19-2011. Ratapan Seorang anak Koruptor
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ayah,
Syairku ini curahan hati,
untuk ayahanda yang kucintai,
walaupun pedih moga berarti,
tuk bekal hidupmu dihari nanti.
Dibalik tembok hari berganti,
janganlah semua ayah ratapi,
jadikan semua sebagai pengganti,
atas kesenangan yang dinikmati.
Tak pantas daku tuk menasehati,
waktu yang panjang telah kita titi
kasih padamu tak pernah mati,
sampai kelak disimpan didalam peti.
II
Kudengar berita di televisi,
banyak yang bisa keluar permisi,
asalkan amplop rajin diisi,
tidur di penjara hanya basa-basi.
karena uangnya dari korupsi,
sebabkan mereka dikurung besi,
berpisah kelaurga berjauh sisi,
tak mungkin sering komunikasi.
Betapa sering daku tangisi,
dulu mereka orang berdasi,
kini makanpun lauk terasi,
terkadang garam dicampur nasi.
III
Berharap aku ayah kan sadar,
bukan terpaksa hanya sekedar,
atau supaya kasusnya pudar,
karena semua tulisan qadar.
Perbanyak ibadah kurangi kelakar,
jangan seperti burung di sangkar,
janganlah pula sibuk membongkar,
karena korupsi telah mengakar.
Sibukkan ibadah jangan sebentar,
supaya ayah semakin tegar,
bermohon ampun sampai gemetar,
dengan airmata jatuh terpancar.
IV
Jangan diingat kepedihanku,
mata orangpun sinis padaku,
karena hina laku ayahku,
yang menjadi asal darah dagingku.
Dengan kemewahan dididik aku,
bersenang-senang jadi prilaku,
karena mudah penuhi saku,
terbiasa manja jadi hidupku.
Sekarang semua terbalik bagiku,
karena tak biasa prihatin laku,
belajar mencari kini kerjaku,
sesuap nasi untuk laparku.
V
Ayah...
Karena dulu makan tak halal,
otakku tumpul dan juga majal,
terhadap hikmah hatiku bebal,
dengan nasehat diriku kebal.
Yang disukai prilaku nakal,
segala cara segala akal,
karena tipisnya agama bekal,
pastilah susah hidupku bakal.
Kadang diriku merasa mengkal,
terhadap diri yang suka bengal,
walaupun hidup sudah tersengal,
selera tinggi tak bisa tinggal.
VI
Harta yang ada mulai berkurang,
sakit-sakitan ibu sekarang,
karena derita dihina orang,
sumber makan pun dulu tak terang.
Bermohon ayah jangan melarang,
telah kami jual sebagian barang,
rumah telah sepi seperti sarang,
tak lagi datang rekanan curang.
rambut ibupun berangsur pirang,
pergi ke salon sudahlah jarang,
sifatnya kini makin pemberang,
kalau berkata sekamin garang.
VII
Ayah...
Walaupun perih kini terasa,
janganlah ayah menambah dosa,
sesali diri dan putus asa,
tambah ibadah agar biasa.
Kalaulah kelak waktu tersisa,
hukuman sudah habiskan masa,
berkumpul lagi kita pun bisa,
marilah kita pulang ke desa.
Didesa mungkin kita kan betah,
hidup barupun mungkin ditata,
Dalami agama jadikan cita,
supaya akherat tidak melata.
VIII
Ayah...
Kutulis syair dihari kamis,
disaat malam hujan gerimis,
mata berair sambil menangis,
hatiku sedih serasa teriris.
Biarlah banyak orang yang sinis,
segala hujatan tidak kutangkis
kuusahakan terus tersenyum manis,
walau didalam telah hancur habis,
Sebelum masa taubat kan habis,
pada-Mu Allah hamba mengemis,
Ampuni ayah dosa berlapis,
Resapkan padanya Quran dan Hadits.
Inderalaya, 20/1/2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ayah,
Syairku ini curahan hati,
untuk ayahanda yang kucintai,
walaupun pedih moga berarti,
tuk bekal hidupmu dihari nanti.
Dibalik tembok hari berganti,
janganlah semua ayah ratapi,
jadikan semua sebagai pengganti,
atas kesenangan yang dinikmati.
Tak pantas daku tuk menasehati,
waktu yang panjang telah kita titi
kasih padamu tak pernah mati,
sampai kelak disimpan didalam peti.
II
Kudengar berita di televisi,
banyak yang bisa keluar permisi,
asalkan amplop rajin diisi,
tidur di penjara hanya basa-basi.
karena uangnya dari korupsi,
sebabkan mereka dikurung besi,
berpisah kelaurga berjauh sisi,
tak mungkin sering komunikasi.
Betapa sering daku tangisi,
dulu mereka orang berdasi,
kini makanpun lauk terasi,
terkadang garam dicampur nasi.
III
Berharap aku ayah kan sadar,
bukan terpaksa hanya sekedar,
atau supaya kasusnya pudar,
karena semua tulisan qadar.
Perbanyak ibadah kurangi kelakar,
jangan seperti burung di sangkar,
janganlah pula sibuk membongkar,
karena korupsi telah mengakar.
Sibukkan ibadah jangan sebentar,
supaya ayah semakin tegar,
bermohon ampun sampai gemetar,
dengan airmata jatuh terpancar.
IV
Jangan diingat kepedihanku,
mata orangpun sinis padaku,
karena hina laku ayahku,
yang menjadi asal darah dagingku.
Dengan kemewahan dididik aku,
bersenang-senang jadi prilaku,
karena mudah penuhi saku,
terbiasa manja jadi hidupku.
Sekarang semua terbalik bagiku,
karena tak biasa prihatin laku,
belajar mencari kini kerjaku,
sesuap nasi untuk laparku.
V
Ayah...
Karena dulu makan tak halal,
otakku tumpul dan juga majal,
terhadap hikmah hatiku bebal,
dengan nasehat diriku kebal.
Yang disukai prilaku nakal,
segala cara segala akal,
karena tipisnya agama bekal,
pastilah susah hidupku bakal.
Kadang diriku merasa mengkal,
terhadap diri yang suka bengal,
walaupun hidup sudah tersengal,
selera tinggi tak bisa tinggal.
VI
Harta yang ada mulai berkurang,
sakit-sakitan ibu sekarang,
karena derita dihina orang,
sumber makan pun dulu tak terang.
Bermohon ayah jangan melarang,
telah kami jual sebagian barang,
rumah telah sepi seperti sarang,
tak lagi datang rekanan curang.
rambut ibupun berangsur pirang,
pergi ke salon sudahlah jarang,
sifatnya kini makin pemberang,
kalau berkata sekamin garang.
VII
Ayah...
Walaupun perih kini terasa,
janganlah ayah menambah dosa,
sesali diri dan putus asa,
tambah ibadah agar biasa.
Kalaulah kelak waktu tersisa,
hukuman sudah habiskan masa,
berkumpul lagi kita pun bisa,
marilah kita pulang ke desa.
Didesa mungkin kita kan betah,
hidup barupun mungkin ditata,
Dalami agama jadikan cita,
supaya akherat tidak melata.
VIII
Ayah...
Kutulis syair dihari kamis,
disaat malam hujan gerimis,
mata berair sambil menangis,
hatiku sedih serasa teriris.
Biarlah banyak orang yang sinis,
segala hujatan tidak kutangkis
kuusahakan terus tersenyum manis,
walau didalam telah hancur habis,
Sebelum masa taubat kan habis,
pada-Mu Allah hamba mengemis,
Ampuni ayah dosa berlapis,
Resapkan padanya Quran dan Hadits.
Inderalaya, 20/1/2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar