Oleh
Hamdi Akhsan.
I
Kekasih...
Dengarlah ratapan seorang hamba.
Yang tangannya mengigil tuliskan kebesaran-Mu sepenuh cinta,
Yang menangis takut pada azab-Mu karena kesesatan dalam menulis madah,
Sebagaimana peringatan-Mu dalam kitab suci disampaikan sudah.
Dalam sepinya kidung para pencinta-Mu.
Betapa banyak syair puja terhadap keindahan makhluk-Mu,
Segenap curahan hati terhadap keelokan lekuk tubuh dan bahasa berselimut nafsu,
Kekasih,...hamba takut, namun hati ini rindu.
II
Teringat hamba peringatan-Mu tentang para penyair,
yang lantunkan kata indah menawan hati manusia bagaikan sihir,
dengan madah yang mempesona bagaikan tenangnya air yang mengalir.
Dan membuat hati yang dilanda asmara bergetar karena eloknya kalimat diukir.
Tertegun hamba dengan ancaman-Mu terhadap mereka yang pergi ke lembah-lembah,
Berteriak dengan madah indah membuat insan cucurkan airmata,
sedang diri sendiri mencari tepuk tangan dan rasa bangga,
Kekasih hamba ingin tapi harus bagaimana?
III
Betapa indah berteman sepi,
Dalam senyap, desiran angin bertasbih diiringi lembutnya tetesan embun pagi,
dan irama takbir terdengar dalam kicauan burung yang bernyanyi,
Kekasih, inikah wujud kidung-Mu nan suci.
Dan hamba pun sendiri.
Betapa ingin hamba berlari mencari kesejatian diri,
bagaikan Qais yang patah mengenang Laila ditengah gurun-gurun sunyi,
Yang ratapannya jinakkan keganasan singa dengan kebuasan sejati,
dan akhirnya cinta pun membakar dirinya sendiri.
Kekasih, sedihnya hati ini.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar