Oleh
Hamdi Akhsan
I
Dalam gelapnya malam seorang hamba berbisik sendu.
Kekasih,betapa ingin hamba melihat wajah-Mu.
Yang kurindu disepanjang perjalanan Mujahadahku,
Yang karena rindu ini hamba mengembara arungi samudera dan daki tajamnya gunung batu,
Dan airmataku mengalir bagaikan sungai darah dalam kerinduan nan bisu.
Dalam kerinduan yang hebat,
Tiba-tiba ada bisikan yang begitu dalam menyengat,
Hentakkan kesadaran bahwa rindunya masuki jalan yang sesat.
Dan mengalir deras jawaban atas kerinduan melalui rangkaian ayat-ayat.
Wahai pencinta!Ingatkah engkau bahwa kerinduanmu bagaikan rindunya Musa,
Yang mendaki gunung sinai untuk melihat wajah-Ku yang ia cinta,
Tapi, dalam kefanaanmu sebagai makhluk yang nista,
Baru terkena cahaya-Ku gunung sudah terbelah.
II
Ingat juga perjalanan Ibrahim Sang Khalil yang beruntung ,*
Tatkala ia ingin melihat Allah dalam wujud-Nya Yang Maha Agung
Disuruh memisahkan cincangan burung tubuh di empat puncak gunung,
kembalilah mereka secara utuh sambil bertasbih kepada Allah melalui kicauan dan senandung.
Wahai hamba,
Bukankah telah cukup bagimu cara untuk bermusyahadah,
Alquran telah memberikan pedoman dan rambu-rambu arah,
Bahkan dalam firman-Nya yang suci dan agung Ia telah berkata,
Sesungguhnya Aku dekat, lebih dekat dari urat leher tempat mengalir darah,
III
Wahai para pencinta Ilahi yang tak pernah menyerah,
engkau dapat melihat-Ku disetiap tetesan embun yang mengalir di pagi buta,
engkau dapat menemukan kasih sayang-Ku di lembutnya tangan ibunda yang memeluk bayi yang tiada daya,
engkaupun bisa menemukan-Ku dimata anak yatim piatu yang hidup terlunta dan teraniaya.
Itulah Musyahadah.
Musyahadah...
adalah kasyafnya mata seorang hamba dengan keagungan yang Indah,
Mengiggil tubuh yang fana menatap bintang dan renungkan keindahan jagat raya,
dan di setiap ciptaan ada indah dan sempurnanya keagungan dan ketinggian Sang Pencipta.
Musyahadah bukanlah pencarian mudah bak burung pipit mengambil padi di tengah sawah,
atau didapat seorang hamba tanpa merasakan perihnya perjalanan mujahadah,
Ia adalah mutiara berharga yang berada jauh didalam samudera terbawah,
yang didapat dengan perjuangan panjang yang pantang menyerah.
IV
Kasyafnya manakah yang sang hamba diinginkan?,
bagaikan Umar Al Faruq yang selamatkan pasukan nun jauh di pegunungan,
atau nampaknya fitnah akhir zaman dalam pandangan Huzaifah hamba pilihan,
Ataukah kasyafnya mata seorang murid yang karena dunia kemudian ia tergoda syaitan.
Sungguh berat, ketika mata hati telah terbuka,
pilihan seorang murid hanyalah Allah suka dan syaitan yang berduka,
Manakala didalam batinnya ada debu kesombongan dan condong pada dunia suka,
maka ia harus bersiap diri untuk digolongkan sebagai hamba yang celaka.
V
Ilahi yang Maha Tinggi,
kalaulah Musyahadah merupakan pemberian yang Engkau Ridhoi.
Berilah hamba kekuatan untuk menjaga dan meningkatkan keimanan diri,
Tapi bila akan memberi kedurhakaan dan mengurangi kasihmu yang tiada bertepi.
biarlah hamba-Mu yang lemah dan mengharapkan cinta-Mu tetap seperti keadaan dihari ini.
Menjadi sebutir debu ditengah jagat raya rahmat-Mu,
Asalkan hamba boleh menangis merindukan-Mu.
Al Faqir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar