Oleh
Hamdi Akhsan
I
Wahai Tuan...
Kelak di depan Mahkamah Ilahi engkau akan tertegun.
Kami akan menagih uang yang engkau kumpulkan bejibun,
Kami akan tuntut darah saudara kami yang ditembak dengan tentara satu garnisun,
dan menuntut segala kebohongan yang dengan rapi telah engkau susun.
Kami muak...
Dengan kata-kata indah berselimut dusta,
Pergi kesana kemari habiskan ratusan milyar uang negara.
Bungkus kegagalan demi kegagalan dengan menyalahkan situasi dunia,
dan mempermainkan nilai mata uang sehingga menjadi semakin tak berharga.
Belum lagi, hebatnya korupsi makin hari makin besar laksana tumor ganas.
Menghisap darah rakyat kecil dengan sangat rakus dan trengginas,
Masuk ke rekening mereka yang rakus melebihi binatang buas.
Dan atas semua jeritan kaum papa yang selalu tergilas.
Kelak di akherat engkau akan dibalas.
dan...pasti impas.
III
Tuan...
Didesaku begitu banyak perempuan yang menjadi tenaga kerja wanita ke luar negeri,
Karena dengan gaji dan kemewahan fasilitasmu, lapangan kerja tidak bisa engkau beri,
Pintar benar engkau, arahkan media dan pakar sibuk dengan penganiayaan yang bikin ngeri.
Sedikit yang tahu kalau itu cara yang paling murah untuk keluar dari ketakmampuan diri.
Tuan...
Katanya negeri tuan adalah negeri orang-orang yang taat ibadah.
Bahkan kadang secara menyolok orang bersama-sama istighosah,
Setiap tahun ratusan ribu haji dan jutaan yang pulang dari umrah,
Rumah ibadah dari segala agamapun tumbuh bagai air tercurah,
Tapi mengapa kehidupan semakin sulit dan rakyat makin sengsara.
Tuan...
Suaraku sudah serak dari tadi tak henti teriak-teriak sampaikan apa yang jadi kehendak.
Dibelakangku hanya mereka yang memang berani atau belum kebagian kue yang banyak.
Sebahagian besar kawan-kawanku telah dibeli dan sekarang ikut juga mengkoyak-koyak.
Dan percayalah...sebentar lagi aku akan diambil dan dituduh telah berbuat yang tak layak.
Tuan...
Sebelum aku beranjak pergi,
terakhir kusampaikan satu kalimat lagi,
Sehebat-hebatnya dirimu, kelak pasti akan mati,
dan dituntut ratusan juta orang didepan Mahkamah Ilahi.
Inderalaya, Februari 2011
al Faqir
Hamdi Akhsan.
0 komentar:
Posting Komentar