Minggu, 01 Mei 2011

125-2011. Hormatku Padamu Buruh

125-2011. Hormatku Padamu Buruh

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan

I
Tubuh menghitam legam dibakar terik matahari.
Bekerja berat sejak pagi hingga sore hari.
Itulah nasib para buruh konstruksi.
Untuk  mencari sesuap nasi.
Merubah wajah negeri.
Kadang harus mati.
Tanpa diketahui.

II
Pekerja!sebutan.
Hanya tuk hiburan.
Bukannya peningkatan.
Hanya sebuah peristilahan.

Sedang nasibnya tetaplah marginal.
Apabila menderita sakit segala akan terjual.
Peras keringat dan air mata demi pemilik modal.

III
Untuk  menghibur  hati  kemudian digantilah istilah.
Yang dulu  babu diganti  pembantu  rumah  tangga.
Istilah kuli  diganti  baru  dengan  sebutan pekerja.
Pelayan toko pun diganti pula menjadi pramuniaga.

Hanya istilah saja yang berganti menadi hebat.
Kehidupan ekonomi mereka tetap sekarat.
Bahkan terlantar tak mampu berobat.

IV
Sungguh   nasib   yang   mengenaskan.
Ketika harus jalani hidup tanpa pilihan.
Namun  walau  berupaya  tiada  jalan.
Harus dijalani walau  dengan tangisan.

Padamu wahai yang diberi kelapangan.
Berikanlah hak mereka dan jangan ditahan.
Karena doa mereka akan kelak akan dikabulkan.
Dan posisi kehidupan  manusia kelak akan dibalikkan.

V
Buruh tani, tanpamu takkan kami rasakan harumnya nasi.
Tanpamu harus didatangkan pula beras dari luar negeri.
Engkau bekerja tak lelah sepanjang pagi & sore hari.
Walau tak dapatkan perlindungan petinggi negeri.

Demikian juga kalian wahai buruh bangunan.
Yang keselamatanmu ada dalam ancaman.
Yang tak bisa  bangkit dari  kemiskinan.
Sungguh ironi di negara berkeadilan.

VI
Untukmu  wahai  buruk  pabrik.
Bekerja dicemari  bahan plastik.
Atau terbakar oleh panas terik.
Sungguh membuat hati terusik.

Besar jasamu tenaga kerja wanita.
Kalian  merupakan pahlawan devisa.
Banyak yang  diam kala kalian disiksa.
Sungguh petinggimu telah kehilangan rasa.

VII
Di hari ini, pada Tuhan kutadahkan tangan.
Moga tercapai citamu dalam  perjuangan.
Sejahtera cukup sandang  dan pangan.
Upah yang layak membuat seyuman.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar