Oleh
Hamdi Akhsan
I
Dalam dingin dinding penjara,
diriku ingin berbagi lara,
rasa bersalah kian mendera,
membuat batinku kian sengsara.
Kini diriku merasa jera,
untuk turutkan nafsu amarah,
rapuhnya jasad bikin menyerah,
menjelang sore mentari merah.
Kini tiada dendam membara,
atau semangat yang menggelora,
tuk kibarkan tinggi bendera,
dan ditakuti karena angkara.
Dulu nafsuku bagaikan kera,
rakusnya sangat tiada terkira,
tingginya sungguh punya selera,
senang yang mahal tak suka murah.
II
Orang menyebut aku banjingan,
karena pandai sembunyi tangan,
di depan seolah tak berkepentingan,
dibelakang terus sibuk hubungan.
Kalau mulai muncul saingan,
dengan pejabat kan bergandengan,
mengalir pasti sudah keterangan,
sebagai modal tuk kemenangan.
Kalau tertangkap hukumnya ringan,
diurus baik pengacara dengan,
yang sudah punya bagus hubungan,
supaya tak serius tampaknya jangan.
III
Kadang diriku sempat merenung,
dosa yang besar membuat bingung,
kalau ditumpuk bagaikan gunung,
ditambah lagi ke tukang tenung.
Kala sendiri sering tercenung,
kesana kemari seperti linglung,
teringat murka Yang Maha Agung,
bila terjadi tiada pelindung.
Di dunia memang banyak pendukung,
uangpun banyak berkarung-karung,
apa diingin tak bisa urung,
sebanyak apapun bisa ditanggung.
IV
apa terjadi butakan mata,
anak-anak pun tak bisa tata,
sekolah majal tuk capai cita,
karena terlena banyaknya harta.
Tapi apalah hendak dikata,
segala tersedia membuat buta,
tersilau oleh emas permata,
beserta uang ratusan juta.
Diberi apa mereka pinta,
walau maksiat efeknya nyata,
semua terlanjur tidak tertata,
karena haram sumbernya harta.
V
Benarlah sudah kata wasiat,
sepandai-pandai tupai melompat,
pastilah akan jatuh kedarat,
seperti diriku saat terjerat.
Ternyata ada orang khianat,
mungkiri semua kata sepakat,
membuat aku jadi terikat,
jatuhlah vonis hukuman berat.
Tinggallah kini diri sekarat,
mengangkat kaki terasa berat,
hati pun sudah hitam berkarat,
sedangkan umur dekat akherat.
VI
Tuhan...
tiada lagi tempat mengadu,
kecuali pada-Mu hamba tersedu,
walaupun sakitnya bagai empedu,
ampuni hamba sebelum ditandu.
Hamba merenung dimalam dalu,
sejak masuk penjara dahulu,
makin merenung semakin pilu,
karena yang salah ingat melulu.
Teringat tangisan orang diserbu,
atau dipaksa bayar seribu,
atau tatkala membentak ibu,
sungguh dosaku sudah beribu.
V
Diriku kini menjelang ajal,
didalam hati sungguh menyesal,
mengapa dulu prilaku majal,
bahkan hampir seperti dajjal.
Kulepas semua azimat tangkal,
segala ilmu telah kutanggal,
tubuhku kini tak lagi kebal,
tapi otakku terlanjur bebal.
Sebut nama-Mu lidahku cedal,
belajar agama bak kurang akal,
sedang diriku mati kan bakal,
ke alam kubur diriku bakal.
VI
Tuhan...
Di tengah malam daku terbangun,
seluruh badan peluh bertampun,
mimpi disiksa terampun-ampun,
Ya ,,Allah betapa berat dosa kuhimpun.
Walaupun berat zikir kulantun,
ibadah juga mulai kususun,
jalani semua syarat dan rukun,
berharap kelak Kau beri ampun.
Perlahan diriku mulai pikun,
tak bisa beda jelek dan santun,
kuatnya fisik telah jauh turun,
matapun sudah semakin rabun.
VII
Tuhan...
Tak guna dulu banggakan diri,
hidup selalu bergelimang materi,
kalau membentak orang berlari,
kalau meminta pasti diberi.
Kini minumpun serasa duri,
sakit di badan tiada terperi,
karena haram sumbernya dari,
begitu juga anak diberi.
Kepada yang muda dan masih pagi,
jadikan kisahku pelajaran diri,
jalani hidup berhati-hati,
supaya lapang menjelang mati.
VIII
Jauhi segera minuman keras,
mabuk-mabukan sampai tak waras,
karena semula pastilah jelas
diadili oleh pemilik Aras.
Hindari berjudi segala kelas,
membuat anak istri memelas,
dirumah kadang tak ada beras,
dinasehati membentak keras.
Demikian juga harta tak jelas,
membuat badan menjadi malas,
harta yang haram jadi pembatas,
hidayah kan turun bak hujan deras.
IX
Kerja keraslah tangan dan kaki,
pabila perlu istri dan laki,
juallah kue di atas baki,
atau jualan berjalan kaki.
Orang janganlah dipalaki,
kabul doanya dimalam hari,
atas kezaliman Allah kan beri,
kelak dirimu kan dibalasi.
Terakhir...
Bermohon daku pada Ilahi,
walaupun dosa berlumur diri,
amal sedikit tiada sejari,
Ampuni hamba Tuhanku Robbi.
Inderalaya, 21/1/11
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar