188-2011. Surat Seorang TKW kepada anaknya
Oleh
Hamdi Akhsan.
I
Anakku...
Surat ini ibunda tulis dari negeri yang jauhnya ribuan kilometer.
Akan bunda tumpahkan kepedihan padamu tanpa ada yang tercecer.
Airmataku telah kering karena sejak bertahun telah tertumpah berember-ember.
Sungguh antara cita-cita dan kenyataan yang harus kuterima demikian jauh bergeserr.
Kutulis surat hanya sebagai sisa kepedihan panjang karena tiadanya sebuah pilihan.
Hidup yang bunda jalani di negeri sendiri setiap saat tiada kepastian penghasilan.
Di tanah yang subur begitu banyak yang hidupnya dalam kemiskinan.
Sungguh itulah sebuah kenyataan yang begitu penyedihkan.
II
Tatkala engkau dilahirkan, bunda kebingungan mencari biaya.
Tiada guna aku tamat sekolah dan memiliki beberapa lembah ijazah.
Ayahandamu juga telah berupaya kian kemari mengerahkan segenap tenaga.
Namun di negeri ini segalanya memerlukan koneksi pejabat dan biaya tak terduga.
Dalam sakitnya derita karena kemiskinan bunda bulatkan tekad pergi ke luar negeri.
Dari cerita bahwa disana bertaburan uang walau hanya bekerja sebagai kuli.
Kelak akan bisa menabung banyak dan mengumpulkan uang dari gaji.
Untuk merubah nasib keluarga kita yang susah di negeri sendiri.
III
Tapi nak, benarlah kata orang tua. Jauh panggang dari api.
Sebagai pembantu di negeri orang terperas tenaga sore dan pagi.
Harus kuat dan bemental baja untuk setiap saat menerima caci maki.
Dan adakalanya tak sanggup bunda menerimanya dan menangis dalam hati.
Bunda bersyukur hanya menerima makian dan penistaan dengan kata-kata.
Ada teman yang bernasib malang karena dilecehkan dan diperkosa.
Ada pula yang tubuhnya bengkak biru lebam dipukuli dan disiksa.
Sungguh tercabik harga diri dan kehormatan mencari nafkah.
IV
Betapa berat semua bunda jalani demi kehidupan yang lebih.
Mengalir airmata ini ketika dihardik dan dicaci maki kala jasad letih.
Sakit karena masuk angin dan deman membuat langkah bunda tertatih.
Sungguh setiap hari hidup ini akrab airmata dan segala kesedihan dalam rintih.
Bunda tak tahu, apakah pemegang amanah sadar bahwa mereka tak mampu.
Sediakan lapangan kerja agar rakyatnya di negeri orang tidak jadi babu.
Atau mereka hanya sibuk hidup mewah dengan hatinya membatu.
Betapa cita kemerdekaan dahulu hanya mimpi bak angin lalu.
V
Dari negeri yang jauh binda berpesan dengan ratap tangisan.
Di atas setiap tetes keringatku, engkau dan ayahmu teguhkan iman.
Jangan sampai ibunda jalani hidup malang disini diliputi pula kekhawatiran.
Atau kiriman yang diberikan ke kampung dipergunakan hanya untuk kesenangan.
Anakku, pada pemimpin di negeri tempat kami dilahirkan ibunda titipkan amanah.
Menjadi Tenaga Kerja di negeri orang bukan hal yang membuat bangga.
Itulah wujud ketakmampuan pemimpin negeri siapkan lapangan kerja.
Dan mereka akan diminta pertanggungjawaban di mahkamah Allah.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar