Oleh
Hamdi Akhsan
I
Di hari ini,
Kilatan pedang para pengembara surga nyaris tiada lagi dibumi,
Pekikan takbir telah berganti seruling musik yang mendayu merasuk hati.
Panglima perkasa seperti Salahuddin Al Ayubi terputus dan tiada regenerasi.
Tinggallah umat yang sepanjang lahir sampai mati sibuk demi pemenuhan syahwat materi.
Sungguh harga diri para pencinta Ilahi kini telah mati.
Terkadang, kegeraman bergejolak didalam dada,
Tatkala bom-bom berjatuhan di Iraq, afghanistan dan Ghaza,
Namun rasa itu hanya sejenak dan segera diganti khabar duniawi yang meriah,
Tinggallah mereka hidup dalam kehinaan dan teraniaya,
Sungguh izzah telah begitu lemah.
II
Sang Utusan Agung dimasa lalu telah ratapkan kesedihan hati,
Ia tak khawatirkan kemiskinan pada umat yang akan bergelimang materi.
Segala kekayaan berdatangan tatkala pusat-pusat kekayaan dunia telah dkuasai,
Tinggal kini kenangan tentang para pengembara yang bahagia sambut datangnya mati.
Sang utusan Agung dahulu telah berwasiat tentang datangnya agama secara aneh.
Dan kelak, segala yang telah diajarkan olehnya dianggap aneh bahkan remeh.
Yang dahulu dibangga kini dinista, yang dulu dilarang sekarang boleh.
Dan darah umatpun tiada berharga dimana-mana meleleh.
III
Kurindukan gagahnya pasukan Khalid bin Walid muncul bagai malaikat dari tengah gurun.
Tawarkan perdamaian atau biang segala ketakutan perang akan terhimpun.
Para penentang akan disapu bagaikan dahsyatnya badai taifun.
Sungguh tinta emas sejarah yang membuat diri tertegun.
Sedang di zamanku...
Para pemuda gagah seperti Ali dan Hamzah sibuk habiskan malam dengan tuangan arak.
Kepala dan tubuh mereka bergoyang ikuti alunan musik nan semarak.
Antara mereka dengan Tuhannya garis cinta telah retak,
dan pasukan Iblis pun tertawa terbahak-bahak.
IV
Wahn telan melanda,
Musuh pun datang bagai pasukan berkuda,
Menjajah peradaban dan merampas semua hasil bumi yang ada,
Sedang diri, hanya tersandera dalam tumpukan hutang demikian lama.
Sungguh sebuah kehinaan yang menyakitkan dada.
Semua karena wahn,
Keinginan hidup abadi dan ketakutan akan kematian.
Segala upaya dipakai untuk membuat kulit tubuh tetap rupawan.
Dan merasa bangga apabila dihadapan manusia bisa memikat dan tampil menawan.
V
Sedang jiwa,
Meronta karena miskin dan menderita.
Dirumah-rumah nan mewah kitab suci dibaca jadi langka.
setiap hari sibuk menghitung penambahan emas dan permata.
Dan tanpa sadar rambut memutih dan bersiap untuk menutup mata.
Kehinaan akan semakin dalam dengan tetap memelihara wahn,
Kehidupan akan jadi lemah tanpa pengorbanan pahlawan.
Terhadap kesewenangan ia sanggup untuk melawan.
Sehingga berharga di mata Tuhan.
VI
Aku rindu,
Para pemuda yang tegakkan kepala tunjukkan ilmu.
Atau mereka yang tekun jelajahi dunia taklukkan tebalnya buku.
Membaca ayat-ayat-Nya di semesta raya membuat orang takjub terpaku.
Sehingga kejayaan yang pernah ada tidak sebatas kisah yang ada di masa lalu.
Tidak mungkin negara-negara perkasa penguasa teknologi akan mau berbagi.
Bagaikan singa, tiada yang mau berbagi tempat dengan seekor sapi.
Karena kekuatan akan membuatnya memegang supremasi.
Dan bangsa lain bagai pengemis mohon dikasihani.
VII
Mengapa para putra pengembara surga tiada sadar,
Mereka berikan hanya budaya sampai yang di negerinya telah memudar.
Bantuan teknologi yang diberikan untuk uji coba sebelum dijual sebagai saudagar.
Wahai pemuda, mengapa engkau tidak isi dadamu dengan kekuatan iman para mujahid badar.
Tiada putra elang yang perkasa tanpa pendidikan yang kejam dan kuat dari sang induk.
Atau bagaikan anak singa gurun ditinggal induk tatkala ia masih ingin dipeluk.
Walau kasih sayangnya luar biasa, menangis ia dengan menunduk.
Agar sang putra Raja Gurun tidak lemah seperti pelanduk.
VIII
Anakku...
Jadilah engkau pengembara akherat seperti pendahulumu
Ukirlah tinta emas sejarah dizamanmu,
dan kami akan berdoa untukmu.
Agar kasih-Nya besertamu.
Inderalaya, 29/1/2011
Al Faqiir
0 komentar:
Posting Komentar