Minggu, 08 Mei 2011

138-2011. Tinggal Kenangan (Syair Lingkungan)

138-2011. Tinggal Kenangan (Syair Lingkungan)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan

I
Alam negeri yang subur telah  sekarat menjelang mati.
Generasi zaman ini tak tahu  lagi dengan kayu meranti.
Tak tahu kayu tembesu yang  kerasnya bagaikan besi.
Pohon-pohon  cendana  yang harum  tak tampak lagi.

Kelak, kicau burung pungguk yang menghias malam telah menghilang.
Bagai kini di angkasa luas tak terdengar lagi pekikan burung elang.
Atau siulan  indah burung  murai  menyambut  datangnya siang.
Sungguh alam telah hancur luluh akibat nafsu manusia jalang.

II
Tak  terdengar  lagi pekikan rimba  siamang  di tebing-tebing.
Ataupun kodok bernyanyi sambut berakhirnya musim kering.
Dan   menyambut pagi melompat-lompat  burung  Srigunting.
Kini  telah  hilang  keseimbangan  alam yang  begitu  penting.

Adalah  kebodohan  memindahkan  hewan ke taman-taman.
Jadikan manusia yang  mulia berubah  menjadi pelayan hewan.
Pada  makhluk yang lebih rendah derajatnya  kita memberi makan.
Sungguh  sebuah  perilaku aneh dan tak  rasional yang  menyesakkan.

III
Kalaulah hewan dan tumbuhan bisa bicara.
Mereka akan tertawakan kebodohan manusia.
Hutan yang gratis dibabat habis  sampai musnah.
Setelah itu buat hutan lagi keluarkan banyak biaya.

Tebing-tebing dihancurkan dan sungai pun mengering.
Habiskan  segalanya dan musnahkan tempat trenggiling.
Tiada lagi embun pagi nan sejuk disaat fajar menyingsing.
Sungai-sungai besar pun mengecil tak  lebih seperti siring.

IV
Pergantian musim jadi kacau dan tak harmoni seperti dulu.
Para petani  yang tak berdaya  hanya bisa  menangis pilu.
Tanda-tanda alam untuk awali aktivitas sudah tak tentu.
Musibah yang datang pun sudah tak mengenal waktu.

Semua terjadi  karena keserakahan umat manusia.
Yang tak mendengar firman dan bijaknya kata.
Yang lupa  bahwa mereka akan menderita.
Akibat perbuatannya yang sesuka-suka.

V
Dalam masa yang tidak lama lagi yang tinggal hanyalah kenangan dan cerita.
Tentang pemandangan alam yang  seimbang pernah ada di suatu masa.
Tentang aneka  hewan dan tumbuhan yang menjadi penyejuk mata.
Yang dahulu lama bertahan karena semua dengan kitab suci ditata.

Kini, disaat bangun pagi pekatnya  udara  polusi langsung terasa.
Serangga yang bertahan adalah yang beracun & kebal pestisida.
Hewan-hewan yang  bertahan adalah  mereka yang lemah raga.
Bumi makin  panas dihiasi gedung tinggi  dibuat dengan bangga.

VI
Berhati-hatilah manusia bumi kala  kesimbangan  menghilang.
Makhluk-makhluk ciptaan Allah juga yang bernasib malang.
Hukum Ilahi pun  dilanggar dan  lakukan apa yang dilarang.
Kelak hanya tinggal bumi yang sekarat kering kerontang.

Peringatan demi  peringatan  Ilahi telah  didatangkan.
Sebagaimana kaum dahulu sebelum dimusnahkan.
Betapa  mudah  bagi  Allah  menenggelamkan.
Karena negeri kita ini dikelilingi oleh lautan.

VII
Adalah saatnya untuk kembali.
Patuhi  seruan  dari  kitab suci.
Sebelum  datangnya  janji hari.
Ketika taubat tak diterima lagi.

Dan yang  tinggal  hanya  sesal.
Di kehidupan akhir yang kekal.
Betapa  ratap  tak  guna bakal.
Karena  semuanya sudah  final.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar