Senin, 26 Desember 2011

305-2011. Ibu, Dengarlah Tangisan Jiwaku (2)

305-2011. Ibu, Dengarlah Tangisan Jiwaku (2)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Ibu, malam telah semakin larut dekati waktu pertengahan.
Mengapa  airmata  ini tak mampu jua untuk kutahan.
Kuratapi kepedihan jiwaku dalam sesenggukan.
Bak Pahlawan yang  hancur dalam  kekalahan.

Ibu, anakmu hilang semangat yang membaja.
Tak mampu tegakkan kepala seorang kesatria.
Kerja keras sepanjang waktu seolah tiada berguna.
Dan semua  yang kubangun  menjadi hambar dan hampa.

II
Ibu, maafkan atas jiwa kanak-kanakku yang begitu rapuh.
Betapa ingin mengadu  padamu  sambil bersimpuh.
Sampaikan segenap lelah hidup memeras peluh.
Untuk permata  jiwaku yang  sedang  tumbuh.

Tapi ibu, mengapa anakmu tak bisa percaya.
Atas  ungkapan dan  kefasihan  menyusun kata.
Karena mata batin dan ketajaman  hatiku berkata.
Bahwa dalam kalimat masih banyak  tersimpan dusta.

III
Ibu, Maafkan anakmu kalau harus pergi dan menyerah.
Dalam hidup ini diriku  tak sekuat dan setegar ayah.
Jasadku sekarang begitu ringkih dan mudah lelah.
Hadapi gempuran  yang buat ketegaranku kalah.

Maafkan anakmu tak sanggup emban amanah ini.
Karena  tahu segala  yang terjadi petang dan pagi.
Namun  kusembunyikan  dalam pedihnya  relung hati.
Dan menjadi luka yang kelak akan kubawa sampai mati.

IV
Ibu, maafkan anakmu yang tak sanggup beri kebahagiaan.
Apabila daku harus pergi dengan membawa kekalahan.
Merintis  jalan baru untuk  jalani taqdir  kehidupan.
Dan  berharap  didalamnya  ada  kebahagiaan.

Tahanlah airmatamu atas taqdir yang kujalani.
Walau di usia telah senja semuanya harus kumulai.
Semoga didalam kesulitan ada  kebahagiaan dari Ilahi.
Atau biarlah semua berakhir tatkala kelak datangnya mati.

Ibu, maafkan anakmu yang kurang berbakti.


Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Kamis, 22 Desember 2011

302-2011. Surat Terbuka Kepada Seorang Hamba Allah*

302-2011. Surat Terbuka Kepada Seorang Hamba Allah*

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Masa kita bersama telah jelang tahun keduapuluh.
Kuemban amanah hidupku dengan ikhlas tanpa mengeluh.
Tak peduli  jasad ringkihku kesakitan  dan lelah memeras peluh.
Karena perjuangkan masa depan buah hati kita yang masih begitu jauh.

Tapi hari ini jiwaku  begitu hancur dan airmataku mengalir dalam diam.
Kutahan kepedihan yang sangat dan dadaku bagai dipalu godam.
Rasanya bumi yang luas ini banjir dan asaku tenggelam.
Dan cahaya harapku lalui masa gelap dan suram.

II
Sungguh,banyak nikmat Ilahi yang ingin kusyukuri.
Tidak seperti mereka yang untuk makan petang dicari pagi.
Atau mereka yang hanya mampu makan dengan garam campur nasi.
Wahai Allah, jadikan hamba tidak kufur atas semua nikmat yang Engkau beri.

Diberi-Nya diri ilmu yang bisa dijadikan  mereka yang  lemah sebagai  rujukan.
Dalam hal tertentu begitu banyak orang yang kagum dan berteladan.
Tetapi harusnya semua hal itu bukan dijadikan kebanggaan.
Karena pada sisi yang lain tiap diri ada kekurangan.

III
Mengapa, tanpa angin dan petir tiba-tiba hujan.
Tiba-tiba saja mempermainkan hal yang jadi rahasia Tuhan.
Latihan bertahun-tahun yang berat luluh dan tak mampu dipertahankan.
Sehingga berubah dari pribadi yang beriman menjadi senang dengan kebohongan.

Manusia, dalam ketawakkalan akan bersyukur dengan apa yang telah Tuhan beri.
Tak ingin lagi  mengembara bagaikan kuntum muda mengejar mimpi.
Karena kenyataan tak pernah seindah apa yang sedang dihadapi.
Seperti pepatah mengharap hujan air yang ada ditumpahi.

IV
Biarlah, mungkin taqdir Ilahi harus lalui jalan yang berliku.
Biarlah segenap kebaikan dan kenangan menjadi bagian masa lalu.
Silahkan menempuh jalan yang memang telah dimpi-impikan sejak dahulu.
Karena jalan hidup setiap hamba telah ditentukan oleh Allah  Yang Maha Satu.

Hidupku, adalah jalan seorang anak yatim yang berjuang diatas harga diri.
Ayahku dulu mengajarkan ketegaran untuk menjadi seorang lelaki.
Akan kupasrahkan hidup pada-Nya sampai datangnya mati.
Wahai Allah, jadikan hamba-Mu miliki kebesaran hati.

Dahulu daku datang sendiri, jalani kepedihan sendiri, dan kelak menghadap-Nya juga sendiri.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

*Atas permintaan seseorang.

Minggu, 18 Desember 2011

306-2011. Syair Untuk kekasih (14)

306-2011. Syair Untuk kekasih (14)

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan

I
Kekasih,
Dalam kesempurnaan dan keagungan-Mu dunia semakin menua.
Milyaran manusia bumi jalani hari-hari kehidupan nan hampa.
Tak tahu  kemana diri mereka akan dibawa  lewati masa.
Sampai kelak tibanya hari ditiupnya sang sangkakala.

Sedang kebahagiaan yang dicari hanyalah tipuan.
Bagai sang pungguk sejak zaman purba rindukan bulan.
Atau seperti rindunya manusia pada kesenangan dan impian.
Yang kelak  berakhir duka dengan datangnya malaikat kematian.

II
Kini, tanda-tanda akhir zaman yang nampak telah semakin nyata.
Manusia zaman ini telah bertuhan pada teknologi dan harta.
Pemutarbalikan salah dan benar terjadi didepan mata.
Serta para pencinta-Mu telah di zalimi dan dinista.

Kemana kini para ulama pewaris nabi-Mu?
Agama telah jadi komoditi elektronik yang laku.
Peringatan dan berita disampaikan sambil melucu.
Sungguh berbeda dengan para penegak masa dahulu.

III
Para pencinta dan pejuang-Mu disingkirkan dan dimusuhi.
Keutuhan  ajaran-Mu tak boleh  diamalkan sehari-hari.
Ia cukup dianggap simbol saat lahir,nikah,dan mati.
Sedang begitu banyak nikmat-Mu tak disyukuri.

Manusia modern?rapuh dalam kesombongannya.
Betapa mudah tertipu oleh permainan semu berhala.
Dibandingkan sholat telah lebih penting permainan bola.
Yang mampu mengaduk-aduk ratusan juta hati dan kepala.

IV
Kekasih, betapa hamba takut Dajjal telah menguasi hati kami.
Ciptakan permainan-permainan yang melenakan hati.
Membuat manusia makin jauh dari jalan Ilahi.
Yang akan  disesali  kelak  setelah  mati.

Sedang masa kami hanya sebentar saja.
Baru sebentar telah separuh perjalanan usia.
Dikejar mimpi dan nafsu kemuliaan hidup di dunia.
Serta mengabaikan segenap kenikmatan balasan surga.

Kekasih, atas segenap dosa ini. ampunilah hamba!


Al Faqiir

Hamdi Akhsan
300-2011. Dan Semua Berakhir Fana

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Tahun-tahun pun berlalu dalam kefanaan perciptaan.
Berbagai peristiwa lahirkan harapan dan  keputus asaan.
Ada yang datang ke bumi dan pergi ke  gerbang kematian.
Itulah Sunnah  Ilahi yang tak berubah sejak  dunia diadakan.

Kesusahan dan  kesenangan  dalam kehidupan dipergilirkan.
Bak bunga mekar yang harum mewangi yang layu di taman.
Setelah  itu  akan  tumbuh  buah yang hasilkan  biji-bijian.
Dan bunga-bunga indah yang baru siap menggantikan.

II
Betapa banyak manusia yang tertipu oleh impian semu.
Betapa  banyak  khayal indah  berakhir dengan  taqdir pilu.
Betapa banyak  yang tidak faham garis qadha Ilahi Yang Satu.
Sehingga bayangkan kenyataan seindah bayang mimpi masa lalu.

Kalimat masa silam hendaknya menjadi menjadi pegangan di hati.
Betapa  baiknya orang yang hidup  tak bisa kalahkan orang mati.
Betapa sempurnanya orang dekat tak sesempurna yang pergi.
Karena insan baru rasakan kehilangan saat yang ada pergi.

III
Betapa sering terlihat tangis membuncah saat kematian.
Karena baru terasa kebaikannya pada saat telah kehilangan.
Disaat dekat yang nampak hanya  kekurangan dan  kelemahan.
Itulah nafsu tatkala rasa syukur dan sabar tak dijadikan pegangan.

Tiada guna  airmata duka dan sesal kala yang  dicinta telah tiada.
Karena airmata hanyalah wujud egoisme yang ditinggal saja.
Atau hanya bentuk  pelampiasan hati yang penuh dusta.
Bukan  wujud dari  rasa cinta yang sesungguhnya.

IV
Sungguh, betapa manusia sering kurang menyadari.
Mengapa merasa  kehilangan yang tak  pernah dimiliki.
Mengapa  titipan amanah dianggap  sebagai milik sendiri.
Padahal  semuanya fana  dalam kekuasaan Ilahi Yang abadi.

Sungguh, sesuatu  yang datang  kemudian hilang lebih awal.
Sesuatu yang memiliki tujuan pastilah dahulunya ada asal.
Semuanya  dari Allah  Yang Maha  Memiliki  lagi kekal.
Mari tunduk patuh pada-Nya agar kelak tiada sesal.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Selasa, 13 Desember 2011

305-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (4)

305-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (4)

Oleh
Hamdi Akhsan


I
Ibu, malam ini telah begitu larut.
Bintang-bintang berkilau indah bak mutiara jabarrut.
Entah mengapa tiba-tiba saja terlintas rasa gelisah dan takut.
Kalau kelak tak sempat bersimpuh didepanmu kalau datang malaikat maut.

Dalam kesendirian dan  sepi kurasakan indahnya  masa saat kita bersama.
Kesederhanaan dan ketulusanmu begitu membekas dalam jiwa.
Kutemukan kasih selalu terpancar di pandangan mata.
Yaang menguatkan jiwaku di saat menderita.

II
Tapi ibu, sebahagian jiwakumengikuti ibu.
Mampu menyimpan begitu dalam rasa sakit dan pilu.
Walau jasad sedikit demi sedikit lemah bak disayat sembilu.
Namun nampak biasa dimakan oleh perstiwa dan fananya waktu.

Dalam  jiwa ini tetap  terpendam  kerinduan yang  begitu dalam.
Untuk pergi  lagi bersamamu  menangis di tanah haram.
Lantunkan pinta pada Ilahi Sang Penguasa Alam.
Agar kasihmu bernilai bak mutu manikam.

III
Ibu, anakmu begitu lelah jalani semua ini.
Tak ada lagi sisi kehidupan dunia yang ingin kutangisi.
Akan kujalani hidup dengan tegakkan prinsip dan jati diri.
Walau untuk itu semua prinsip  itu harus kubawa  sampai mati.

Kadang saat berjumpa ingin kusampaikan semua keluh kesah.
Namun tak ingin aku membuat batinmu kembali lelah.
Tak ingin mulutku berkata membuatmu gelisah.
Biarlah semua bagimu baik dan indah.

IV
Ibu, maafkan anakmu yang banyak diam.
Kutahan gejolak jiwa ini walau didalam remuk redam.
Biarlah nampak olehmu apa yang kujalani semuanya tentram.
Bagai samudera di permukaannya  rata namun  bergolak didalam.

Di sisa usia ini, hanya doa dan keridhoanmu yang kupinta.
Tak ingin lagi aku  melihatmu cucurkan air mata.
Tak ingin lagi anakmu melihat ibu menderita.
Sampai Ibu menghadap Sang Pencipta.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Minggu, 11 Desember 2011

304-2011. Taqdir Masa (2)

304-2011. Taqdir Masa (2)

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Seorang  pengembara ucapkan  kalimat dalam senjakala perjalanan.
Betapa hakekat dibalik peristiwa demi peristiwa telah diperlihatkan.
Bahwa  yang terjadi  pada  tiap tahap hidup adalah  keseimbangan.
Sebagai wujud sifat Sang Pencipta  yang  memiliki  kesempurnaan.

Dalam fase kehidupan kanak-kanak jasad dan organ masih rapuh.
Hingga tak  dilekatkan-Nya beban berat  yang membuatnya luluh.
Bagi mereka proses hidup adalah  kesenangan yang  tiada keluh.
Tak pernah terbayangkan harus berjuang  keras memeras peluh.

II
Masa muda, bak bunga mekar tebarkan harum nan mempesona.
Betapa ingin diraih semua mimpi  dan kebanggaan hidup di dunia.
Segala igin dilakukan dengan proses yang cepat dan tergesa-gesa.
Yang  terkadang ia tak peduli  jalan itu akan  membawanya  celaka.

Masa muda, mata tajam bak sorot rajawali diangkasa menatap bumi.
Puncak ketajaman  berfikir  dan kecepatan  bertindah telah  Tuhan beri.
Tinggal  bagaimana ia berusaha  maksimalkan  perjuangan sepanjang hari.
Untuk mendapatkan  kemuliaan hidup dunia atau bertransaksi di jalan Ilahi.

III
Kala usia seorang hamba lebih dari empat puluh batinnya akan berubah.
Akan muncul sifat bijaksana dan kematangan jalani kehidupan di dunia.
Ia tahu bagaimana cara  yang mudah  mencari  nafkah  bagi hidupnya.
Namun jasad telah mulai merasa malas dan lelah untuk menjalaninya.

Kalaulah memang ada kemuliaan duniawi usia ini adalah puncaknya.
Jalan-jalan hidup yang sulit  bukanlah merupakan  halangan baginya.
Namun dalam jiwa iman harus dipelihara agar tidak dihinakan-Nya.
Seperti yang telah terjadi pada para pendurhaka di akhir hidupnya.

IV
Usia tua, terbagi menjadi dua jalan hidup yang bertolak belakang.
Ia akan  memetik  benih dari  perbuatannya  dahulu saat  sekarang.
Disia-siakan  hidupnya  oleh anak keturunan dan disepelekan orang.
Atau menjadi tempat  bersandar kaum  muda bak  kukuhnya karang.

Sungguh,perjalanan usia insan adalah sebuah  keseimbangan dari Ilahi.
Agar  manusia  ingat t erhadap  cobaan dan  nikmat  yang  Tuhan beri.
Bahwa saat lahir kedunia dirinya sangat lemah dan tak  mampu berdiri.
Sehingga sepanjang usia hanya Ridho-Nya lah yang akan selalu dicari.

Ya Allah, berilah hamba hidup yang diridhoi.


Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Sabtu, 10 Desember 2011

303-2011. Elang Gurun Yang Kesepian

303-2011. Elang Gurun Yang Kesepian

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Pekikan elang gurun yang getarkan sahara berubah jadi nyanyian sunyi.
Lemah diguncang badai pasir yang datang mendera tiada henti.
Sayapnya patah 'tuk rindukan  kematian di taman surgawi.
Sebagai seorang pencinta yang bertransaksi pada Ilahi.

Matanya hampa  menatap mentari jelang tenggelam.
Seolah tiada harapan bagi inspirasi di jiwa terdalam.
Redup dan sendiri dalam gelap dan sunyinya malam.
Seolah  menunggu taqdir  dari Sang Penguasa Alam.

II
Mengapa berputus asa?tiada keabadian dalam duka.
Dan tiada pula setia  kegembiraan dan bahagia.
Simetri taqdir Ilahi telah tertulis dalam qadha.
Sebagai  wujud  kasih sayang dan cinta-Nya.

Betapa tinggi  angan dalam kehidupan fana.
Menebar mimpi  bak indahnya fatamorgana.
Namun  tanpa terasa  senja usia  telah tiba.
Menuju  akhir  yang  disana  tiada  nestapa.

III
Dalam  kehampaan  kupandang  cakrawala.
Renungkan waktu yang berlalu dan sisa usia.
Merenungi masa yang  telah lalu tanpa terasa.
Yang telah memendam segala macam peristiwa.

Air mata elang?tak ada airmata dalam kesendirian.
Hanya lelah menahan badai dan  beratnya kehidupan.
Berharap ada tempat  berpaut dalam menata kesunyian.
Dan bersatu padu untuk hadapi hebatnya segala tantangan.

IV
Tapi dinamika waktu akan percepat kelemahan dan ketuaan diri.
Kaki yang kukuh dan tajam kini terasa perih bila terkena duri.
Tatapan sayu menahan pedih dan luka  yang begitu nyeri.
Agar mampu bertahan untuk lalui sedikit sisa hari-hari.

Lazuardi di langit  telah menghilang bersama cahaya.
Tiada sesal dan keputus asaan lalui  hari-hari hampa.
Berharap kelak ada elang baru yang getarkan angkasa.
Sebelum dia fana dan  kembali pada  Sang Maha Kuasa.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

302-2011. Senandung Musim Penghujan

302-2011. Senandung Musim Penghujan

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Awan tebal bergelayut tebal  menghadang cakrawala.
Simpan kerinduan pada hijaunya daun yang hiasi lebatnya rimba.
Sebentar lagi, hujan  turun sirami dataran dan penuhi luasnya samudera.
Sungguh itulah hukum dan curahan rahmat Ilahi Sang Pemelihara Alam Semesta.

Sebagian hamba-Nya memandang ke langit dengan cahaya mata yang bersyukur.
Berharap dengan  siraman hujan padi-padi di sawah  akan tumbuh subur.
Lahan tanam yang mengering saat kemarau berubah jadi lumpur.
Betapa banyaknya nikmat Ilahi yangsulit untuk  diukur.

II
Penghuni air ungkap  kebahagiaan  menyambut hujan.
Sepanjang malam tak letih senandungkan berbagai nyanyian.
Sebagai manifestasi rasa  syukur atas segala  nikmat yang diberikan.
Itulah ketaatan sebagian makhluk yang pasrah dengan hukum-hukum Tuhan.

Air, hujan, sungai, dan danau menjadi bagian nikmat yang tak terpisahkan.
Dengan pemberian ini  makhluk Allah dapat melanjutkan kehidupan.
Dengannya masa aktif dan istirahat penghuni bumi digilirkan.
Itulah hak hidup untuk hamba-Nya  diseimbangkan.

III
Namun sebahagian manusia lupa untuk mensyukuri.
Yang menjadi ukuran baginya hanyalah kepentingan pribadi.
Nikmat hujan yang diberikan-Nya dianggap kesusahan menghalangi.
Sehingga mereka pun terjauh dari ketenangan dan ketajaman mata hati.

Bahkan ada yang sebahagian menganggap hujan adalah sumber malapetaka.
Memunculkan genangan dan banjir yang hadirkan banyak duka lara.
Padahal karena dihalanginya jalan resapan air ke dalam tanah.
Dan banyaknya manusia menimbun sawah dan rawa.

IV
Sungguh betapa perlu manusia banyak merenung.
Betapa telah terjadi kerusakan hebat di laut dan gunung.
Ketak seimbangan  alam membuat air bah datang  menggulung.
Lahirkan duka dan air mata bagi mereka yang hidupnya tak beruntung.

Datangnya hujan, membawa rahmat dan kebaikan di bumi sejak dahulu.
Namun bisa pula lahirkan musibah yang tanamkan kenangan pilu.
Musibah dan rahmat berdampingan dalam kejadian itu.
Sebagai wujud kuasa dari Ilahi Yang Satu.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Kamis, 08 Desember 2011

299-2011. Syiar Untuk Kekasih (13)

299-2011. Syiar Untuk Kekasih (13)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Hari ini tangisan Qais Sang  Pencinta tak lagi terdengar pilu membelah malam.
segenap kepedihan dikubur dan ditutup rapat dalam dekapan masa silam.
Hari berganti, kehidupan fana sebagai sifat segala yang ada di alam.
Dan jiwa-jiwa  para pembenci  senantiasa  abadi dalam kelam.

Mana kerinduan para pencinta dari gurun pasir arabia?
Negeri  para Nabi kini  bergelimang harta dunia.
Tiada lagi Rabiatul Adawiyah sang pencinta.
Yang menebarkan ajaran penyejuk jiwa.

II
Hadir firaun modern yang begitu kejam.
Bak Drakula yang tertawa saat rakyat dirajam.
Yang pada derita sesama mereka hanya bisa diam.
Sungguh dihati mereka  bertumpuk dosa yang menghitam.

Kemana para pemimpin agung perkasa bak Salahuddin Al Ayyubi.
Yang  pekikkan takbir  menegakkan kembali kemuliaan dan harga diri.
Yang sanggup  taklukkan ribuan kilo gurun pasir bak  Mahmud  Ghaznawi.
Angkat bendera Tauhid  menegakkan panji-panji Ilahi  di seluruh tanah Hindi.

III
Kekasih, kurindukan pemimpin sederhana yang sadari jabatan adalah amanah.
Bukan mereka yang berbangga dengan jabatan sambil tertawah pongah.
Bukan mereka yang habiskan uang negara demi penampilan megah.
Atau yang menghina rakyat jelata dengan pesta-pesta mewah.

Mana pemimpin yang larut dalam tangis waktu malam.
Yang takut pada pengadilan Sang Penguasa Alam.
Yang belajar pada pendurhaka di masa silam.
Yang sadar segala tertulis dengan qolam.

IV
Kekasih, kemana lagi harga diri umat ini.
Bermilyar pencinta-Mu diserak bak sepiring nasi.
Yang dihina para pembenci-Mu di waktu petang dan pagi.
Yang tak sanggup penuhi janji menjadi khalifah di muka bumi.

Kurindukan datangnya hamba-Mu yang memimpin mereka yang beriman.
Yang rindukan surga dan kemuliaan ukhrowi bak generasi dahulu di suatu zaman.
Agar dunia dapatkan rahmat dari-Mu dan segenap penghuninya hidup bahagia dan aman.
Di Akhir zaman ini , berilah kami seoran pemimpin yang taat kepada-Mu wahai Sang Maha Rahman.


Al Faqiir

Hamdi Akhsan

293-2011. Di Pusaran Waktu

293-2011. Di Pusaran Waktu

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Di pusaran waktu aku tergugu menatap masa silam.
Goresan luka  kesendirian  muncul timbul tenggelam.
Dalam  genangan airmata ia tersimpan begitu dalam.
Sampai kelak pergi menghadap sang Penguasa Alam.

Mengapa airmata ini tak bisa  muncul kala hadir duka.
Mengapa sebagai insan tak bisa nikmati rasa gembira.
Mengapa semua pilihan seakan tampak tiada berbeda.
Apakah  semua  sebagai wujud  dari jiwa yang hampa.

II
Kadang waktu berhenti tampakkan  masa kanak-kanak.
Segenap  keindahan melintas indah bak awan berarak.
Membuat sisi masa kecil yang terpendam menghentak.
Hadirkan  kerinduan yang  tiba-tiba datang menyeruak.

Kupandang  cakrawala  luas  berkelip  bintang-bintang.
Asah diri renungkan kuasa-Nya di semesta terbentang.
Betapa ingat sedikitnya bekal diri menuju jalan pulang.
Menunggu  kematian  yang  kelak  pasti  akan datang.

III
Betapa dalam goresan demi  goresan luka masa  itu.
Biar terpendam bak hantaman ombak di karang bisu.
Menunggu  hari yang telah  dijanjikan  sejak dahulu.
Terpendam  di kubur sunyi  berlapiskan  nisan batu.

Mengapa kehampaan begitu akrab dalam hidup ini.
Hanya kebisuan yang jiwa begitu  setia menemani.
Kesakitan dan perih dirasakan dan ditelan sendiri.
Sampai  berakhir dengan  datangnya  suatu hari.

IV
Inikah kesunyian dalam keramaian manusia?
Inikah jiwa tak mampu lalui  belenggu dosa?
Inikah sebuah jiwa yang terbelenggu masa?
Dan yang telah  mengalami  kematian rasa.

Wahai,kapan pemutus kesedihan akan tiba.
Hilangkan  segenap ikatan  pada  manusia.
Hilangkan segala pernik kehidupan di dunia.
Dan  kembali  pada Ilahi  Yang  Maha Kuasa.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Selasa, 06 Desember 2011

301-2011. Taqdir Masa

301-2011. Taqdir Masa

                  oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Hari ini, kudengar keluhan dari seorang istri.
Mengapa suaminya pergi pagi dan pulang telah dini hari.
Bekerja keras siang dan malam lupakan segenap sakit dan nyeri.
Tangan dan kaki dilangkahkan harapkan rahmat Ilahi Sang Maha Pemberi.

Dengan bijak sang suami mengucapkan kalimat sederhana secara perlahan.
Setiap masa memiliki karakteristik yang didalamnya keistimewaan.
Pada tahapan usia tertentu ada aktivitas yang didahulukan.
Sebagai bagian Sunnatullah bagi setiap insan.

II
Kelak, bila kita diberi Allah usia yang panjang.
Aku akan berada disisimu tiap saat tak pernah menghilang.
Engkau akan bosan karena tak sempat berpisah seperti sekarang.
Sampai diantara kita nanti dijemput malaikat  maut  tanpa  diundang.

Setiap  masa Tuhan telah memberikan karakteristik pada hamba-Nya.
Yang didalamnya terkandung perintah-perintah dan larangan-Nya.
Yang masing-masing ada kekurangan dan kelebihannya.
Yang berlaku di bumi untuk semua penghuninya.

III
Masa kecil,  tatkala hati dan fikiran dibuai mimpi .
Hanya ada gelak tawa, wajah bahagia dan ketulusan hati.
Tiada kelicikan berfikir dan kecurangan hidup yang tersembunyi.
Hanya ada dunia indah yang didalamnya kasih sayang yang tak bertepi.

Masa muda, tatkala tubuh  perkasa bak kepakan sayap  burung garuda.
Bibir mampu  lontarkan kalimat yang  menggetarkan bagai singa.
Ingin segera meraih segala kemuliaan dan genggam dunia.
Dan jadi pengukir tonggak sejarah peradaban manusia.

IV
Ada suatu  masa kala beban seorang ayah begitu berat.
Dalam keadaan apapun segalanya harus dijalani dengan kuat.
Memimpin anak-anaknya sebagai amanah kelak ditagih di akherat.
Dan  menjaga mereka  agar tak terjerumus  ke dalam jurang maksiat.

Tapi, terbalik kelak kala usianya telah beranjak ke senjakala kehidupan.
Tinggallah diri menuai apa yang telah diberikan dan dicontohkan.
Pastilah takkan tumbuh padi dari rumput yang ditanamkan.
Dan kesenangan atau kesedihanlah sebagai balasan.

V
Setelah  insan tiada, ada yang tetap hidup dalam hati manusia.
Mereka yang tinggalkan jejak cemerlang  dalam  kehidupannya.
Atau mereka yang meninggalkan genangan dosa perbuatannya.
Yang lahirkan pujian atau caci maki  bagi generasi sesudahnya.

Setiap masa  selalu ada dua sisi  kehidupan  yang berhadapan.
Yang melekat sampai sang hamba dijemput malaikat kematian.
Hidup yang bahagia atau penuh penderitaan abadi disisi Tuhan.
Itulah hukum-Nya  yang tetap  sebagaimana  telah difirmankan.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Sabtu, 19 November 2011

298-2011. Kepada Yang Fana

298-2011. Kepada Yang Fana


                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Hari ini kurindukan gemericik nyanyian hujan yang  membasahi dedaunan.
kurindukan wajah-wajah lugu tertawa lalui pematang sawah di pedesaan.
Para sahabat masa kecil yang pulang mengaji di surau berjalan beriringan.
Pancarkan keluguan hati nurani yang mencintai  kebaikan dan kebenaran.

Malam minggu di surau mata tak berkedip karena takjub dengarkan kisah.
Tentang para pengembara kebenaran yang berjuang dengan gagah.
Tentang keberkatan  anak-anak yang berbakti pada ibu dan ayah.
Serta kisah teladan para pahlawan yang tak pernah menyerah.

II
Kini, kisah-kisah hebat tenggelam oleh kecanggihan teknologi.
Surau-surau yang dahulu  begitu ramai  berubah jadi  sangat sepi.
Para guru mengaji yang pancarkan wajah begitu ikhlas sudah tiada lagi.
Seakan cahaya hidayah Ilahi di permukaan bumi kini sekarat menjelang mati.

Ketakutan kualat dan hilangnya keberkatan hidup pun kini telah disepelekan.
Orangtua yang begitu  mulia dalam agama  lebih dipandang  sebagai pelayan.
Berharga di mata sebahagian anak-anaknya selama masih kuat dan diperlukan.
Dan pada  saat usia  telah tua dan jasad  melemah  mereka  dianggap beban.

III
Peringatan tentang kebahagiaan akherat dianggap sudah ketinggalan zaman.
Tidak bermakna kala mengantar ke kubur mereka kembali tanpa kebanggaan.
Segala  pernik duniawi yang  begitu berambisi dikejar  semuanya ditinggalkan.
Dan kembali menghadap Sang Pencipta hanya membawa tiga lapis kain kafan.

Mana pembelaan segala yang telah dicari sepanjang usia dengan segala cara?
Kecuali hanya menangis beberapa saat dan kemudian kembali tertawa.
Sedangkan kiriman yang dirindukan tak datang walau sekadar doa.
Tinggallah jasad yang diazab menangisi diri sepanjang masa.

IV
Kemana jiwa suci yang dahulu begitu merindukan kebenaran.
Apakah ia telah lemah dan kotor karena akrab dengan kemaksiatan.
Ataukah ia lupa sebagaimana musafir yang lama tersesat tak tahu jalan.
Hingga tak sadar bahwa perjanjian dengan Sang Pemilik tanpa penudaan.

Wahai jiwa yang tak sadar hari-hari  kematian jasad telah semakin dekat.
Sebentar lagi akan datang utusan-Nya dalam wujud para malaikat.
Yang akan menjadi pemutus dan hilangkan segala nikmat.
Dan setiap jiwa bertanggungjawab kelak di akherat.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Kamis, 17 November 2011

297-2011. Pesan Untuk Generasi Baru (3)

297-2011. Pesan Untuk Generasi Baru (3)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Teriakan dan caci maki para para pendengki bergema di berbagai penjuru.
Persia, negeri dengan peradaban ribuan tahun tak boleh jadi kekuatan baru.
Tak boleh ada singa-singa  pemegang  panji  kemuliaan seperti pada masa lalu.
Cukuplah mereka menjadi anak manis yang terlena dalam kefanaan sang waktu.

Itukah jargon keadilan yang selalu mereka teriakkan atas nama hak azasi manusia.
Para pemegang panji hitam kebangkitan Al Mahdi tak pernah boleh menjadi mulia.
Para pendengki dengan  segala cara jadikan mereka  bangsa-bangsa yang terlena.
Yang tak mampu tegakkan harga diri bagai kumpulan domba dalam tatapan singa.

II
Di Negeri tempat para menakluk dunia datang rakyat dan penguasa bercakaran.
Masing-masing luapkan amarah  dengan tidak berpegang  teguh pada Alquran.
Negeri Syiria  seakan menjadi ladang  pembantaian yang  begitu mengerikan.
Sungguh betapa musuh tertawa duduk nikmati hidangan bersama syaitan.

Mana kaum muda pemegang panji, masih adakah mereka di bumi ini?
Ataukah  mereka masih asyik dengan  permainan ciptaan Yahudi?
Yang membuat terlena dalam kesemua dan mematikan hati.
Dan habiskan waktu yang begitu berharga lebihi materi.

III
Kemuliaan?bukan jargon indah yang cukup dikatakan.
Ia butuh kekuatan dalam segala bagian yang dipersatukan.
Harus teguh dan ikhlaskan hati  karena darah yang dikucurkan.
Sebagai  perwujudan cinta  kepada Ilahi  yang  harus dibuktikan.

Tiada kemuliaan pada kambing piaraan padang rumput nan hijau.
Begitu banyak, hanya mampu berlari bila datang sang harimau.
Menggigil takut bak terserang demam  mengembik parau.
Dan singapun menatap penuh ejekan senda gurau.

IV
Putra Zaman, bukanlah mereka yang mudah terlena.
Tapi mereka  sadar kepungan musuh sehingga selalu siaga.
Melatih diri dengan segenap kesulitan untuk dijadikan senjata.
'Tuk hadapi seberat apapun cobaan menghadang di depan mata.

Tiada lagi  waktu untuk  diam bagai  tikus  di atas  lumbung padi.
Karena segala perangkat untuk bangkit telah Tuhan beri.
Tinggallah kesadaran dan kemauan didalam hati.
Merebut kemuliaan sebagai khalifah di bumi.

V
Putra Zaman! kini peperangan besar semakin dekat.
Musuh telah mengasah pedang penghancur tajam berkilat.
Yang akan merajai  dunia hanya  mereka yang unggul dan kuat.
Serta sekumpulan pasukan beriman yang dibantu oleh jutaan malaikat.

Adakah engkau ingin jadi bagian dari pertarungan akhir peradaban itu?
Ataukah usia  akan dihabiskan dengan berpaling pada Yang Satu?
Kelak sesal akan datang saat dikubur sendiri bagai yatim piatu.
Dan kembali gagal harapan akan munculnya generasi baru.

Dan tak berarti walau hanya sebutir debu.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Rabu, 16 November 2011

296-2011. Pesan Untuk Generasi Baru (2)

296-2011. Pesan Untuk Generasi Baru (2)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan



I
Tulip-tulip muda dari kesunyian gurun sinai itu telah bangkit.
Teriakkan takbir yang menggema gentarkan puncak-puncak bukit.
Bergegas bangun dari tidur panjang bak mereka yang sembuh dari sakit.
Dan mencoba kobarkan api cinta di jazirah para Nabi walaupun hanya sedikit.

Kini, Para putra Salahuddin hunuskan pedang untuk sebuah kemuliaaan sejati.
Menghalau berhala firaun dan zionisme yang coba padamkan cahaya Ilahi.
Darah yang tertumpah?itu hanya sebuah wujud transaksi sesuai janji.
Tebarkan harumnya ke berbagai penjuru bak minyak kesturi.

II
Adakah kebangkitan itu kembali bak  Quthuz hancurkan kesombongan Mongol di Ain Jalut?
Ataukah hanya milyaran serpih yang bagaikan buih tak berguna karena takut?
Atau kemenangan itu dicuri lagi karena diantara kita selalu ribut?
Sungguh kebanggaan dan kemuliaan ini telah tercabut.

Bak serpih, tulip muda dibuai permainan semu Tuhan teknologi.
Tanpa terasa masa emas hilang begitu cepat bak malam berganti pagi.
Menyia-nyiakan begitu banyak peluang dan kesempatan yang telah Tuhan beri.
Sehingga menjadi sesal yang panjang saat tubuh dan akal telah lemah dimasa tua nanti.

III
Wahai putra rajawali yang telah diberi panji-panji penguasa angkasa.
Betapa kini musuh-musuhmu duduk congkak diatas kelemahanmu sambil tertawa.
Berbual-bual menceritakan kebodohan milyaran umat yang begitu mudah dipecah belah.
Sehingga mereka bisa digiring kemana saja bagai sekumpulan domba yang tiada berdaya.

Masa muda, kala bunga-bunga mekar yang harumnya dirindukan para penghuni surgawi.
Hari ini adalah masa terbaik yang telah dikaruniakan Tuhan Sang Maha pemberi.
Jangan sia-siakan masa itu untuk bergembira ria dengan alunan kecapi.
Tapi jadikan ia masa untuk melatih segenap kemampuan diri.

IV
Bila dimasa muda engkau telah berlatih sekuat baja.
Kelak Ibarat kuncup itu telah layu dimakan zaman yang fana.
Engkau akan bertransformasi menjadi buah yang ranum dan berguna.
Menjadi sumber inspirasi yang akan selalu diingat oleh generasi selanjutnya.

Tiada waktu untuk berdiam memperbanyak tidur bagai beruang di musim dingin.
Jadilah burung pengembara ke berbagai negeri ikuti arus angin.
Tak pernah berhenti gapai apa pun yang ia ingin.
Sampai kelak bertemu dengan Haqqul Yaqiin.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Minggu, 13 November 2011

270-2011. Syair Untuk Kekasih (10)

270-2011. Syair Untuk Kekasih (10)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Setiap datang pada-Mu yang kubawa hanya hati duka.
Lelah mengejar mimpi yang hilang bak fatamorgana.
Bak sang  musafir  yang bingung kehilangan arah.
Tak tahu kemana  kepedihan hati akan dibawa.

Cinta pada-Mu?ungkapan dusta yang hampa.
Betapa ia  telah usang dilenakan  godaan  dunia.
Ia telah pergi bersama hati yang sabar dalam derita.
Dan lebih  banyak  terwujud dalam  bentuk kata-kata.

II
Kekasih, tak tahu kemana lagi jalan yang harus kutempuh.
Hamba berjalan gontai bak musafir yang letih dan lusuh.
Bagai seorang  prajurit  yang kalah melawan musuh.
Betapa kini  hati  hamba-Mu  telah hancur luluh.

Hamba datang padamu bawa baju yang kusam.
Debu hawa nafsu telah cemari kebersihan masa silam.
Membawa tangis dalam munajat kala malam telah kelam.
Memohon  ampunan-Mu wahai  Rob Sang  Penguasa Alam.

III
Kekasih, hamba datang pada-Mu membawa pengakuan dosa.
Namun terhadap ampunan-Mu hamba tak berputus asa.
Untuk ampuni sebesar apapun dosa Engkau bisa.
Karena ditangan-Mu berkumpul segala kuasa.

Mungkin  taubat  berulang  tiada  bermakna.
Namun segala takut ini harus kuhadapkan kemana?
Menggigil  diri bila ingat  keadilan-Mu kelak di alam sana.
Wahai Ilahi, jangan jadikan diri ini hamba yang sedih dan merana.

IV
Dalam kitab suci-Mu Engkau nyatakan selalu pemberian ampunan.
Kepada pelanggar perintah yang suka tadahkan tangan.
Asalkan dihatinya masih ada cahaya keimanan.
Yang  bertaubat sebelum  tiba kematian.

Kekasih, hanya pada-Mu kupinta kekuatan.
'Tuk sadari hidup ini kelak berakhir dengan kefanaan.
Kembali pada-Mu dengan membawa bekal amal dan iman.
Dan berharap mendapat surga yang dikelilingi keindahan Taman.

Kekasih, hanya pada Engkaulah kami beriman.


Al Faqiir

Hamdi Akhsan

295-2011. Renungan Musim (Hujan)

295-2011. Renungan Musim (Hujan)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Adalah hukum-Nya yang telah terjadi sejak bumi dicipta.
Simetri penciptaan makhluk  selalu terbagi menjadi dua.
Pasangan yang diberi untuk pria adalah seorang wanita.
Disisi beratnya  kesedihan Dia  sandingkan rasa gembira.

Adalah musin berganti Dia datangkan  secara bergantian.
Setelah berakhir  musim kemarau  datang  musim hujan.
Semua bermanfaat bagi manusia, tumbuhan dan hewan.
Sungguh betapa  ilmu Ilahi dalam segala  kesempurnaan.

II
Dalam musim hujan begitu banyak makhluk yang diberkati.
Bijian-bijian tumbuh merekah bersama bersinarnya mentari.
Telur ikan menetas dan kodok keluar dari tempat sembunyi.
Dan para petani tersenyum karena  mulai bisa bertanam padi.

Namun sebahagian manusia kehilangan rasa syukur atas nikmat.
Akibat keserakahan  hutan-hutan  penyimpan air habis dibabat.
Terjadi  banjir yang  melanda  setelah datangnya  hujan lebat.
Dan terjadilah musibah dan  penderitaan  yang begitu hebat.

III
Airmata dan ratapan terdengar dari mulut rakyat biasa.
Tatkala  banjir membuat  sawah ladang  rusak binasa.
Halangi terjadinya  penebangan liar mereka tak bisa.
Mereka hanya mampu mengadu pada Yang Kuasa.

Kepada  alam harusnya  ada prinsip keseimbangan.
Penebangan hendaknya diiringi dengan penanaman.
Sungai-sungai  dijaga agar sampah  tak buat kebajiran.
Tanah-tanah tidak ditutup beton agar tetap ada resapan.

IV
Dalam hujan betapa banyak  makhluk yang beruntung.
Tumbuhan berbuah jadi makanan bagi burung-burung.
Pucuk-pucuk  tumbuhan  muda  jadi makanan  lutung.
Banyak  sekali nikmat  Ilahi yang tak  mungkin dihitung.

Hujan membawa air yang bersih susuri kegelapan tanah.
Muncul memercik jernih dari mata air ke dataran rendah.
Menjadi  pembersih  bagi mereka  yang  suka beribadah.
Jadi penambah iman terhadap ciptaan Yang Maha Indah.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Sabtu, 12 November 2011

294-2011. Makna Sebuah Pesta (Refleksi Sea Games)

294-2011. Makna Sebuah Pesta (Refleksi Sea Games)

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Di Negeri ini sedang berlangsung sebuah pesta amat meriah.
Yang menurut berita habiskan dana Ratusan Milyar Rupiah.
Yang membuat  dada mereka  yang terlibat  membuncah.
Dan Ribuan  atlet dan official  berdefile dengan gagah.

Begitu banyak komentar dari seluruh penjuru negeri.
Banyak yang mendukung, banyak  pula yang apriori.
Pada pembukaan hadir Presiden serta  Para Menteri.
Betapa ramai pembukaannya bak keramaian kenduri.

II
Di Lebak dekat jakabaring seorang petani kecil berkata.
Mengapa hujan yang di nanti-nanti tak juga kunjung tiba.
Rencana menanam bibit padi yang banyak menjadi tertunda.
Dan dalam masa menunggu hujan tiba lagi  ia akan makan apa.

Seorang hamba Allah juga membuka  sebuah wacana renungan.
Apakah untuk sebuah pesta harus begitu banyak pengorbanan.
Kendaraan truk pengangkut  sembakopun dilarang  lewati jalan.
Sungguh sebuah pesta   bertabur  begitu  banyak  kemewahan.

III
Api, sebagai perlambang penyembahan tertua dalam sejarah.
Di arak keliling negeri lewati selat dan pulau  berbagai wilayah.
Disambut disemua perbatasan dengan cara-cara yang megah.
Walau masih sangat banyak rakyat miskin yang begitu payah.

Inikah wujud dari antroposentisme peradaban akhir zaman?
Kala manusia dipesona  teknologi berorientasi kesenangan.
Yang menjadu ukuran bukan  lagi ketaqwaan pada Tuhan.
Namun prestasi akal dan duniawi dalam bentuk kekuatan.

IV
Adakah yang didapat dari rasa bangga menjadi juara.
Kecuali  hanya  tepukan tangan  dan pujian  semata.
Ketika tak  berprestasi lagi  dibiarkan  hidup duafa.
Seperti yang terlihat pada siaran-siaran berita.

Begitu banyak kesenangan pada sebuah pesta.
Walaupun demi itu  begitu banyak yang menderita.
Orang-orang yang tak mampu hanya cucurkan airmata.
Dan akhir dari pesta yang begitu mahal hanya kumpulan cerita.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Minggu, 06 November 2011

293-2011. Hakekat Qurban

293-2011. Hakekat Qurban

Oleh
Hamdi Akhsan
I
Hari ini darah hewan tertumpah sebagai perlambang cinta.
Manifestasi iman dalam wujud  pemberian pada sesama.
Berbagi rezeki dengan mereka yang hidup dalam tiada.
Dengan janji imbalan disisi Allah yang berlipat ganda.

Di berbagai  tempat kaum  duafa hadir kegembiraan.
Merasakan daging seperti mereka yang berkecukupan.
Begitu ceria anak-anak yang rasakan  lezatnya makanan.
Sungguh indah sekali hakekat berqurban dalam kehidupan.

II
Bagi mereka yang berkurban balasannya sungguh nyata.
Rezeki dan hartanya setiap tahun pasti akan ditambah.
Dijauhkan  Allah dari  sifat kikir yang  sangat tercela.
Serta  ditambah kesadaran  bahwa dunia ini fana.

Tiada kerugian sedikitpun  orang yang berkurban.
Karena yang  dikerjakannya adalah perintah Tuhan.
Yang tiada satu  makhluk mampu berbagi kekuasaan.
Yang  tidak  ada dari ciptaannya  apapun Dia butuhkan.

III
Menyembelih hewan qurban hanya sedikit bukti keimanan.
Yang  bila tidak dikerjakan manusia akan alami kerugian.
Akan  diambil Allah  hartanya  melalui  berbagai  jalan.
Dan nantinya akan  lebih banyak  dari harga hewan.

Bagi  yang sadar, saat terlahir tak punya apa-apa.
Diberi Allah rezeki yang banyak dengan berbagai cara.
Mengapa  berhitung untuk sedikit dikembalikan pada-Nya.
Sebagai bukti keimanan dan kecintaan dari seorang hamba.

IV
Tatkala sifat-sifat yang kikir terpelihara dalam dada manusia.
Yang dihitungnya adalah pendekatan sangat matematika.
Yang tak sadar  saat datang  ke dunia tanpa apa-apa.
Dan kembali pada-Nya sebagai mayat tanpa jiwa.

Kelak,kala sendiri di kubur ia pasti akan menyesal.
Mengapa saat di dunia terlalu sedikit kumpulkan bekal.
Namun sesal akherat itu abadi tiada akhir dan tiada awal.
Hanya bisa harapkan kasih sayang dari Allah Sang Maha Kekal.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan

II

Rabu, 02 November 2011

292-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (3)

292-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (3)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Ibu, sebentar lagi lebaran idhul adha hampir tiba.
Teringat masa kecilku saat datang  merengek manja.
Tanyakan baju baru untuk pergi  silaturahmi ke tetangga.
Serta pergi jalan-jalan dengan teman diselingi tawa dan canda.

Tatkala malam  pergi ke mesjid dengan teman-teman takbiran.
Mikrofon dan pemukul beduk selalu jadi bahan rebutan.
Rasanya begitu bangga mendengar irama pukulan.
Sungguh  masa kecil yang membahagiakan.

II
Ibu, menetes deras air mataku kala teringat.
Kala lebaran kau pakai baju yang telah lama dibuat.
Demi bahagia anakmu berbaju baru pun ibu tak sempat.
Sungguh perjuangan yang berhiaskan tangisan dan keringat.

Tiada duka dan kesedihan di wajah teduhmu yang terpancar.
Tapi sorotan  mata tulusmu  tak mungkin  menghindar.
Dan beningnya air mata kelopak mata yang tergetar.
Kala ziarahi ayah yang tak iringi kami sampai besar.

III
Ibu, Lebaran idhul adha tahun ini kita tak bersama.
Tapi untuk akan selalu nanda panjatkan untaian doa.
Agar ibu diberi usia  panjang dan kesehatan yang prima.
Dan selalu berada dalam kehidupan penuh iman dan taqwa.

Maafkan anaku yang terkadang lalai dalam kasih sayang.
Dalam jiwa terdalamku ibunda tak pernah hilang.
Ibunda selalu ada dan setiap saat terbayang.
Di tengah sepinya malam ataupun siang.

IV
Ibu, teringat kala takbir berkumandang.
Menangis aku kala mengenang masa yang hilang.
Bersamamu  jalani hari-hari dari masa kecil yang panjang.
Sampai anakmu hadapi tantangan hidup yang luas terbentang.

Ibu, maafkan daku selama ada waktu untuk ucapkan kata itu.
Ikhlaskan segenap perjuanganmu menjaga hidupku.
Berikan doa dan restu agar selalu lurus jalanku.
Moga kelak di dalam ridho-Nya kita bersatu.

Ibu, anakmu rindu.

Al Faqiir
 
Hamdi Akhsan

Selasa, 01 November 2011

291-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (2)

291-2011. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (2)

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Ibu,
Tahun-tahun kehidupan kita akan segera berganti.
Namun kenangan indah yang membekas dalam jiwa tetap abadi.
Tatapan nan lembut penuh kasih sayang darimu tetap warnai hari-hari.
Sungguh sebuah keindahan tiada tara yang kelak akan kubawa sampai mati.

Di kerentaan usia yang semakin sepuh langkahmu mulai gemetar dan tertatih.
Rambutmu yang dulu begitu hitam kini telah dipenuhi uban memutih.
Suaramu lembutmu yang begitu kurindukan kini semakin lirih.
Dan sering kudengar nafasmu telah mulai terdengar jerih.

II
Ibu, dalam tidur nyenyakmu kadang kudengar sedan.
Maafkan anakmu kalau terkadang masih hampirkan kesedihan.
Daku tak tahu keperihan apa yang begitu rapi engkau sembunyikan.
Yang tak pernah kau ungkap  pada anakmusampai nyawa berpisah badan.

Maafkan daku kalau tak tahu bagaimana cara untuk membuatmu bahagia.
Maafkan daku mana kala tanpa sengaja  salah dalam kata-kata.
Maafkan daku tak mampu sembunyikan kepedihan dimata.
Sebagai  jendelamu untuk  tahu anakmu  berdusta.

III
Ibu, dalam rentang tahun tatkala daku makin menua.
Betapa kusadari banyaknya hal yang harus ditahan dalam dada.
Betapa kesepian dan kesendirian hidup harus dijalani oleh setiap jiwa.
Sampai kelak  setiap insan harus  menghadap-Nya  kembali ke alam baqa.

Ibu, tahun-tahun  kehidupan yang kulalui mulai  menuju ke  masa senja.
Betapa sering kurasakan goresan bagaikan duri tajam didalam dada.
Membuatku teringat padamu saat dalam diam keluar air mata.
Dan sesenggukan dalam kesendirian sebagai manusia.

IV
Ibu, maafkan anakmu yang kurang berbakti dimasa tua.
Beban hidup yang kulalui membuat diri sibuk dengan dunia.
Kewajibanku membuat anakmu siang  dan malam harus bekerja.
Karena tanggungjawab yang dibebankan pada anakmu sebagai ayah.

Di senja usiamu, tetap kumintakan tanganmu tertadah dalam doa.
Agar anakmu diberi Allah  keselamatan di akherat  dan dunia.
Dianugrahkan-Nya  jalan kebaikan orang-orang yang mulia.
Serta menghadap-Nya sebagai hamba yang bahagia.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Senin, 31 Oktober 2011

290-2011. Dengarlah!

290-2011. Dengarlah!

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Tatkala engkau bertanya mengapa daku tak lagi hadir?
Tidakkah kau rasakan pesan-pesanku yang dibawa angin semilir.
Tidak engkau rasakan airmata itu dibawa gemericik air yang mengalir.
Dan tidakkah begitu banyak pesan terdahulu di hatimu telah terukir.

Dahulu, daku datang tiba-tiba padamu bagai angin ditengah kegelapan.
Kutumpahkan kata-kata indah untuk-Nya sebagai wujud kerinduan.
Kugoreskan kepedihan hati dalam dada beriring sedu sedan.
Berharap ada jiwa yang sambut pesan-pesan ketulusan.

II
Kalau kini yang dahulu tiada menjadi ada lantas menghilang.
Sesungguhnya ia hanyalah sebutir buih d i tengahdahsyatnya gelombang.
Yang tertatih jatuh dan bangun sendiri dalam jiwa rapuh yang kadang bimbang.
Yang kadang tersesat bak hewan ternak tatkala gelap pulang ke kandang.

Adalah kegembiraan dan kesedihan hanyalah fatamorgana dalam waktu.
Tawa dan tangis dalam kehidupan begitu cepat datang dan berlalu.
Ada luka yang begitu dalam dan kuat bagaikan goresan sembilu.
Dan hanya pada-Nya jiwa rapuh ini akan menuju.

III
Semua akan berakhir fana dalam ketakabadian semesta.
Kematian akan datang bagai barisan prajurit yang gegap gempita.
Menghadap kembali pada-Nya dengan kepala tertunduk atau tengadah.
Menjadi sang budak yang menyesali diri atau berbahagia dalam rahmat-Nya.

Dalam kegelapan dan kesunyian perjalanan seorang hamba berkata.
Telah kutitipkan kerinduanku pada kaum muda perindu surga.
Telah kusampaikan pesan-pesan pada mereka yang perkasa.
Agar hidup dalam harga diri dan rasa bangga.

IV
Kala panggilan kekasih-Ku datang menjemput.
Dan titipan jiw pada jasad fana ini tercerabut.
Berharap hanya  nama-Mu  jua akan  kusebut.
Dan mendapat kebaikan sebagai pengikut.

Semua akan berakhir fana.
Kelak tiada duka dan bahagia.
Tiada lagi benci dan tiada cinta.
Yang ada, hanya balasan taqdir-Nya.


Musafir


Hamdi Akhsan

Senin, 03 Oktober 2011

268-2011. Syair Cinta Seorang Pengembara (5)


268-2011.  Syair Cinta Seorang Pengembara (5)

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan

I
Dalam kesendirian ruhani sang murid sering tangisi diri.
Kerasnya pertarungan peradaban harus dilalui hari demi hari.
Didera  perjalanan usia yang  bergerak ikuti  perputaran mentari.
sungguh  sebuah  perjalanan  yang berat  menuju cinta  yang abadi.

Guru, andai masih  bisa kutatap  lembutnya  pancaran  cahaya matamu.
Tentulah daku tak akan merintih dalam  kesendirian jiwa  yang membisu.
Darimu akan mengalir hikmah yang mampu taklukkan hati yang membatu.
Dan dengan  sabar  mendampingi  perjalanan ruhaniku  yang  masih baru.

II
Getar ruhani  yang engkau  tampakkan  memancar sejuknya cahaya iman.
Mengalir  keindahan demi  keindahan  nasehat  tanpa disertai  kepalsuan.
Dalam  keletihan yang  luar biasa  muridmu  tak kan  merasa  sendirian.
Ada engkau menjaga jalanku agar tak berpaling dari mulianya tujuan.

Kini, engkau pergi menemui Dia yang selalu kau senandungkan.
Tinggallah daku jalani hari-hari berat yang penuh tantangan.
Kadang jalanku tertatih  tak mampu  kukuh dalam iman.
Dan gelimang dosa membuat malamku jadi tangisan.

III
Guru, kurindukan senandung zikirmu yang menyiram bara nafsu.
Dengan doa dan nasehatmu  kulalui hari-hari indah masa dahulu.
Pelajari kesederhanaan dan  keikhlasan dalam perjalanan waktu.
Yang dengan semua itu engkau  didik kelembutan dalam jiwaku.

Dihari ini ilmu telah menghilang bersama berkah yang mengiringi.
Jiwa-jiwa para penuntut telah kering hanya berorientasi materi.
Pertautan cinta dan kasih sayang tak lagi jadi pengikat hati.
Seperti dahulu, kala kita masih bersama lalui hari-hari.

IV
Guru, mataku sering tak mampu lagi menembus ke dalam jiwa.
Kata-kataku tak lagi bisa menjadi penyejuk bak dinginya telaga.
Nasehat-nasehatmu yang agung tak membuat mereka tergugah.
Seolah semua telah tercampak tiaga guna di keranjang sampah.

Maafkan daku yang tak mampu sampaikan amanah sucimu.
Maafkan daku yang hanya mampu menahan perih bak disayat sembilu.
Lalui hari-hari hampa menunggu datangnya waktu.
Sampai kelak berjumpa denganmu dihadapan Sang Kekasih Yang Satu.

Guru, maafkan aku.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan

288-2011. Nasehat Kasih Sayang


288-2011. Nasehat Kasih Sayang

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan

I
Anakku...
Kalaulah boleh daku berandai tentang masamu kini.
Engkau bagaikan indahnya bunga mekar di musim semi.
Matamu berkilat tajam memandang dunia bak mata Rajawali.
Dan cepatnya engkau bak mata panah yang terlepas dan tak kembali.

Dengan jiwamu yang  bersih engkau pandang dunia  hitam dan putih.
Energimu  sungguh luar biasa  bagaikan  tak mengenal letih.
Dalam  kepedihan juang engkau pun tak akan merintih.
Engkaulah cahaya kami yang berjuang dengan gigih.

II
Namun dalam keadaan dimana jiwamu kini dipuncak.
Ingin kusampaikan padamu untuk belajar menjadi bijak.
Jadikan ayat-ayat Ilahi mengembara di tempat bumi dipijak.
Agar dengan keikhlasan pada-Nya sesama manusia engkau ajak. 

Percayalah, amarah yang tiada  makna kelak akan engkau sesali.
Karena ia bukan dari Ilahi, Tuhan Yang Maha Pemberi.
Iblis akan tertawa karena telah torehkan prestasi.
Yang bawa kerusakan atas kebaikan dibumi.

III
Dengarlah firman-Nya dan pesan Rasul-Nya.
Tentang kemuliaan hamba yang beri maaf kepada sesamanya.
Akan diteguhkan kedudukan dan  dimuliakan dunia akheratnya.
Dan ditutupi segala dosa dan kesalahannya.

Tetapi, bagi mereka yang menyimpan bara dendam.
Didalam jiwanya akan gelisah dan disinari cahaya kelam.
Dalam hatinya akan berhiaskan bintil-bintil yang menghitam.
Kelak akan dicoba dengan perbuatan yang dibenci dimasa silam.

IV
Anakku...
Usiamu makin bertambah seiring dengan kefanaan sang waktu.
Belajarlah untuk tidak kehilangan momen terbaik dalam hidupmu.
Jadikan dirimu kuat dan perkasa bagaikan singa pemburu.
Namun jiwamu penuh kelembutan bak lembutnya salju.

Belajarlah pada mereka yang punya hikmah dan kebijaksanaan.
Agar langkah yang  engkau tempuh akan mendapat keberkatan.
Sepanjang usiamu akan dilimpahi karunia dan kebaikan.
Serta selalu dapatkan ridho dari Tuhan.

Anakku, jadikan dirimu hamba yang disayang Tuhan.

Al Faqiir


Hamdi akhsan

Rabu, 21 September 2011

285-2011. Senandung Taubat.

285-2011. Senandung Taubat.

                   Oleh
                   Hamdi Akhsan

I
Kekasih,
Masihkah berharga disisi-Mu airmata seorang hamba yang berlumur dosa?
Adakah tempat bagi hamba untuk dapatkan rahmat-Mu Yang Maha Pemurah.
Adakah Engkau masih mau menerima hamba yang berulang-ulang berbuat salah.
Bagai seekor anak ayam yang tersesat dalam rimba raya tak tahu harus melangkah.

Masihkah  disisi-Mu ada  tempatku untuk  kembali untuk  perbaiki semua  kesalahan?
Masih cukup berhargakah semua istighfar  yang terlantun dalam  tangis perlahan.
Masihkah tersisa dalam  kelamnya hati tempat  tebarkan benih-benih kebaikan.
Sebagai budak  yang membangkan  namun ingin kembali  pada Sang tuan.

II
Kekasih,
Betapa malu menyebut  kata itu dalam amal yang berbalut dusta?
Telah berulang  sudah kata-kata  taubat ini  bersimbah airmata.
Namun  betapa berat  untuk  satunya  perbuatan dan kata.
Agar diri ini  mendapat curahan  kasih sayang  dan cinta.

Betapa ingin jiwa ini hidup dalam  cahaya kebenaran.
Setiap detik hidup ini senantiasa  dalam keimanan.
Ikhlas  dalam  ridho-Mu  jua  yang  diharapkan.
Sebagaimana fitrah dalam jiwa ini dambakan.

III
Dalam kesendirian kesadaran sering muncul.
Bayangkan  berat siksa kala  pinta tak terkabul.
Betapa sengsaranya kelak dosa-dosa harus dipikul.
Dan bengisnya para malaikat-Mu yang akan memukul.

Dalam sendiri teringat mereka yang terbaring dikubur sunyi.
Tanpa seorang  pembela jalani panjang dan beratnya hari-hari.
Tubuh tersayat  luka-luka yang  dalam  dihantam  sayatan cemeti.
Tiada kekuatan apapun yang diandalkan kecuali amal dalam hidup ini.

IV
Kekasih,
Masihkan bermakna airmata ratapi kesalahan berulang yang dilakukan.
Masihkah Engkau akan menerima rengekan doa dengan ratapan.
Masihkah ampunan untuk para pendosa ini Engkau sediakan.
Agar sebelum raga  berpisah  nyawa  masih ada harapan.

Kekasih, pada-Mu jua  hamba pintakan ampunan.
Pada-Mu jua hamba bermohon perlindungan.
Agar Engkau ampuni dosa  seluas lautan.
Di saat kelak nyawa tiada lagi dibadan.

Kekasih, Ridho-Mu jua yang hamba harapkan.


Al Faqiir


Hamdi Akhsan

Minggu, 18 September 2011

285-2011. Untukmu Yang Dalam Cobaan, Bersabarlah!

285-2011. Untukmu Yang Dalam Cobaan, Bersabarlah!

                   Oleh
                   Hamdi Akhsan


I
Seorang hamba tersedu dalam tangis kepedihan.
Segenap derita hidup yang dialami seakan tak tertahankan.
Seakan tiada harapan dan cahaya yang menerangi langkah ke depan.
Sungguh segala upaya yang telah dijalani belum nerikan hasil yang diharapkan.

Jalan di depan  seolah  sebuah lorong  panjang  yang begitu  sempit dan gelap.
Tak tahu  kemana lagi tangis, pinta, dan  permohonan  akan dihadap.
Hanya pada-Nya doa selalu dipanjatkan dengan penuh harap.
Agar iman didada yang tersisa akan selalu mantap.

II
Sabarlah saudaraku! Tiada  kegelapan yang abadi.
Kepedihan itu sesungguhnya  kesempatan dekat pada Ilahi.
Tak ada guna segala  yang telah terjadi  di masa  lalu engkau ratapi.
Serahkan pada Pencipta alam semesta Sang pemilik Rahasia tersembunyi.

Sabarlah!Setiap kesulitan seberat apapun pasti berakhir dengan kemudahan.
Asalkan engkau ridho dengan segala cobaan yang datang dari Tuhan.
Prsangka baik pada-Nya dan doa selalulah engkau panjatkan.
Supaya akhir yang baiklah akan Tuhan berikan.

III
Jauhilah  keputusasaan dalam  menjalani taqdir.
Agar dimanapun engkau berada malaikat-Nya akan hadir.
Tidakpun  terkabul di dunia ini doamu jadi  tabungan  di hari akhir.
Menjadi tumpukan pahala dan penghapus banyaknya dosa yang telah diukir.

Lihatlah kemuliaan yang didapat orang yang lulus dari beratnya cobaan hidup.
Bagai kupu-kupu yang lahir dari kepompong yang lama dalam sekedup.
Atau bagai ular yang menahan perihnya terkelupas kulit penutup.
Itulah rahasia kehidupan  dalam taqdir terlingkup.

IV
Jangan berputus asa dari rahmat Ilahi.
Karena itu sifat dan laku yang sangat Ia benci.
Karena selain cobaan pasti banyak nikmat yang Ia beri.
Sebagai perwujudan dari keseimbangan atau sifat-sifat simetri.

Mari merenungkan segala kesalahan terdahulu yang dilakukan.
Bermohon taubat sebelum nyawa kembali diserahkan.
Agar mendapat curahan rahmat dan ampunan.
Serta dapatkan surga sebagai ganjaran.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Minggu, 04 September 2011

284-2011. Musafir Kehidupan

284-2011. Musafir Kehidupan

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Tahun-tahun panjang telah hamba lalui.
Tangis dan tawa akrab dalam ramai dan sepi.
Duka dan bahagia menjadi  permainan  hari-hari.
Menunggu  datang waktu nyawa di jasad berhenti.

Kematian yang ditakuti para pendurhaka pasti datang.
Tak peduli  masanya tiba di hari pagi ataupun petang.
Mengejar para makhluk dimanapun bumi  terbentang.
Tak dapat dihalangi dengan tentara ataupun pedang.

II
Terdengar kabar sahabt yang dipanggil lebih dahulu.
Berpindah ke  negeri sepi diapit  oleh nisan batu.
Berada disana  menunggu datangakhir waktu.
Sebagaimana kelak tiap insan akan menuju.

Tinggallah semua kemegahan beserta harta.
Tinggal pula semua yang disayang dan dicinta.
Tinggallah ampunan dan kasih Ilahi yang dipinta.
Dengan pilihan akan  berbahagia  atau menderita.

III
Musafir, perjalanan waktumu kini telah senja.
Bersiap untuk pulang  bagai anak rindukan bunda.
Rapihkan bekal untuk menghadap pada Sang Pencipta.
Menunggu datangnya  pengadilan sebagai seorang hamba.

Betap sejarah  telah beberkan banyak pelajaran berharga.
Tentang  balasan para  pencinta dan  para pendurhaka.
Apakah memilih kenikmatan duniawi berujung murka.
Ataukah jalan para hamba yang berujung bahagia.

IV
Hidup, bukanlah mekanisme jasad organik semata.
Bukan pula keimanan yang hanya sebatas kata-kata.
Butuh pembuktian prilaku dan manifestasi yang nyata.
Agar kelak tiada sesal di saat bangkit di Padang nan rata.

Musafir, hidup ini adalah sebuah kefanaan dan kebinasaan.
Sekuat apapun jasad insani  akan alami pembusukan.
Kembali menjadi tanah  sebagaimana difirmankan.
Moga diberi kasih dan ampunan sesuai harapan.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Minggu, 21 Agustus 2011

281-2011. Lailatul Qodar

281-2011. Lailatul Qodar

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Malam, tatkala cakrawala membisu dalam ketundukan pada Ilahi.
Semesta bertasbih dalam dinamika hukum sejak zaman bahari.
Segala makhluk  ciptaan pun pasrah pada-Nya tanpa kecuali.
Di malam kala Lailatul Qadar yang agung tiba dan diberkati.

Adalah sebagian hamba  menunggunya dengan kerinduan.
Harapkan kehadirannya sebagai pemberian ruhani dari Tuhan.
Didalamnya berisi  keberkatan ibadah yang  setara seribu bulan.
Untuk bekal kelak  menghadap-Nya dengan membawa kebaikan.

II
Ribuan tahun berlalu dan peradaban manusia  bumi pun berubah.
Namun para pencinta sabar hadapi aneka cobaan dengan tabah.
Walau  segenap derita harus  dijalani pada-Nya ia menyembah.
Sampai  kelak datang  pengadilan Ilahi yang  pasti  akan tiba.

Kurun demi kurun semesta menunggu  datang Lailatul qodar.
Malam yang kala bintang-bintang di angkasa  redup berpendar.
Malam  tatkala waktu seakan  berjalan lambat  dalam garis edar.
Menunggu habisnya masa  pertaubatan para  hamba yang sadar.

III
Malam Lailatul qodar adalah malam khusus untuk para pencinta-Nya.
Yang berkendak untuk  mendapatkan ridho  beriring ampunan-Nya.
Rindukan  karunia  Ilahi  sebagaimana yang  telah dijanjikan-Nya.
Sebagai bekal  manakala sang  hamba harus  menghadap-Nya.

Bersujud para hamba yang rindu dalam genangan airmata.
Bibir mereka berbisik  lantunkan doa  dan harapan cinta.
Sampaikan segenap kehambaan dalam indahnya kata.
Agar di akherat kelak terhindar dari perihnya derita.

IV
Malam diam dan hening dalam ketundukan.
Hati para hamba  pasrah  dalam harapan.
Harapkan karunia dan ampunan Tuhan.
Sepanjang  usia yang Allah  berikan.

Dalam sekaratnya  peradaban bumi.
Ada  wajah-wajah yang  rindukan Ilahi.
Mengharapkan ridho Allah yang Maha Suci.
Agar mendapatkan indahnya kebaikan surgawi.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Kamis, 18 Agustus 2011

282-2011. Wahai anak, Dengarlah Pesanku ini

282-2011. Wahai anak, Dengarlah Pesanku ini

                  Oleh
                  Hamdi Akhsan


I
Kukisahkan padamu tentang perjalanan panjang yang telah kulalui.
Tentang segala kebahagiaan dan  kepedihan yang  telah kutemui.
Tentang hakekat dibalik  sesuatu yang  dahulunya  tersembunyi.
Dan kini  telah terbuka  bagaikan benderangnya sinar mentari.

Wasiat pertama tentang hidup di dunia yang berakhir fana.
Kebahagiaan  duniawi yang dikejar hanyalah fatamorgana.
Karena masa depan  setiap insan telah  pasti bagiannya.
Tinggallah  bagaimana  cara ia akan  mendapatkannya.

II
Ada manusia yang mempertuhankan dunia materi.
Ia mengira akan  mendapatkan  kebahagiaan hakiki.
Padahal  tiada yang dibawa tatkala dirinya kelak mati.
Kecuali amalan baik  yang mendapat  balasan dari Ilahi.

Ada pula manusia yang memimpikan kesenangan jabatan.
Dengan segala cara apa yang dicitakan haruslah didapatkan.
Tak peduli jalan yang halal dan haram telah dicampuradukkan.
Yang penting diperoleh keinginan hawa nafsu yang diharapkan.

III
Belum lagi segolongan yang halalkan segala cara dapatkan harta.
Tak peduli membuat orang lain terzalimi dan cucurkan airmata.
Tak peduli karenanya orang terusir dan hidup terlunta-lunta.
Segala cara dipakai walau  harus  gunakan  sumpah dusta.

Lihatlah, betapa sejarah telah  memberikan pelajaran.
Tentang  para  penguasa  yang   menantang  Tuhan.
Di akhir  hidupnya keadaan mereka Dia hinakan.
Dan di  akherat rasakan pedihnya pembalasan.

IV
Wahai anak, betapa  banyak pendusta agama.
Yang  membiarkan anak yatim  hidupnya terhina.
Yang  menggusur  mereka  yang  tak  punya rumah.
Bersikap sewenang-wenang pada mereka yang lemah.

Adalah masa lebih dari cukup  untuk dijadikan pelajaran.
Mereka yang dulu begitu gagah kemudian dilemahkan.
Yang semula berharta banyak kemudian dimiskinkan.
dan yang dahulu berkuasa  kemudian dipenjarakan.

V
Itulah garis besar permainan kehidupan disetiap kurun.
Hukum-hukum yang tak berubah selama ribuan tahun.
Untuk itulah adanya  agama agar  kehidupan tersusun.
Dan semua  dibawah kendali Ilahi  Maha Pengampun.

Anakku, semua kemuliaan duniawi hanyalah kepalsuan.
Yang kelak berharga disisi-Nya hanya  amal kebaikan.
Hiduplah  selalu  dalam  tuntunan  dan  naungan Tuhan.
Agar kelak  setelah  mati tiada tangis  dan  penyesalan.

Al Faqiir

Hamdi Akhsan

Rabu, 17 Agustus 2011

280-2011. Enam Puluh Enam Tahun Kemerdekaan!

280-2011. Enam Puluh Enam Tahun Kemerdekaan!

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Hari ini sebuah bangsa peringati enam puluh enam tahun kemerdekaan.
Sebuah rutinitas yang syarat dengan pesan dan peringatan.
Atas perjalanan sejarah masa lalu dan masa depan.
Dalam pilihan kehancuran atau kemenangan.

Merdeka?Bagai Rajawali  Sang Raja  Angkasa.
Yang mampu busungkan dada dan angkat kepala.
Yang menjadi teladan sebuah kebebasan sejak zaman purba.
Dan menjadi perlambang perjuangan tak kenal letih dari Sang Pencipta.

II
Merdeka, bukan hanya bermakna rakyat negeri bebas dari perbudakan fisik.
Sementara ekonomi, budaya, dan jati diri bangsa diobrak-abrik.
Rakyat menjadi budak pekerja para pemilik pabrik.
Dan terhadap kekuatan asing tak berkutik.

Di negeri merdeka rakyatnya hidup bahagia.
Dilayani oleh para pemimpin yang memegang amanah.
Yang tidak disibukkan menumpuk harta dan menebar janji dusta.
Dan terhadap penderitaan dan kesengsaraan rakyat mereka menutup mata.

III
Merdeka bukan bermakna dijajah oleh para pemimpin negerinya sendiri.
Namun rakyatnya hidup dalam kesejahteraan dengan harga diri.
Ada uang dan harta untuk hidup layak secara mandiri.
Dan mereka diberi kesempatan mencari rezeki.

Merdeka bukan hanya simbol untuk hiburan.
Namun semua bekerja keras secara berkesinambungan.
Memanfaatkan kekayaan alam dengan baik sebagai nikmat Tuhan.
Dan para pemimpin bersama rakyatnya bahu membahu mencapai kejayaan.

IV
Enampuluh enam tahun telah berlalu adalah usia yang begitu panjang.
Dalam periode kehidupan ibarat telah  memetik hasil dari juang.
Namun dihari ini kesulitan demi kesulitan kian menghadang.
Dan di negeri sendiri rakyat bagaikan telah terbuang.

Episode yang lalu hendaknya menjadi pelajaran bangsa.
Untuk hidup dalam  perjuangan harga diri bagaikan garuda.
Pelopor kebangkitan bagaikan tegaknya kepala sang raja angkasa.
Dan menjadi pusat peradaban yang dikenang manusia sepanjang masa.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan