Kamis, 30 Juni 2011

222-2011. Senandung Pagi (1)

222-2011. Senandung Pagi (1)
                  
                 Oleh
                 Hamdi Akhsan

 














I
Pagi yang indah dalam hijaunya dedaunan basah.
Burung-burung pun berkicau aneka nada.
Sambut sang mentari yang bersinar cerah.
Seolah di dunia ini tiada makhluk yang sengsara.

Hati? Seiring berlalunya malam kepedihanpun tersembunyi.
Nanti, bila kegelapan datang yang tersembunyi muncul lagi.
Mengonyak dan  meluluhkan kekuatan  dan ketegaran diri.
Serta memunculkan sisi  yang terdalam dari sifat manusiawi.
 
II
Pintu rumah  dan jendela-jendela  terbuka  sambut  sang surya.
Seolah dari rumah yang semalam ada tangis telah  terusir duka.
Para  penghuni  mengawali kehidupan  dalam canda  dan tawa.
Sebuah permainan  waktu silih berganti dalam aneka peristiwa.

Banyak rahasia terpendam di dalam malam.
Tak terlihat karena bercampur gelap nan hitam.
Mata tertutup rapat namun muncul gambaran suram.
Dan lintasan peristiwa yang perih bagai luka yang disiram.
 
III
Mengapa  ada misteri  yang selalu  muncul dalam dekapan  malam?
Kenangan perih dan manis muncul dari memori  yang terpendam.
Luka jiwa begitu sulit terhapus dari susunan ingatan terdalam.
Dan saat tertidur airmata pun jatuh bak beningnya pualam.

Dalam terangnya siang akal jadi pemimpin.
Menyusuri tiap jengkal bumi sebagai musafirin.
Ada bagian sendiri  untuk yang kaya dan miskin.
Tak tertukar takdir yang telah tertulis haqqul yakin.
 
IV
Ada dua wilayah  pergantian waktu matahari.
Tatkala tiba petang dan saat munculnya pagi.
Waspadalah  manusia di garis perbatasan ini.
Karena makhluk ghaib memasuki nafsu yang tak diberkati.

Adalah penting bagi jiwa untuk selalu dipertajam.
Melalui tafakkur atau berfikir dalam diam.
Berzikir diujung lidah atau hati di dalam.
Agar terhindar dari bencana yang ada di alam.
 
V
Dalam doa kepada pemilik semesta.
Keselamatan dan bimbingan yang hamba pinta.
Jauhkan hidup ini dari perihnya derita.
Tetapkanlah hidayahmu sampai kelak menutup mata.

Wahai pemilik segala yang di langit dan di bumi.
Berilah hamba kebaikan disaat petang dan pagi.
Berilah hamba iman dalam istiqamahnya hati.
Untuk senantiasa hidup di bawah tuntunan Ilahi.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

221-2011. TERIMA KASIH

221-2011. TERIMA KASIH
          Oleh
          Hamdi akhsan

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
I
Kutulis syair kepada kawan,
yang telah sudi kirim durian,
isinya tebal kuning menawan,
lezatnya, alaaahhh mak! tak ada lawan.

Haha, Firman Syahbani bikin terharu,
kirimi tujuh durian baru,
tak ada yg jelek walaupun satu,
waduh! nikmat sekali hai anak mantu.
 
II
Banyak teman di Baturaja,
tapi yang muncul firman saja,
yang lain mungkin sibuk kerja,
atau ke palembang berbelanja.
 
Di Yadika masih berlanjut,
Sangat serius mereka yang ikut,
ajarkan materi dengan runtut,
banyak yang sambil manggut-manggut.
 
Jam empat sore ke palembang,
ke rumah lagi tujuan pulang,
sampai kembali malam menjelang,
bermohon selamat lebih dan kurang.
 
III
Di Baturaja banyak terkenang.
Berjalan kaki ke air karang,
SMA satu nama sekarang,
tiga tahun waktu lebih dan kurang.

SMP satu dulu sekolah,
diajar oleh bapak Hasbullah,
datang pagi bermain bola,
basket namanya jadi idola.

Kenangan lama begitu indah,
berjalan kaki sambil bercanda,
Dari air gading berangkat sudah,
sampai sekolah berpeluh dada.
 
IV
Ada kereta baba ranjang,
dari dahulu sampai sekarang,
ukurannya alah mak begitu panjang,
menunggu lama baru nyeberang.

Habis sekolah pergi menjala,
dari jembatan pasti bermula,
terus ke hilir berjalan pula,
dapatlah ikan banyaknya jumlah.

Selain itu organisasi,
remaja mesjid yang diikuti,
jadi ketua yang ditaati,
sungguh senang masa disini
 
V
Syairku sampai disini dulu,
karena malam semakin dalu,
besok tenaga sangat perlu,
sehari penuh dipakai waktu.

Dua hari ada di Baturaja,
kamis sore berakhir sudah,
tutup acara yang di yadika,
moga manfaat bagi peserta.

Diakhir syair kuminta maaf,
kalaulah ada salah dan khilaf,
bermohon ikhlas selalu tetap,
diberi Allah iman yang mantap.

Air Paoh,Baturaja
 
Al Faqiir

Hamdi Akhsan

220-2011. Titip Rindu Untuk Ayah

220-2011. Titip Rindu Untuk Ayah

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
I
Saat ini, duapuluh tiga tahun sudah engkau pergi.
Tinggalkan dunia menghadap Ilahi.
Sebagai pemenuhan kepastian janji.
Tatkala engkau masih dialam azali.

Ayah,dalam kerinduan yang mengusik jiwa.
Kutitip rindu padamu melalui doa.
Kuharap engkau disana selalu bahagia.
Dalam ampunan dan samudera kasih-Nya.
 
II
Ayah,
Dalam ketaktegaran diri anakmu selalu ingat.
Tentang keindahan kata-katamu yang mengalir lewat nasehat.
Dengan semua itu diriku kembali kuat.
Hadapi beratnya coba yang semakin hebat.

Aku tahu kalau diriku tak setegar ayah.
Dalam diriku mengalir kehalusan dan kelembutan ibunda.
Yang banyak menangis dalam dada hadapi derita.
Dan menyendiri sambil menghapus tetesan airmata.

III
Ayah,
Hari ini aku pulang kembali ke rumah.
Menatap wajah-wajah yang puluhan tahun bersama.
Bermunculan lagi memori kehidupan yang telah terpendam lama.
Seperti dulu kala kutinggalkan untuk pertama.

Ayah, anakmu pulang.
Ke nisan kuburmu ingin aku datang.
Bercerita tentang peristiwa yang kualami malam dan siang.
Sampai kelak kita bertemu kala kematian menjelang.

IV
Kadang aku tersentak bila ingat saat-saat manis.
Tatkala ayah katakan padaku anak lelaki tak boleh menangis.
Sepedih apapun tegarlah walau dalam jiwa teriris.
Tegar bak bukit batu yang ribuan tahun tak pernah terbis.

Ayah,dalam kesendirian anakmu rindu.
Begitu dalam tersimpan kelembutan ini didalam kalbu.
Tak mampu aku seperti ayah yang tegar bagai batu.
Dan kerapuhan kini merayapi jiwa seiring waktu.

V
Ayah,
Kini usiaku menjelang tua sepertimu dahulu.
Harus bijaksana memutuskan ini dan itu.
Rambut semakin jarang dalam perjalan waktu.
Dan kelak tiba saatnya kita akan bersatu.

Air Paoh,Baturaja
Al Faqiir

Hamdi Akhsan

219-2011. Ibu, Anakmu Pulang!

219-2011.   Ibu, Anakmu Pulang!
 
                 Oleh
                 Hamdi Akhsan
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
 
 
 
 
 
 
 
I
Ibu.
Setiap kusebut panggilan itu jiwaku larut dalam keharuan.
Teringat kenangan indah begitu rapi tersimpan.
Menemanimu lalui hari-hari berat dalam ketabahan.
Meniti jalan hidup tuk raih ridho Tuhan.

Kenangan masa kecil menggores dalam jiwa.
Kehidupan kita lalui dalam tangis dan tawa.
Silih berganti catatan waktu dalam peristiwa.
Sungguh kini kita telah menjelang masa tua.
 
II
Ibu, dalam jiwa lembutku ukiran ketegaran tersimpan.
Dalam beratnya tantangan hidup anakmu melangkah ke masa depan.
Walau tertatih tetap kubekal ribuan harapan.
Semoga jalan ini selalu dalam tuntunan Tuhan.

Kutatap tepian rimba di pagi hari.
Ayunan kecil dalam gubuk ditengah ladang melintas lagi.
Kita berangkat subuh dengan butir-butir embun menemani.
Semua kenangan yang tersimpan begitu rapi.

III
Ibu, hari ini anakmu pulang.
Kurindu wajah teduhmu yang penuh kasih sayang.
Ketegaranmu tetap kukuh di masa sepuh menjelang.
Menetes butiran airmataku kala semuanya terbayang.


Ibu, begitu dekat kita dimasa lalu.
Bersama kita lalui segala rasa itu.
Kepada Ilahi  Robbi berdoa daku.
Diberi ibunda ridho Allah Yang Satu.

IV
Ibu, dalam kerinduan yang abadi yang tak terucap.
Dalam kenangan masa lalu yang abadi terperangkap.
Dalam tatapan mata ribuan kata terungkap.
Baktiku padamu belumlah lengkap.

Airmata ini mengalir.
Tatkala bersamamu tatap panasnya padang pasir.
Dalam iman dan kasih doa kuukir.
Semoga kelak kita bersama di Yaumil Akhir.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

218-2011. KEMANA HARUS MELANGKAH?

218-2011. KEMANA HARUS MELANGKAH?
            Oleh
            Hamdi Akhsan

I
Kaki kurus kecil tertatih susuri bumi.
Jalani hari-hari tanpa tahu dimana ayah dan umi.
Pasrah lalui musim panas dan musim semi.
Sungguh berharap kelak ada uluran tangan tuk menyayangi.

Yatim piatu bukanlah sebuah pinta.
Tak tahu belaian kasih sayang dan cinta.
Dari masa kecil jalani hidup dalam derita.
Dan tiada seorang ayah yang akan menuntun cita-cita.

II
Sungguh airmata mencucur melihat anak diantar ayahnya ke sekolah.
Berpegangan tangan disisi ayah dengan bangga.
Berceloteh bagai burung murai sampaikan cerita.
Sedang baginya hanya menjadi hayalan semata-mata.

Sambil sesenggukan ia pergi perlahan.
Betapa berat luka dalam dada kecil itu harus ditahan.
Berharap suatu saat ada tangan terulurkan.
Tuk mengasihani yatim piatu yang tersiakan.

III
Hidup jalani hari-hari bagai membunuh waktu.
Kaki melangkah susuri jalan yang tiada tentu.
Berharap akan ada secuil rezeki disitu.

Kadang ludah tertelan melihat makanan lezat.
Namun menyingkir tatkala sambil melotot orang melihat.
Seolah pakaian compang-camping pasti berniat jahat.
Luka ini begitu dalam terpahat.

IV
Pernah kulihat di televisi pemuka agama berdoa.
Sambil tadahkan tangan doa bersama di hotel mewah.
Mohon dikasihani saudaranya dibawah jembatan sana.
Sungguh ironi antara perbuatan dan kata.

Kata temanku yang sekolah.
Negeri kami mayoritas orangnya beragama.
Rakyatnya rajin-rajin beribadah.
Tapi mengapa kepada mustadaifin mereka sia-sia.

V
Sungguh pahit hidup dalam kesendirian.
Hari-hari dilalui akrab dengan penderitaan.
Harapkan uluran tangan dan belas kasihan.
Dari mereka yang masih tersentuh dengan perintah Tuhan.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

211-2011. R E S E P S I

211-2011. RESEPSI
            Oleh
            Hamdi Akhsan
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 





 
I
Betapa sibuk di pagi hari,
orang bersiap pergi resepsi,
baju dipilih yang paling asri,
para wanita cantik sekali.
 
Berbagai makanan dihidangkan,
minuman juga manis-manisan,
daging dan sayur disajikan,
tinggal pilih yang disukakan.
 
Wah, anak-anak banyak yang ikut,
pilih makanan tak takut-takut,
bahkan yang enak dulu direbut,
bahkan tak malu terkentut-kentut.
 
II
Hati-hati pilih makannya,
bisa mencret setelah pulangnya,
jadi urusan orang rumahnya,
ke rumah sakit nanti jadinya.

Kasihan kakek nenek yang antri,
sampai gemetar ia punya kaki,
harusnya tak usah mengantri lagi,
atau tak usah mengantri lagi.

Hai hai, hati-hati termakan tulang,
bisa semaput setelah pulang,
repotnya bukan alang-kepalang,
rasa sakitnya tak hilang-hilang.

III

Di depan pengantin senyum-senyum,
menebar ke depan bau harum,
itu memang yang sudah umum,
undangan juga pada maklum.

Dikiri kanan orang tua,
duduknya keren penuh wibawa,
kadang tersenyum kadang tertawa,
begitu bahagia suasana terbawa.

Protokol resepsi mulai bicara,
bacakan semua susunan acara,
coba ciptakan suasana gembira,
seperti harapan undangan para.

IV
Yang kurang bagus biduannya,
tak lihat dulu siapa undangannya,
supaya bisa pilih lagunya,
dan diatur rapi pakaiannya.

Nyanyinya banyak lagu dangdut,
kadang bunyinya berdebut-debut,
jogetnya juga sudah tak patut,
waduuuh, kadang sampai nyebut.

Tapi itulah kebiasaan,
yang sudah dianggap kemestian,
padahal enak pakai nasyidan,
ataupun lagu nostalgiaan.

V
Ada yang sibuknya ngobrol saja,
tak tahu acara sampai dimana,
yang penting tiba waktu makannya,
maju dahulu keantriannya.

Yang bawa anak juga banyak,

ayaknya cari makanan enak,
tapi sesungguhnya kurang layak,
kasihan dengan ibu dan bapak.

Kadang ada makanan kurang,
yang terakhir tak dapat rendang,
gerutu sendiri setelah pulang,
malah kecewa orang diundang.

V
Hati-hati yang darah tinggi,
daging kambing silah hindari,
daging yang lain cukup cicipi,
supaya makanan bisa rasai.

Yang sambutan coba diringkas,
tak usah panjang-panjang diulas,
kalimat yang keluar harus jelas,
supaya undangan merasa puas.

Acara panjang membuat bosan,
baik tamu maupun besan,
orang pergi banyak alasan,
perut lapar menunggu makan.

VI
Syair resepsi sampai disini,
jangan tersinggung uda dan uni,
atau merasa nina dan nini,
karena kalimat sungguh berani.

Bagi yang akan ada resepsi,
sederhana saja nikah pestai,
jauhkan sifat pamer dan iri,
sesuai kemampuan baiknya jadi.

Uang yang banyak silah tabungkan,
bekal berdua tuk masa depan,
hadapi hidup penuh tantangan,
sertai jalani perintah Tuhan.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan