22-2011. Peradaban Yang Sekarat.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih...
Kini tulang-tulangku mulai renta dimakan kejamnya waktu,
sedang masa telah pergi bersama rindunya para pencinta,
bak segelas anggur merah direguk para pemabuk malam,
Hangat tatkala datang dan tiada di pandang ketika pergi.
Sedang yang tertinggal hanya piala hampa yang kosong.
Betapa kosongnya ruhani peradaban yang berpusat materi telah sekarat.
Tangisan bayi yang lahir ke bumi tidak lagi dipandang sebagai rahmat,
tapi beban ekonomi yang dihitung dengan begitu cermat.
Seolah ia hanya mekanisme biologi tanpa kaitan akherat.
Seolah di mata insan, Engkau pun tidak dilihat.
II
Kekasih...
Dalam keangkuhan peradaban yang miskin ruhani.
Kepala manusia tegak seolah semuanya datang sendiri,
setiap sel tubuh,setiap detak jantung, bukan pemberian Ilahi,
tapi merupakan mekanisme rumit yang telah demikian terorganisasi.
Ayat-ayat-Mu yang berisi larangan dan perintah kini semakin tak diindahkan.
Bahkan menjadi komoditas yang demikian mudah diperjual belikan.
Menyampaikan kebenaran harus dicampur dagelan,demi iklan.
Dan mereka yang bersungguh-sungguh terpinggirkan.
III
Adakah cinta...
Cinta hanyalah perwujudan nafsu yang dibungkus malu-malu atas nama kebebasan.
Cinta yang bagai kera di tengah hutan demikian bebas memilih dan ganti pasangan.
Cinta yang dimasa tua akan lahirkan segenap kesedihan,kepedihan dan penderitaan.
Cinta yang telah membuat manusia bertransaksi demi kenkmatan dan kesenangan.
Kekasih...
Bara api cinta para pencinta-Mu telah menjadi barang aneh.
Kekuatan ruhaniah yang Engkau beri sudah banyak dipadang remeh.
Pria yang menjadi idola bukan lagi mereka yang memancarkan cahaya sholeh,
Tetapi mereka yang membawa tumpukan harta dan membebaskan wanita serba boleh.
IV
Kini...
Indahnya kidung dimalam sunyi berganti dengan gelegar musik yang membuai,
lembutnya sajadah berganti dengan lembutnya tangan yang membelai.
Membuat hidup manusia semakin larut dan lalai,
Dalam tatapan tajam sang maut yang selalu mengintai dimalam hari,
sebahagian pencinta meratap sesali pelanggaran perintah suci.
Sebahagian tetap terpesona indahnya buaian duniawi,
sampai kelak tiada waktu tuk tunda lagi,
barulah semua kan disesali.
Inderalaya,25/1/2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih...
Kini tulang-tulangku mulai renta dimakan kejamnya waktu,
sedang masa telah pergi bersama rindunya para pencinta,
bak segelas anggur merah direguk para pemabuk malam,
Hangat tatkala datang dan tiada di pandang ketika pergi.
Sedang yang tertinggal hanya piala hampa yang kosong.
Betapa kosongnya ruhani peradaban yang berpusat materi telah sekarat.
Tangisan bayi yang lahir ke bumi tidak lagi dipandang sebagai rahmat,
tapi beban ekonomi yang dihitung dengan begitu cermat.
Seolah ia hanya mekanisme biologi tanpa kaitan akherat.
Seolah di mata insan, Engkau pun tidak dilihat.
II
Kekasih...
Dalam keangkuhan peradaban yang miskin ruhani.
Kepala manusia tegak seolah semuanya datang sendiri,
setiap sel tubuh,setiap detak jantung, bukan pemberian Ilahi,
tapi merupakan mekanisme rumit yang telah demikian terorganisasi.
Ayat-ayat-Mu yang berisi larangan dan perintah kini semakin tak diindahkan.
Bahkan menjadi komoditas yang demikian mudah diperjual belikan.
Menyampaikan kebenaran harus dicampur dagelan,demi iklan.
Dan mereka yang bersungguh-sungguh terpinggirkan.
III
Adakah cinta...
Cinta hanyalah perwujudan nafsu yang dibungkus malu-malu atas nama kebebasan.
Cinta yang bagai kera di tengah hutan demikian bebas memilih dan ganti pasangan.
Cinta yang dimasa tua akan lahirkan segenap kesedihan,kepedihan dan penderitaan.
Cinta yang telah membuat manusia bertransaksi demi kenkmatan dan kesenangan.
Kekasih...
Bara api cinta para pencinta-Mu telah menjadi barang aneh.
Kekuatan ruhaniah yang Engkau beri sudah banyak dipadang remeh.
Pria yang menjadi idola bukan lagi mereka yang memancarkan cahaya sholeh,
Tetapi mereka yang membawa tumpukan harta dan membebaskan wanita serba boleh.
IV
Kini...
Indahnya kidung dimalam sunyi berganti dengan gelegar musik yang membuai,
lembutnya sajadah berganti dengan lembutnya tangan yang membelai.
Membuat hidup manusia semakin larut dan lalai,
Dalam tatapan tajam sang maut yang selalu mengintai dimalam hari,
sebahagian pencinta meratap sesali pelanggaran perintah suci.
Sebahagian tetap terpesona indahnya buaian duniawi,
sampai kelak tiada waktu tuk tunda lagi,
barulah semua kan disesali.
Inderalaya,25/1/2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar