Minggu, 16 Januari 2011

28-2010. SYAIR BUMI MANUSIA

28-2010. SYAIR BUMI MANUSIA
                  (Untuk Saudaraku di Merapi dan Mentawai)

Oleh
Hamdi akhsan

PENDAHULUAN
menunggu
Telah terjadi kerusakan didarat dan dilaut akibat ulang tangan manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kaum yang dzalim.(Al Quran)

I
Bismilah awal pembuka syair,
dengan izin-Mu hamba berfikir,
dengan nama-Mu hamba berzikir,
sampai hidup kelak berakhir.

Syair tercipta karena gelisah,
melihat bumi akan binasa,
untuk merubah tiada kuasa,
hanya bertutur yang hamba bisa.

II
Syairku ku ini berwujud kisah,
curahan dari jiwa yang resah,
bukan karena berputus asa,
atau tegakkan benang yang basah.

Bumi dicipta sejak dahulu,
berpuluh ribu tahun yang lalu,
usianya semakin bertambah selalu,
menuju tiada seperti dulu.

Karena usia sudah tua,
merawat hendaknya kita semua,
baik sendiri atau bersama,
agar tiadalah binasa ia.

IIII
Ingatlah kisah masa dahulu,
Adam dan Hawa meratap pilu,
Langgar perintah dari Yang Satu.
Sorga yang indah jadi masa lalu.


Mulai berubah cara mencari,
hidup berdua ditempat sunyi,
bekerja keras setiap hari,
sebagai khalifah di muka bumi.

Anak turunan mulai ada,
sepasang ia jenisnya beda,
rukun dan damai tercipta sudah,
namun musibah datang melanda.

IV
Fasad pertama dalam sejarah,
habil dibunuh oleh saudara,
karena tak mampu tahan amarah,
dipukul ia bersimbah darah,

Zaman berubah musim berganti,
manusia yang ada lahir dan mati,
Menyembah Allah mulai berhenti,
sembah berhala telah diminati.

Rusaklah tauhid kaum nabi Nuh,
dia berdakwah tiada mengeluh,
sekuat tenaga berpeluh-peluh,
namun hasilnya masihlah jauh.

V
Rusaknya tauhid datang musibah,
hujan yang dahsyat bawa air bah,
seluruh yang ingkar hancur dan rebah,
umat yang ada rajin menyembah.

Tapi manusia kembali lupa,
durhakai Allah muncul serupa,
menyembah makhluk berbagai rupa,
azab yang datang terus menimpa.

Terkisah sudah dalam sejarah,
umat diazab karena marah,
ingkari Allah tak pernah jera,
walaupun sampai menjadi kera.

VI
Cerita Alquran jadi perlambang,
supaya manusia rajin menimbang,
hidup beriman tak pernah bimbang,
agar selamat agar seimbang.

Terbunuh habil karena amarah,
banjir nabi nuh karena berhala,
Umat nabi soleh sombong dan bangga,
Kaum Ibrahim menyembah raja.

Kaum nabi Luth sodom-gomorah,
bumi dibalik malaikat marah,
hubungan sejenis tak pernah jera,
iman taqwanya sangatlah parah.

VII
Azabnya Qarun karena harta,
setelah kaya menjadi buta,
semuanya milik Allah semata,
binasa ia dalam derita.

Karena kuasa firaun sombong,
maksiat sihir jadi penyokong,
ketika nyawa tlah dikerongkong,
barulah menjerit minta ditolong.

Rusak dilaut juga didarat,
baik yang ringan atau yang berat,
tergoda nafsu begitu berat,
sehingga lupa kelak sekarat.

VIII
Untuk manusia bumi dicipta,
untuk diolah serta ditata,
supaya hidup tak menderita,
serta tak pula saling menista.


Tapi banyaklah yang tak bersyukur,
sifat serakah tidak terukur,
bumi digali menyembur lumpur,
tanah yang subur menjadi kapur.

Pohon ditebang banjirpun tiba,
Rumah-rumah pun semua rebah,
sawah dan ladang kena air bah,
karena kemaruk datang musibah.

IX
Hutan yang hijau habis ditebang,
tanah pun tandus lahan pun gersang,
tak bisa lagi bersawah ladang,
miskin dan lapar pastilah datang.

Bumipun rusak karena dilubang,
minyak mineral asyik ditambang,
masa ke depan tidak ditimbang,
bagaimana kita akan berkembang?

Mengapa kita tidak berfikir,
hidup di bumi akan bergilir,
kalau yang didepan semua afkir,
anak cucu kelak menjadi fakir.
X
Belum lagi lihat lautan,
disapu habis anaknya ikan,
diambil geranat dan diledakkan,
...masya Allah...sungguh kelewatan.

Lain pula kalau dipantai,
pakaian yang ada sungguh aduhai,
iman didada jadi terkulai,
waduuuhh...zikir juga jadi terbengkalai.

Tradisi pantai merusak agama,
mengumbar aurat kerja utama,
tak peduli aturan agama,
bagaikan hewan yang bersenggama.
XI
Belum lagi bidang energi,
bahan mineral diangkut pergi,
anak dan cucu tidak dibagi,
...sampai tak ada sisa lagi.

Wahai sahabat coba renungkan,
harimau buas raja dihutan,
memburu satu habis dimakan,
baru mencari lain incaran.

Mengapa manusia begitu serakah,
perintah Tuhan selalu dilangkah,
terhadap alam sesuska-suka,
tak takut ia pai neraka.

XII
Buaya dikenal hewan melata,
sifatnya rakus orang berkata,
tak pernah sisakan didepan mata,
...tapi?sebatas perut rakusnya serta.

Tapi manusia lebih hebat,
aspal dan semen dimakan bulat,
kertas dan tinta minuman sehat,
...koral dan batu menjadi obat.

Kuasa Tuhan cepat terlihat,
gempa rubuhkan gedung yang hebat,
jalan jembatan rusak berat,
karena dibangun asal buat.

XIII
Belum lagi lupa sejarah,
gempa dan banjir sangatlah parah,
saat bencana malah menjarah,
dan...dijadikan proyek tak kira-kira!

Dikenal pula aturan hukum,
orang berduit sudah mafhum,
vonis yang jatuh sudah dimaklum,
itu mah...sudah jadi rahasia umum.

Ketika hukum sudah dijual,
keadilan jadi barang mahal,
yang haram bisa jadi halal,
yang aneh jadi masuk akal.

XIV
Ada juga yang hidup bebas,
harta orangpun juga dilibas,
istri orangpun tak pula lepas,
hidupnya liar bagaikan kibas.

Sahabat tercinta hamba Tuhan,
nafsu yang liar marilah tahan,
supaya Allah kelak kasihan,
diampuni kita diharibaan.

Waktu berlalu zaman berubah,
bumi yang ada semakin tua,
sebentar lagi musnahlah ia,
semua makhluk akan binasa.

XV
Kadang manusia jadi takabbur,
karena dukungan alam yang subur,
hidupnya kaya tentram dan makmur,
bagaikan tiada akan berkubur.

Marilah toleh ke masa lalu,
megah dan hebat firaun dulu,
membangun hebat piramida batu,
ingin saingi Tuhan Yang Satu.

Tapi apa yang kita lihat,
mummi mengering rupanya jahat,
mengerikan cara ia dibuat,
organ diambil dengan disayat.

XVI
Belajar kita pada sejarah,
berhati-hati dalam bicara,
karena azab akan mendera,
...dibakar kaum hud dengan awan merah.


Berbeda kalau dizaman ini,
azab yang datang bentuk Tsunami,
juga goncangan gempa di bumi,
serta membara gunung berapi.

Azab yang datang silih berganti,
banyak yang hilang banyak yang mati,
banyak yang tambah iman hati,
banyak pula yang tak mengerti.

XVII
Ada pula azab dihati,
karena jalan syaitan dititi,
rezeki dijaga tak hati-hati,
anak turunan tak dinasehati.

Suami istri tidak percaya,
antar keduanya saling perdaya,
keluarga rukun hanyalah gaya,
agar jabatan tetap jaya.

Anak turunan kena narkoba,
yang dimakan bercampur tuba,
sudah dicoba tidak berubah,
bahkan menjadi bagai air bah.

XVIII
Belum lagi azab akherat,
masih didunia sudah sekarat,
lumpuh semua dia punya urat,
untuk dudukpun terasa berat.

Tak tahu kita mengapa terjadi,
semua penyakit menjadi-jadi,
anak dan istri tak mengurusi,
harta yang ada sibuk punguti.

Berakhir hidup dengan terkulai,
siapa menanam ia menuai,
dicabut nyawa mata berderai,
masya Allah...kotorannya pun terburai.

XIX
Begitu banyak rusak dibumi,
ada yang nyata yang tersembunyi,
ditempat ramai ataupun sunyi,
dengan bersama atau sendiri.

Kala tak tahan bumi bergolak,
musibah datang tak mampu tolak,
Angin dan badai ganas bergolak,
orang baik pun ikut kena balak.

Karena hutan habis dibabat,
datang musibah banjir yang hebat,
sesalpun datang tapi telah telat,
wahai saudaraku....mari bertaubat!

XX
Demikian pula dalam budaya,
Bergaul bebas sudah menggaya,
akibat korban pria buaya,
banyaklah anak yang tanpa ayah.

Rusak pula sendi keluarga,
ayah dan bunda tiada dijaga,
ketika mati malahan lega,
haraaaammm...dirimu masuk surga.

Begitu pula kakak beradik,
harusnya rukun kalau dididik,
tapi ternyata saling menghardik,
bahkan tega saling membidik.

XXI
Belum lagi dengan tetangga,
pagarnya tinggi tertutup juga,
gerbang dikawal anjing penjaga,
juga dijaga satpam bertiga.

Karena harta orang terlena,
anak dan istri manja karena,
pakaian mahal indah merona,
mobilnya mahal bukan katana.

Karena harta jiwapun nakal,
jatuh miskin badan dijual,
karena terlanjur hobinya mahal,
itulah...kalau sudah hilang akal.

XXII
Karena jiwa makin kemaruk,
bumi berlubang banyak dikeruk,
diangkut sampai ber truk-truk,
lubang yang sudah tidak di uruk.

Dengan dikeruk tanah berubah,
tak bisa lagi tumbuh kecambah,
tanahpun longsor jadi musibah,
kampung halaman dilanda air bah.

Ada pula yang hadang sungai,
tuk irigasi dia dipakai,
ikan ke hulu tak lagi sampai,
rusaklah urutan makanan rantai.

XXIII
Kalaulah bumi bisa bicara,
menjerit ia berduka lara,
saksikan manusia sepanjang sejarah,
yang banyak asyik maksiat ria.

Syair ini akan berakhir,
waktu yang ada terus mengalir,
berjalan bagai air kehilir,
sampai bertemu titik terakhir.

Mari sahabat kita renungkan,
bumi yang ada peliharakan,
tanah dan air dilestarikan,
pentunjuk ilahi kita amalkan.

XXIV
Syairku ini berakhir sudah,
bersyukur hamba pada Al-Huda,
maafkan pada semua anda,
moga bertambah iman didada. Sebelum salam hamba bermaaf,
atas segala salah dan khilaf,
semoga diri semakin insyaf,
tuk bekal nanti saat dihisab.

Akhirnya hamba ucapkan salam,
sebagai ucapan di Darussalam,
selamat istirahat dan selamat malam,
semoga dicintai Penguasa alam.
RSMH Palembang, 2010
Al Faqiir


Hamdi Akhsan
Hasil keserakan manusia

0 komentar:

Posting Komentar