207-2011. Kepada Sungai dan Rawa
Oleh
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Sungai.
Mengapa kini engkau coklat dan penuh bisa.
Mengapa jernihmu tak lagi menyedapkan mata.
Mengapa luapanmu lahirkan tangis derita.
Dan mengapa iramamu tak lagi indah bak alunan kata.
Dulu, engkau mengalir di segala musim.
Patuh pada aturan Ilahi tentang perubahan iklim.
Menjadi tempat suku pengembara sungai bermukim.
Dan rahmat-Nya berupa ikan melimpah dikirim.
Sungai.
Mengapa kini engkau coklat dan penuh bisa.
Mengapa jernihmu tak lagi menyedapkan mata.
Mengapa luapanmu lahirkan tangis derita.
Dan mengapa iramamu tak lagi indah bak alunan kata.
Dulu, engkau mengalir di segala musim.
Patuh pada aturan Ilahi tentang perubahan iklim.
Menjadi tempat suku pengembara sungai bermukim.
Dan rahmat-Nya berupa ikan melimpah dikirim.
II
Sungai,
Kini dasarmu penuh noda dan lumpur hitam.
Permukaanmu berkilat polusi beracun yang tampak seram.
Gemericik bunyimu tak lagi indah di waktu malam.
Dan disegala tempat erosi telah membuatmu tak lagi dalam.
Sungai, sebahagian kini telah kering.
Tanah-tanah runtuh karena gundulnya tebing.
Aliran tak lagi deras karena tertutupnya hilir yang miring.
Sungguh karena keserakahan kesimbangan jadi genting.
Sungai,
Kini dasarmu penuh noda dan lumpur hitam.
Permukaanmu berkilat polusi beracun yang tampak seram.
Gemericik bunyimu tak lagi indah di waktu malam.
Dan disegala tempat erosi telah membuatmu tak lagi dalam.
Sungai, sebahagian kini telah kering.
Tanah-tanah runtuh karena gundulnya tebing.
Aliran tak lagi deras karena tertutupnya hilir yang miring.
Sungguh karena keserakahan kesimbangan jadi genting.
III
Kemana kini ikan-ikan sungai yang kaya protein.
Semua dirampas manusia serakah dengan peralatan mesin.
Tak peduli nelayan tradisional yang hidupnya miskin.
Sungguh pasti kehancuran yang terjadi sudah yakin.
Kemana harus bertanya.
Rawa pun kini banyak yang musnah.
Menjadi tempat hunian setelah ditimbun tanah.
Dan ikan-ikan pun kehilangan rumah.
Kemana kini ikan-ikan sungai yang kaya protein.
Semua dirampas manusia serakah dengan peralatan mesin.
Tak peduli nelayan tradisional yang hidupnya miskin.
Sungguh pasti kehancuran yang terjadi sudah yakin.
Kemana harus bertanya.
Rawa pun kini banyak yang musnah.
Menjadi tempat hunian setelah ditimbun tanah.
Dan ikan-ikan pun kehilangan rumah.
IV
burung pemakan ikan Yang terbang cepat tak lagi terlihat.
Air sungai dan rawa pun kotor seperti berkarat.
Ditepi sungai tumbuh rumah-rumah kumuh simbol hidup melarat.
Sungguh kehidupan kini makin sekarat.
Mereka yang berpunya?
Menebang hutan dan timbun rawa untuk bisnisnya.
Banjir dan erosi tidak jadi fikirannya.
Yang penting makin bertambah timbunan kekayaannya.
burung pemakan ikan Yang terbang cepat tak lagi terlihat.
Air sungai dan rawa pun kotor seperti berkarat.
Ditepi sungai tumbuh rumah-rumah kumuh simbol hidup melarat.
Sungguh kehidupan kini makin sekarat.
Mereka yang berpunya?
Menebang hutan dan timbun rawa untuk bisnisnya.
Banjir dan erosi tidak jadi fikirannya.
Yang penting makin bertambah timbunan kekayaannya.
V
Sebentar lagi.
Sungai-sungai kecil hilang dari bumi.
Sungai-sungai besar tak bisa dilayari.
Ikan-ikan sungai pun tinggal cerita penghibur hati.
Sungguh kehidupan pun tak lagi dirahmati.
Moga kesadaran keseimbangan segera datang.
Sebelum bumi yang tua makin kering kerontang.
Berbagai musibah tiap saat datang.
Karena banyaknya manusia pada Ilahi sanggup menantang.
Bandung, Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Sebentar lagi.
Sungai-sungai kecil hilang dari bumi.
Sungai-sungai besar tak bisa dilayari.
Ikan-ikan sungai pun tinggal cerita penghibur hati.
Sungguh kehidupan pun tak lagi dirahmati.
Moga kesadaran keseimbangan segera datang.
Sebelum bumi yang tua makin kering kerontang.
Berbagai musibah tiap saat datang.
Karena banyaknya manusia pada Ilahi sanggup menantang.
Bandung, Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar