Jumat, 28 Januari 2011

30-2011. Surat dari guru ngaji Sang Pemimpin Negeri

 30-2011. Surat dari guru ngaji Sang Pemimpin Negeri

                Oleh
                Hamdi Akhsan

Apalah hebatnya lagi kalau sudah begini

I
Dengan Bismillah syair kutulis,
wasiat mengalir setiap baris,
harapan mulia akan kulukis.
curahan tulus bercampur tangis.

Kutulis ini untuk pemimpin,
rakyat negeri banyak yang miskin,
doanya didengar pastilah yakin,
sedang yang kaya bertambah makin.

Walaupun diriku tiada berarti,
rendahkan hatimu tuk dinasehati,
kelak berguna di hari nanti,
untuk hidupmu setelah mati.

II
Kuyakin ingatanmu masihlah segar,
kisah yang baik pernah didengar,
pemimpin adil rahmat memancar,
pemimpin zalim jatuh menggelepar.

Contoh yang baik adalah umar,
adil dan tegas beriring sabar,
sangat sederhana dalam berujar,
tiada mengeluh selalu tegar.

Terhadap pejabat sangatlah sangar,
bila memutus salah menakar,
membuat mereka sampai gemetar,
bagaikan takut akan dibakar.

III
Tetapi semua patuh padanya,
karena satu kata perbuatannya,
tiada mengumpul tuk keluarganya,
atau mengangkat sanak saudaranya.

Sangat sedikit tidur malamnya,
dihadapan Ilahi pecah tangisannya,
meratap takuti berat siksa-Nya,
dan mengharapkan rahmat dari-Nya.

Sanak keluarga dikumpulkannya,
Untuk tak pakai kedudukannya,
atau gunakan nama besarnya,
sebagaimana pesan Rasul-Nya.

IV
Ingat dahulu masa kecilmu,
kuajar engkau iman dan ilmu,
walaupun kini hebat dirimu,
janganlah lupa ke akheratmu.

Jabatan itu hanya titipan,
sebelum mati telah digantikan,
kalau amanah tak ditegakkan,
setelah lepas kau dipusingkan.

Berhati-hati para pembisik,
hatinya kelak pasti berbalik,
ketika enak tidak berisik,
setelah jatuh memekik-mekik.

V
Harta segunung jangan tumpukkan,
kelak dikubur engkau tinggalkan,
mereka yang hidup kan menghabiskan,
tinggal dirimu tangungjawabkan.

Di Padang Mahsyar engkau melata,
di tuntut rakyat puluhan juta,
kian kemari matapun buta,
tiada guna dulunya harta.

Kalau dirimu ingin selamat,
segerakan diri untuk bertaubat,
agar tak hancur amal akherat,
sebelum terlanjur datangnya sekarat.

VI
Diriku bukan orang yang pintar,
namun sayangku masih menggetar,
harapkan amanahmu tidak terlantar,
jauhkan cambuk malaikat yang menggelegar.

Anak dan istri bukan menolong,
mereka sendiripun sibuk melolong,
disate malaikat badannya bolong,
ditendang hancur sampai ke kolong.

Percaya engkau nasehat ini,
menantang Tuhan jangan berani,
tak guna ribuan pengawal gagah berani,
kala usus terburai kayak tembuni.

VII
Mengapa siksamu sangatlah berat,
karena kuasamu sangatlah kuat,
koruptor yang ada tinggal kau jerat,
mudah pula bantu yang sekarat.

Kalau semua tak kau lakukan,
kerjamu sibuk berjalan-jalan,
pajak rakyatpun engkau habiskan,
tunggullah balasan dalam kuburan.

Belumlah lama engkau dikubur,
daging dan tulang pisah bertabur,
cacing yang datang bukan menghibur,
hancurkan dagingmu menjadi bubur.

VIII
Belum pengantar jasadmu pergi,
terhina sudah hebatnya diri,
tanah diatas diinjak kaki,
ditambah tutup yang berat lagi.

Dirimu kelak tinggal sendiri,
malaikat membawa cambuk berduri,
dihantam engkau saat berdiri,
terus-menerus tersayat nyeri.

Daging-dagingmu akan disayat,
mata melotot badan menggeliat,
rambut memutih sakitnya dahsyat,
ya Allah berilah waktu untuk bertaubat.

IX
Belumlah lagi ahli warismu,
berebut dia gudang hartamu,
segala cara diazab dirimu,
karena harta bukan milikmu.

Hidup di dunia hanya sebentar,
betapa rugi akherat terlantar,
karena uang jutaan lembar,
ataupun emas bertikar-tikar.

Diakhir syair kumohon maaf,
kepada Allah ampun kuhadap,
kuharap engkau segera bertaubat,
agar akherat bisa selamat.

Inderalaya, 28/1/2011
Al Faqiir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar