Minggu, 05 Juni 2011

58-2010. Syair Lelah

58-2010. Syair Lelah

               Oleh
               Hamdi Akhsan


LELAH
I
Dunia pantun mulai sunyi,
teman yang lama undurkan diri,
bermadah kini tinggal sendiri,
pantun yang indah tak muncul lagi.

Baiknya diri siap persiun,
banyaklah sudah pantun disusun,
syairpun sudah banyak dilantun,
tinggalan untuk bangsa serumpun.

Bersiap diri kerja yang lama,
mengajar sambil pergi ke huma,
atau berbisnis membuat rumah,
besarkan lagi seperti pertama.

II
Para pemantun mulai pergi,
Hilang kemana tiada ketahui,
yang baru-baru tak muncul lagi,
kadang pun lewat hanya sepagi .

Terkadang diriku merasa pilu,
melamun sendiri dimalam dalu,
mengapa semua pergi berlalu,
tinggalkan diri bak angin lalu.

apakah pantun tidak menarik,
ataukah syair seperti jangkrik,
terlalu banyak yang kena kritik,
atau banyak warna seperti batik.

III
Sebahagian besar kini menghilang,
Banyaklah pula kini melanglang,
Ada yang buka padang ilalang,
Yang pergi juga tak pulang-pulang.

Kemana pergi teman waniita,
yang muda juga seperti patah,
yang tua banyak tiada berita,
hilang semua dimalam buta.

Para sahabat juga tak muncul,
yang sudah biasa  pun tak juga timbul,
yang sudah banyak sibuk mengumpul,
apakah semua terkena bisul?

IV
Para penyair  juga tiada,
Pemula  juga sudah senada,
pemantun tua pergilah sudah,
tinggallah sedih didalam dada.

Yang dari jawa kadangpun lewat,
penggemar  juga melihat-lihat,
terkadang ada muncul sesaat,
cukup menjadi tukang semangat.

Kemana engkau Abu Muhaeimin
Pergi berperang jendral Mandangin,
Iwan Ogan pun pergi bersama angin,
Juragan pantun pergi di malam dingin.

V
Imha Signora entah kemana,
Lee Faurel masih di taiwan sana,
Yeni Maharany dengan skripsinya,
Gunawan Fuad berganti nama.

Profesor Supli sibuk berkarya,
vikri Bastari muncul seraya,
Alip Maulana di Bandung Raya,
Ian doang dengan batamnya.

Rony ajalah berkirim jempol,
Alam Panrita makin menonjol,
Isma Nita semakin Afdhol,
Rofi'ah Ma'az mengurus bandrol.

VI
Nurman Charliest pun berganti nama,
Randy pranata jadi gantinya,
Ummi Afif sibuk di negeri Jermannya,
Saad Hang Ugan sibuk jualannya.

Beruntung ada bunda Ken Ira,
juga tak lelah bunda dian nana,
Tak lupa juga bunda Heratina,
terima kasih mimi syarif mama.

Ada pula pemain baru,
Eni Zahara layak ditiru,
Amir Hamzah pun berlalu,
tapi pantunnya mengharu biru.

VII
kadang bertamu eny farida,
umi hartati ada munculnya,
cicix pun kadang hilang rimbanya,
dang Acaria entah kemana.

Marchada kini mulai bersyair,
Alan pun sibuk mengasah fikir,
pena Erwan fals terus dikikir,
Miu Chan juga tak henti mikir.

Djayadi sibuk di Amerika,
Riska pun sibuk sembuhkan luka,
Tengku lukman muncul disaat suka,
menjauh semua kini mereka.

VIII

Echan smith kini sering tak muncul,
Eka Okta pun tak lagi ngumpul,
chai Galaksi sedang mencari simpul,
Bu Irawati ngurus batik terkumpul.

Pantun Balega membuka lapak,
Mellisa Immel mulai tak nampak,
Taswin Tarmizi menjadi bapak,
mengapa mundur semua serempak?

Itulah madah bukan penyair,
kata hatinya terus mengalir,
bagaikan air menuju hilir,
tiada berhenti kata diukir.

IX
Terkadang air mata mengalir,
rasa sendiri teramat getir,
ingin berhenti kadangpun hampir,
tapi di jiwa yang jadi ketar ketir.

Madahku akan terus kutulis,
selama yang benar masih terlukis,
walaupun jasad kelak telah habis,
syair dan pantun tinggalan manis.

Kini mentari menjelang petang,
tak tahu maut kapan kan datang,
berharap kelak badan sebatang,
menghadap Allah sebagai pemenang.

PENUTUP
Walaupun hidup belumlah bersih,
wajib dan sunnah berjalan masih,
pada keluarga tertanam kasih,
sederhana hidup tidaklah risih.

Wahai Ilahi Maha Penyayang,
malaikat maut-Mu mulai membayang,
Berharap kelak nyawa melayang,
hamba diampun serta disayang.

Al Faqir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar