Minggu, 05 Juni 2011

13-2011. NYANYI SUNYI SEORANG PAHLAWAN TUA

13-2011. NYANYI SUNYI SEORANG PAHLAWAN TUA

Oleh
Hamdi Akhsan



I
Teringat  daku ke masa  enampuluh enam tahun yang silam,
Sebuah era yang merubah wajah  sejarah  sepanjang zaman,
lahirkan syuhada yang darahnya harum bagai bunga ditaman,
serta  melahirkan kisah abadi yang indah dihati semua teman.

Tiada kebanggaan diri,
kecuali  niat perjuangan suci,
usir para penjajah dari bumi pertiwi,
dengan satu tekad, merdeka atau mati.

Yang ada hanya shuhada disambut para bidadari,
Dari jasadnya mengalir darah yang harum tiada terperi,
Menyambut janji Ilhahi tentang teguhnya sebuah transaksi,
Syahid dijalan Allah bela agama, atau merdeka tiada terjajah lagi.

II
Kini, setelah enam  dasa warsa bangsa ini bebas dari penjajahan.
Kemajuan  sudah  kentara  dalam segala  bidang kehidupan.
Dalam segala  segi   banyak hasil  fikiran para  ilmuwan.
Serta dalam segala aspek sudah banyak aturan.

Tapi, betapa dalam kepedihan di hati kami,
rakyat kecil seaka-akan  tiada arti,
tetap dianggap sebagai duri,
tidak dijunjung tinggi.

Pejabat pergi  kemana-mana dengan pengawalan yang ketat,
Aneh, dikawal begitu seakan  takut  berjumpa dengan rakyat.
Jalan-jalan yang dibangun begitu mahal sebentar rusak berat.
Dan protes terhadap parahnya  situasi pasti  dihadang aparat.

III
Betapa sederhananya cara rakyat kecil keluhkan kepedihan,
Nilai tukar hasil bumi dan indutri semakin senjang,
Menjadi petani identik dengan penderitaan,
dan selama  hidup dililit hutang.

Apa lagi yang harus dilakukan,
kecuali pasrah jalani pedihnya kehidupan,
dari hari ke hari berjuang dalam sedu dan sedan,
orang-orang yang berkuasa seakan tuli dan menyepelekan.

Ke depan, apalah  lagi yang akan terjadi,
ciri akan hancurnya sebuah bangsa tidak terhindar lagi,
perpecahan yang  hebat seakan tinggal menunggu hitungan hari,
dan jutaan rakyat kecil menunggu datangnya pemimpin bagai al-Mahdi.

IV
apakah ini pertanda kehidupan negeri telah menjelang ajal?
atau memang pertanda telah datangnya era dajjal?
sehingga terhadap bencana orang tetap kebal,
betapa nafsu sudah tenggelamkan akal,
dan kehancuran pastilah bakal.

Kini, para pahlawan sudah mati,
pesan-pesan kebaikan tidak didengar lagi,
telinga yang lebar  memberi pendengaran yang tuli,
dan terhadap peringatan dan nasehat seakan hati telah mati.

Tuhan, selamatkan negeri ini.


Al Faqir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar