29-2010. SYAIR CURAHAN HATI SEORANG ISTRI.
Oleh
Hamdi Akhsan
Syair ini pesanan seorang ibu/istri yang pernah dkhianati suaminya.Di masa tua suaminya stroke,namun dia merawat suami dengan sabar dan penuh keikhlasan.Sekarang suaminya sudah sehat kembali. moga bermanfaat untuk yang lain!
I
Kutulis syair untaian kata,
sebagai pengganti suatu cerita,
yang terjadi dialam nyata,
tentang suamiku pria tercinta.
Suamiku......
Dirimu pernah terbaring sakit,
stroke menyerang tanpa berpamit,
tubuhmu yang dulu bagaikan bukit,
kini terbaring berlapis jarit.
Kutulis ini diwaktu malam,
curahan perih dimasa silam,
agar tak lagi luka didalam,
ataupun masih tersimpan dendam.
II
Kupandang engkau terbaring lemah,
angkat tanganpun tiada berdaya,
kunyah nasipun sampai beremah,
menangis daku demikian lama.
Dahulu engkau pria yang gagah,
apa maumu tsulit mampu kecegah,
cita-citamu begitu megah,
salah sedikit engkau menyergah.
Kutahan semua demi anakku,
walaupun perih dalam diriku,
berharap dengan tambahnya waktu,
engkau kan sadar kebenaranku.
III
ketika ada orang ketiga,
kuajak bicara engkaupun marah,
seakan semua benarmu juga,
tak mampu aku untuk mencegah.
Aku tak tahu engkau berubah,
kulalui semuanya dengan tabah,
kumohon pada-Nya dengan menyembah,
cintamu seperti cinta kudamba.
engkau selalu katakan kurang,
caraku tak sama dengan orang,
pada suami daku sembarang,
terhadap anak aku pemberang.
IV
Caraku banyak kau anggap salah,
pada suami banyak tercela,
akupun diam tiada membela,
hanya menangis tunduk kepala.
Ketika usiaku makin bertambah,
kulitku sudah mulai berubah,
keriput mulai tumbuh mewabah,
uban kepala juga bertambah.
Sedangkan engkau selalu muda,
rambutmu pendek rapilah sudah,
apa maumu menjadi mudah,
karena uang selalu ada.
V
Di awal nikah kau rajin sholat,
semakin lama banyaklah telat,
ketiga usia makin merambat,
sholatmu makin secepat kilat.
Dahulu kita sering bergurau,
pergi bersama sholat ke surau,
kini engkau makin tak hirau,
berkelana urusan antar pulau.
Setiap daku beri nasehat,
supaya jaga tubuh yang sehat,
mukamu masam sambil melihat,
seolah diriku seorang penjahat
VI
suamiku....
Ternyata semua jadi terbukti,
karena engkau tak hati-hati,
jasadmu antara hidup dan mati,
menangis daku didalam hati.
kuurus engkau dengan setia,
walau jasadku sangatlah lelah,
gemetar tanganku sakit sebelah,
merawat dirimu karena Allah.
Perlahan engkau mulai pulih,
makanan enak mulai dipilih,
mulai lagi pintar berdalih,
segala alasan berganti silih.
VII
Kini stroke mu sudahlah sembuh,
penyakit hatimu mulai kambuh,
sibuk mencari tempat berlabuh,
masya Allah...sampai berani pulang subuh.
Ingatlah wahai suamiku tercinta,
usia bertambah diri ditata,
daku tak ingin daku tak minta,
sehat hanyalah tinggal cerita.
Dahulu aku menyayangimu,
sekarang masih cinta padamu,
selalu setia tuk merawatmu,
sampai berpisah nyawa darimu.
VIII
Diakhir syair ku berwasiat,
sadarlah diri sebelum terlambat,
jangan mengejar nikmat sesaat,
sesalnya panjang sampai ke lahat.
Walau usiaku telah menua,
ingatlah dulu diwaktu muda,
engkaupun begitu tiada beda,
sadarlah engkau nafsu tak sudah.
diakhir syair kumohon maaf,
atas segala salah dan khilaf,
berharap daku kau akan insyaf,
karena kita menjelang kasyaf
hamba allah
Hamdi akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
Syair ini pesanan seorang ibu/istri yang pernah dkhianati suaminya.Di masa tua suaminya stroke,namun dia merawat suami dengan sabar dan penuh keikhlasan.Sekarang suaminya sudah sehat kembali. moga bermanfaat untuk yang lain!
I
Kutulis syair untaian kata,
sebagai pengganti suatu cerita,
yang terjadi dialam nyata,
tentang suamiku pria tercinta.
Suamiku......
Dirimu pernah terbaring sakit,
stroke menyerang tanpa berpamit,
tubuhmu yang dulu bagaikan bukit,
kini terbaring berlapis jarit.
Kutulis ini diwaktu malam,
curahan perih dimasa silam,
agar tak lagi luka didalam,
ataupun masih tersimpan dendam.
II
Kupandang engkau terbaring lemah,
angkat tanganpun tiada berdaya,
kunyah nasipun sampai beremah,
menangis daku demikian lama.
Dahulu engkau pria yang gagah,
apa maumu tsulit mampu kecegah,
cita-citamu begitu megah,
salah sedikit engkau menyergah.
Kutahan semua demi anakku,
walaupun perih dalam diriku,
berharap dengan tambahnya waktu,
engkau kan sadar kebenaranku.
III
ketika ada orang ketiga,
kuajak bicara engkaupun marah,
seakan semua benarmu juga,
tak mampu aku untuk mencegah.
Aku tak tahu engkau berubah,
kulalui semuanya dengan tabah,
kumohon pada-Nya dengan menyembah,
cintamu seperti cinta kudamba.
engkau selalu katakan kurang,
caraku tak sama dengan orang,
pada suami daku sembarang,
terhadap anak aku pemberang.
IV
Caraku banyak kau anggap salah,
pada suami banyak tercela,
akupun diam tiada membela,
hanya menangis tunduk kepala.
Ketika usiaku makin bertambah,
kulitku sudah mulai berubah,
keriput mulai tumbuh mewabah,
uban kepala juga bertambah.
Sedangkan engkau selalu muda,
rambutmu pendek rapilah sudah,
apa maumu menjadi mudah,
karena uang selalu ada.
V
Di awal nikah kau rajin sholat,
semakin lama banyaklah telat,
ketiga usia makin merambat,
sholatmu makin secepat kilat.
Dahulu kita sering bergurau,
pergi bersama sholat ke surau,
kini engkau makin tak hirau,
berkelana urusan antar pulau.
Setiap daku beri nasehat,
supaya jaga tubuh yang sehat,
mukamu masam sambil melihat,
seolah diriku seorang penjahat
VI
suamiku....
Ternyata semua jadi terbukti,
karena engkau tak hati-hati,
jasadmu antara hidup dan mati,
menangis daku didalam hati.
kuurus engkau dengan setia,
walau jasadku sangatlah lelah,
gemetar tanganku sakit sebelah,
merawat dirimu karena Allah.
Perlahan engkau mulai pulih,
makanan enak mulai dipilih,
mulai lagi pintar berdalih,
segala alasan berganti silih.
VII
Kini stroke mu sudahlah sembuh,
penyakit hatimu mulai kambuh,
sibuk mencari tempat berlabuh,
masya Allah...sampai berani pulang subuh.
Ingatlah wahai suamiku tercinta,
usia bertambah diri ditata,
daku tak ingin daku tak minta,
sehat hanyalah tinggal cerita.
Dahulu aku menyayangimu,
sekarang masih cinta padamu,
selalu setia tuk merawatmu,
sampai berpisah nyawa darimu.
VIII
Diakhir syair ku berwasiat,
sadarlah diri sebelum terlambat,
jangan mengejar nikmat sesaat,
sesalnya panjang sampai ke lahat.
Walau usiaku telah menua,
ingatlah dulu diwaktu muda,
engkaupun begitu tiada beda,
sadarlah engkau nafsu tak sudah.
diakhir syair kumohon maaf,
atas segala salah dan khilaf,
berharap daku kau akan insyaf,
karena kita menjelang kasyaf
hamba allah
Hamdi akhsan
tersentuh sekali bacanya
BalasHapus