Minggu, 08 Mei 2011

90-2010. Bagaimana Hamba Tak Menangis

90-2010. Bagaimana Hamba Tak Menangis

                 Oleh
                 Hamdi Akhsan


I
Kekasih,
Bagaimana hamba tak menangis pilu.
Bila peringatan akan azab-Mu dianggap angin lalu.
Para penyeru kebenaran dan  pemberi peringatan lidahnya kelu.
Dan Dajjal pun telah menjelma kalahkan ajaran suci Nabi-Mu sejak dahulu.

Bagaimana jiwa ini tidak  tenggelam dalam kepedihan yang begitu dalam.
Bila para pencinta-Mu tak memegang panji seperti di masa silam.
Tak lagi pilih munajad sunyi dalam dinginnya malam.
Dan serahkan diri pada Penguasa Alam.

II
Kekasih.
Kini para pendusta dengan pongahnya tertawa diatas kepedihan kami.
Bunga-bunga harapan kini  telah gugur dan gagal  untuk bersemi.
Akar mereka  lemah dan sangat mudah tercerabut dari bumi.
Atau bagaikan gugurnya daun tatkala berakhir musim semi.

Bagaimana hamba tak menangis bila kami bagaikan buih.
Yang  kala dizalimi  para pembenci-Mu  hanya  merintih.
Entah mengapa jalan pasrah dan lemah yang kini dipilih.
Bukan jalan pasukan para mujahid  yang berjubah putih.

III
Kekasih.
Dalam gempita kegembiraan bala tentara iblis yang menang.
Kurindukan jiwa-jiwa muda pemberani yang sanggup berjuang.
Yang memegang teguh pada kitab-Mu walau cobaan menghadang.
Dan serukan  ajaran kitab suci-Mu di bumi sampai kemenangan  datang.

Mengapa masih percaya, pakaian akan bersih bila dicuci dengan kotoran.
Seperti anggapan generasi yang berkiblat pada ideologi negeri orang.
Sedang ajaran Ilahi yang  pasti benar  ditinggalkan dan dilarang.
Sungguh yang mengaku beriman tersesat dari jalan terang.

IV
Kekasih, dalam peradaban yang terkubur dan kalah.
Bermohon hamba Engkau kirimkan generasi Hizbullah.
Yang  terhadap  tekanan  musuh  tak  pernah  menyerah.
Walaupun kelak harus syahid dijalan-Mu bersimbah darah.

Biarlah generasiku  tertunduk  malu karena  tidak berbuat.
Dihadapan mahkamah-Mu kelak tak mampu menjawab.
Tapi  kelak  akan  datang  pengganti  yang  lebih kuat.
Dan jadikan pilihan hidupnya  untuk selalu berjihad.

Al Faqiir


Hamdi Akhsan.

0 komentar:

Posting Komentar