44-2010. SYAIR CURAHAN CINTA PADA AYAH BUNDA YANG TELAH TIADA
Oleh
Hamdi Akhsan
Mohon maaf,ada seorang teman fb yang ayahnya baru meninggal jumat kemaren meminta dibuatkan syair untuk ibu bapak yang telah tiada. Karena sedang sangat sibuk,sambil menunggui peserta PLPG peer teaching syair ini dirangkai. Moga manfaat!
I
Ayah.
Syair kutulis sambil menangis,
dipetang hari hujan gerimis,
jiwa rapuhku serasa teriris,
dukaku serasa berlapis-lapis.
kini dirimu didalam kubur,
tak lagi daku mengantar bubur,
atau yang datang untuk menghibur,
atau bawakan kacamatamu yang kabur.
Tak lagi kudengar lantunan zikir,
difajar subuh dingin menggigil,
indahnya suara mengaji tartil,
yang mengisi hariku semenjak kecil.
II
Melintas indah didepan mata,
indahnya kasih ayah tercinta,
memandang kami hangatnya mata,
ayah...disini ananda bercucur airmata.
Teringat daku dimasa kecil,
cerita ayah tentang sang kancil,
hibur diriku tersandung kerikil,
atau terjatuh badanku dekil.
Kini tiada yang mengingatkanku,
tuk bangun sholat dimalam dalu,
tuk jaga lisan agar tak malu,
ajarkan berani jauhi ragu.
Kini engkau terbaring sunyi,
didalam kubur petang dan pagi,
suara jangkrik yang menemani,
serta desiran malam yang sepi.
III
Didalam sedih nanda berdoa,
kiranya ayah dikasihi-Nya,
dilapang kubur oleh malaikat-Nya,
diridhoi dengan kasih sayang-Nya.
Daku bermohon pada yang Rahman,
diberi ayah kubur yang nyaman,
di taman sorga tempat kediaman,
berkumpul dengan orang beriman.
Digelap malam berdoa khusuk,
kiranya kubur ayahanda sejuk,
waktu yang ada tiada suntuk,
jelang masa bangkit kan masuk.
IV
Doa tak bosan nanda panjatkan,
kepada Allah Maha Penyayang,
diberi-Nya selalu kasih dan sayang,
Seperti kala nanda ditimang.
Ayah...Airmataku terus mengalir,
teringat ayah saat terakhir,
tak sempat jasa ananda ukir,
engkau telah pergi sebagai musafir.
Tabahlah ayah dialam sana,
kelak bersama ibu karena,
berdoa daku pada Robbana,
diberi engkau surga nirwana.
V
Engkau pergi menyusul bunda,
yang lebih dahulu telah tiada,
kini ayah dan ibu tak ada,
sedih diriku tiada terkira.
Kala terkenang masa dahulu,
dibelai manja daku selalu,
berbisik bibirmu dengan terharu,
agak berbakti kelak diriku.
Airmataku jatuh berlinang,
kalau ayah bunda terkenang,
semoga disana berdua tenang,
Sebagai petarung kembali menang.
VI
Di pusara bunda daku tergugu,
teringat kasihmu tulus selalu,
sepanjang zaman sepanjang waktu,
bunda......kini diriku yatim piatu.
Tatkala datang masalah berat,
sampai terasa hampir sekarat,
ingin kutulis selembar surat,
curahkan beban jiwa yang syarat.
Terbayang bila kau masih ada,
daku kan bisa sampai cerita,
berbagi suka berbagi duka,
sehingga ringan beban didada.
VII
Setiap sholat daku berdoa,
bahagia engkau dikubur sana,
bertemu bunda yang engkau cinta,
bercanda ria seia sekata.
Didalam doa hamba bermohon,
jasamu bagai buah dipohon,
beranak pinak sampai terhimpun,
mendapat ampunan sepanjang tahun.
Kelak diriku akan menyusul,
sebagai musafir yang ingat usul,
akan kubawa rindu sebakul,
bersama lagi kita berkumpul.
VIII
Ayah-ibu.
Dipusaramu daku menekur,
airmata terus mencucur,
ingat kasihmu tiada terukur,
Robbi,ketika mereka hidup hamba-Mu kurang bersyukur.
Ketika usia berangsur lanjut,
rambut memutih kulit mengkerut,
didalam dada mulai takut,
apakah siap kala maut menjemput.
Diakhir syair daku munajat,
ampuni ayah bundaku wahai Robb segala zat,
Palembang, 2010
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
Mohon maaf,ada seorang teman fb yang ayahnya baru meninggal jumat kemaren meminta dibuatkan syair untuk ibu bapak yang telah tiada. Karena sedang sangat sibuk,sambil menunggui peserta PLPG peer teaching syair ini dirangkai. Moga manfaat!
I
Ayah.
Syair kutulis sambil menangis,
dipetang hari hujan gerimis,
jiwa rapuhku serasa teriris,
dukaku serasa berlapis-lapis.
kini dirimu didalam kubur,
tak lagi daku mengantar bubur,
atau yang datang untuk menghibur,
atau bawakan kacamatamu yang kabur.
Tak lagi kudengar lantunan zikir,
difajar subuh dingin menggigil,
indahnya suara mengaji tartil,
yang mengisi hariku semenjak kecil.
II
Melintas indah didepan mata,
indahnya kasih ayah tercinta,
memandang kami hangatnya mata,
ayah...disini ananda bercucur airmata.
Teringat daku dimasa kecil,
cerita ayah tentang sang kancil,
hibur diriku tersandung kerikil,
atau terjatuh badanku dekil.
Kini tiada yang mengingatkanku,
tuk bangun sholat dimalam dalu,
tuk jaga lisan agar tak malu,
ajarkan berani jauhi ragu.
Kini engkau terbaring sunyi,
didalam kubur petang dan pagi,
suara jangkrik yang menemani,
serta desiran malam yang sepi.
III
Didalam sedih nanda berdoa,
kiranya ayah dikasihi-Nya,
dilapang kubur oleh malaikat-Nya,
diridhoi dengan kasih sayang-Nya.
Daku bermohon pada yang Rahman,
diberi ayah kubur yang nyaman,
di taman sorga tempat kediaman,
berkumpul dengan orang beriman.
Digelap malam berdoa khusuk,
kiranya kubur ayahanda sejuk,
waktu yang ada tiada suntuk,
jelang masa bangkit kan masuk.
IV
Doa tak bosan nanda panjatkan,
kepada Allah Maha Penyayang,
diberi-Nya selalu kasih dan sayang,
Seperti kala nanda ditimang.
Ayah...Airmataku terus mengalir,
teringat ayah saat terakhir,
tak sempat jasa ananda ukir,
engkau telah pergi sebagai musafir.
Tabahlah ayah dialam sana,
kelak bersama ibu karena,
berdoa daku pada Robbana,
diberi engkau surga nirwana.
V
Engkau pergi menyusul bunda,
yang lebih dahulu telah tiada,
kini ayah dan ibu tak ada,
sedih diriku tiada terkira.
Kala terkenang masa dahulu,
dibelai manja daku selalu,
berbisik bibirmu dengan terharu,
agak berbakti kelak diriku.
Airmataku jatuh berlinang,
kalau ayah bunda terkenang,
semoga disana berdua tenang,
Sebagai petarung kembali menang.
VI
Di pusara bunda daku tergugu,
teringat kasihmu tulus selalu,
sepanjang zaman sepanjang waktu,
bunda......kini diriku yatim piatu.
Tatkala datang masalah berat,
sampai terasa hampir sekarat,
ingin kutulis selembar surat,
curahkan beban jiwa yang syarat.
Terbayang bila kau masih ada,
daku kan bisa sampai cerita,
berbagi suka berbagi duka,
sehingga ringan beban didada.
VII
Setiap sholat daku berdoa,
bahagia engkau dikubur sana,
bertemu bunda yang engkau cinta,
bercanda ria seia sekata.
Didalam doa hamba bermohon,
jasamu bagai buah dipohon,
beranak pinak sampai terhimpun,
mendapat ampunan sepanjang tahun.
Kelak diriku akan menyusul,
sebagai musafir yang ingat usul,
akan kubawa rindu sebakul,
bersama lagi kita berkumpul.
VIII
Ayah-ibu.
Dipusaramu daku menekur,
airmata terus mencucur,
ingat kasihmu tiada terukur,
Robbi,ketika mereka hidup hamba-Mu kurang bersyukur.
Ketika usia berangsur lanjut,
rambut memutih kulit mengkerut,
didalam dada mulai takut,
apakah siap kala maut menjemput.
Diakhir syair daku munajat,
ampuni ayah bundaku wahai Robb segala zat,
Palembang, 2010
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar