
Yang telah pergi meninggalkannya tak kembali.
II
Kepedihan perpisahan lahirkan 50.000 Matsnawi.
Agungkan kebesaran & cinta Ilahi Yang Maha Suci.
Sepanjang masa torehkan karya agung yang abadi.
Bagian dari kerinduan jiwa pada-Nya yang tiada terperi.
Adalah cinta menginspirasi ribuan mujahid lintasi gurun arabia.
Pergi berperang mencari kesyahidan atau cahaya Ilahi jadi mulia.
Atau kidung cinta yang turunkan makanan surga Rabiatul Adawiyah.
Cinta yang yakinkan Ibrahim tinggalkan Hajjar dan Ismail di sunyinya Mekkah.
III
Cinta jualah yang membuat Syah Jehan membangun Taj Mahal yang Indah.
Cinta jualah teguhkan Laksamana Khairuddin Barbarosa jelajahi Eropa.
Karena cinta jua Sumayyah rela menjadi syahidah yang pertama.
Karena cinta Billal tak sanggup azan sepeninggal Rasulullah.
Adalah cinta-Nya yang tebarkan rahmat pada semesta.
Karena cinta bunda seorang anak cucurkan airmata.
Karena cinta seorang pujangga lahirkan ribuan kata.
Dan karena cinta lah seorang insan rela menderita.
IV
Dalam hidup duniawi yang pasti akan berakhir fana.
Manusia tertipu mengejar harta yang akan musnah.
Lalaikan cinta Ilahi yang abadi dan akan berbuah surga.
Dan habiskan sepanjang usia demi kecintaan pada manusia.
Betapa indahnya cinta yang berisi kekuatan untuk membahagiakan.
Yang setiap detiknya selalu dipenuhi semangat dan jiwa pengurbanan.
Mengharap ridho dan kasih sayang Ilahi sebagai transaksi yang telah dijanjikan.
Yang tak pernah diingkari sebagaimana telah tertoreh abadi dalam kitab Alquran.
V
Kudamba cinta yang sanggup menemaniku dalam gelap dan sempitnya kubur.
Kucari cinta membuat benih cahaya-Mu kelak akan tumbuh semakin subur.
Tiada takut dicerca dan tidak menjadi bangga bila dipuji dan takabbur.
Dan cinta yang membawa pada ampunan Ilahi Yang Maha Ghafur.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan