Sabtu, 15 Januari 2011

20-2010. SYAIR RINDU AYAH

20-2010. SYAIR RINDU AYAH

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan

Rindu Ayah
I
Tatkala syair mulai kutulis,
kata pertama awalnya baris.
rindu hatiku rasa teriris,
teringat ayah daku menangis.

Dengarlah kisah dimasa masa lalu,
bila terkenang hatiku pilu,
kepada ayah teringat selalu,
di hari siang ataupun dalu.

Duapuluhdua tahun berlalu sudah,
Segala yang ada sudah berubah,
yang dulu menetap sudah berpindah,
yang dulu hidup kini tiada.

II
Namun ayahanda tetap terkenang,
pabila rindu ananda gamang,
teringat dulu saat ditimang,
dipeluk manja dibelai sayang.

Pernah padaku bertutur ibu,
ananda lahir di talang duku,
Kabupatennya bernama OKU,
pada jam tiga di akhir dalu.

Dimasa kecil sering berkoreng,
mandinya kami di sungai komering,
mencari ikan sangatlah sering,
sampai menggigil badanku gering.

III
ayah....
Teringat ananda pada sosokmu,
pantang menyerah itu cirimu,
penuh disiplin itu watakmu,
rapi dan bersih penampilanmu.

Ketika ananda mulai mengingat,
terkenang ayahanda penuh semangat,
dalam keluarga selalu hangat,
bertanggungjawab pastilah sangat.

Sosok ayahanda memang idola,
bekerja keras tak pernah lelah,
tunjuki jalan bila tersalah,
terhadap keluarga selalu membela.

IV
Diajar kami tuk sederhana,
kalaulah marah jangan menghina,
karena tiada makhluk sempurna,
semuanya sama sifatnya fana.

Ketika diri beranjak besar,
dididik kami tiada kasar,
pergi mengaji yang dasar-dasar,
supaya kelak tidak kesasar.

Belajar juga hamba mencari,
dagang keliling kami diberi,
berjalan dibawah terik di matahari,
bersyukur hamba terdidik diri.

V
Walaupun hidup yang bersahaja,
tak mampu buat kami bermanja,
tapi hasilnya jiwa membaja,
sanggup bertahan dimana saja.

Sungguh terkenang dikau yang tegar,
menjadi guru selalu mengajar,
mendidik anak supaya pintar,
agar hidupnya tidak terlantar.

Bersyukur kami kepada Allah,
diberi ayah selalu membela,
rajin mencari tak pernah lelah,
terhadap coba tak pernah kalah.

VI
Setiap saat dikau berpesan,
dengan saudara hidup serasan,
kanan dan kiri jangan lalaikan,
 hidup dirimu kan dimudahkan.

Dididik kami menjaga lidah,
sopan bertutur kepada bunda,
selalu sayang pada yang muda,
tidak berlebih bila bercanda.

Sungguh menjadi kenangan indah,
bagai senandung elok senada,
menjadi pemacu bagi ananda,
setelah tua maupun muda.

VII
Ketika sudah mulai baligh,
ayah ajari gaul yang baik,
terhadap kami adik-beradik,
demikian cara kami dididik.

Pada wanita jangan disentuh,
piring yang pecah tak bisa utuh,
nanti menyesal bak langit runtuh,
sulit tuk bangkit bila telah jatuh.

Sungguh berat ketika terjadi,
belum dewasa ayanda pergi,
pergi selamanya tiada kembali,
dipanggil pulang hadap Ilahi.

VIII

Bumi dipijak terasa gelap,
ingin rasanya nanda meratap,
membenci langit yang tiada beratap,
apalah daya taqdir telah tetap.

Tetapi adanya masih terasa,
mendidik kami agar perkasa,
tak jadi lemah ditelan masa,
tak pula cita jadi binasa.

Terima kasih wahai ayahanda,
mendidik dakui benarlah sudah,
semoga disana engkau berbangga,
menuai amal berbuah surga.

IX
Dimalam sunyi nanda bermenung,
memohon pada yang Maha Agung,
kira ayah disana beruntung,
mendapat balasan pahala segunung.

Berharap nanda ayah bahagia,
dalam ampunan dan naungan-Nya
,diberi lapang dalam kuburnya,
didamping oleh malaikat-Nya.

Ayahanda tercinta yang nanda rindu,
dalam jiwaku masihlah sendu,
teringat engkau dimasa lalu,
yang telah pergi lebih dahulu.

X
Disaat nanda ke tanah suci,
ayahanda dibawa di badal haji,
bersama bunda yang juga pergi,
kami berdoa sepanjang hari.

Maafkan nanda tiada sempat,
merawat ayah dimasa kuat,
doa dan harap terus dipanjat,
agar ayahanda dapat selamat.

Berat hatiku untuk bersyair,
tak mampu nanda untuk mengukir,
kata yang cukup untuk difikir,
lukiskan ayah secara mahir.

Terakhir nanda bacakan doa,
bahagia ayah hidup disana,
bersama mereka disisi Allah,
akherat kelak mendapat surga.

Muara Pinang,2010
Hamba Allah


Hamdi Akhsan

tidur dengan ayah

0 komentar:

Posting Komentar