oleh
Hamdi Akhsan
I
Bermula syair dengan Bismillah,
berharap hamba kepada Allah,
selama hidup ikuti Millah,
setelah mati disayang Allah.
Rambutpun kini mulai memutih,
jalanpun sudah mulai tertatih,
kerja sedikit terasa letih,
tubuhpun sudah mulai ringkih.
Teringat berpuluh tahun yang lalu,
saat berjanji depan penghulu,
bagaikan kilat waktu berlalu,
menua badan sudahlah tentu.
II
Istriku...
engkau dahulu si bunga mekar,
harum merona indah memancar,
kumbangpun banyak datang mengincar,
baik yang sengaja atau yang nyasar.
Beruntung daku mendapatkanmu,
didalam juang kita bertemu,
senangnya melihat kecerdasanmu,
terpikat daku sangat padamu.
Tak butuh waktu daku meminta,
tak harus lalui masa bercinta,
pada walimu dikau kupinta,
dinikahkan segera hendaknya kita.
III
Waktu berlalu bagai kembara,
sekarang tak lagi sebatangkara,
kucari nafkah dengan gembira,
berbekal cinta semangat membara.
setiap malam kita terbangun,
'tuk ambil wudhu bukan melamun,
sholat dan ngaji selalu dilantun,
itulah indah hidup dituntun.
Rezeki diharap anak dipinta,
dikaruniai putri cantik jelita,
penenang hati penyedap mata,
didalam rumah bagai permata.
IV
Setelah putri dapatlah putra,
tidaklah satu tetapi dua,
punyalah kita anak tercinta,
amanah Allah kepada kita.
Masa bersama sampai sekarang,
daku keluar mencari uang,
untuk cukupkan segala yang kurang,
anak dan istri menjadi riang.
Letih dan sakit tidak terasa,
semangat membaja luarbiasa,
daku tak pernah berputus asa,
dibantu Allah semuanya bisa.
V
Usiaku kini merangkak senja,
betapa ingin daku bermanja,
walaupun waktunya sedikit saja,
asalkan bersama sebentar saja.
Kutahu engkau tetap mencinta,
walau tubuhku mulai renta,
ataupun kadang masih berdusta,
terkadang pula tiada berita.
Daku terbangun dimalam sunyi,
kupandang wajahmu cantik dan suci,
menangis daku didalam hati,
bayangkan ketika ditinggal mati.
VI
Dimalam sunyi sepi merayap,
daku terbangun didalam senyap,
duduk sendiri tiada bercakap,
renungkan masa yang akan lenyap.
Kadang ingin daku mengadu,
betapa berat hadapi sesuatu,
tapi tak tega akhinya daku,
melihat engkau terkapar lesu.
Kutelan sendiri segala yang berat,
walau sakitnya hampir sekarat,
membuat tegang seluruh urat,
sampai mengganggu kerja akherat.
VII
Istriku....
Kadang inginnya daku bermanja,
seperti kala masih berdua,
peluk dirimu berbisik mesra,
ucapkan rayu bagai remaja.
tapi semua hanyalah angan,
pulang sajapun ku kemalaman,
dirumah engkau pun kelelahan,
mengurus segala macam persoalan.
Tidur tak lagi berminyak wangi,
tapi berganti balsem yang tengi,
bedakpun sudah mendapat ganti,
minyak penghangat tangan dan kaki.
VIII
Betapa ingin daku berkata,
berhias engkau diri ditata,
karena daku memang tak buta,
setiap hari melihat mata.
Diluar sangat banyak yang indah,
tak ingin daku menjadi gundah,
berharap hati tidak berpindah,
karena dirumah samalah sudah.
Betapa bijak orang dahulu,
buat umpama baiki selalu,
setiap suami sama prilaku,
jiwanya muda tak pernah layu.
IX
Sedang dirimu sudah berubah,
khusuk selalu urus ananda,
diriku kadang bagai tak ada,
perih rasanya didalam dada.
Kutahu engkau tetap memuja,
selalu ingin daku dimanja.
yang terjadi karena tidak sengaja,
atau dianggap daku angin saja,
Tapi istriku pujaan hati,
bertambah umurku kecillah hati,
bagaikan sedihnya anak merpati,
ditinggal ibu di ranting meranti.
X
Kadang tubuhku terasa sakit
tulang-tulangku seakan digigit,
bahu seperti orang kecetit,
kakiku berat bengkak ditumit.
Ingin daku diperhatikan,
kalau ditubuh ada kelainan,
tapi semua daku rasakan,
tak sanggup aku untuk ucapkan.
Aku tak sanggup untuk mengeluh,
melihat dirimu sedang perpeluh,
capek tubuhmu seakan luluh,
sakitpun sama bahkan seluruh.
XI
Istriku sayang...
Sebentar lagi kita terkejut,
pemuda datang lantas bersujud,
sampaikan pinta untuk merajut,
menjadi kita kakek dan kajut (kajut=nenek)
Karena kita semakin renta,
mari jauhkan cemburu buta,
atau yang aneh bila meminta,
karena Allah kita mencinta.
Ibadah malam kita tambahkan,
membaca quran kita seringkan,
berzikir ma'tsur kita rutinkan,
saling nasehat kita sukakan.
XII
Istriku sayang...
Ubanku kini semakin banyak,
hampir seperti ubannya emak.
kaget sedikit sudah terhenyak,
kerja sedikit peluh berminyak.
Umurpun kita tiada yang tahu,
berpesan daku dumalam dalu,
jikalau daku mati dahulu,
kumohon ikhlas doamu selalu.
Terhadap anak daku berpesan,
didiklah mereka menjadi insan,
yang pegang agama dan jaga lisan,
yang jadikan dunia bak perhiasan.
XIII
Istriku...
Bila diriku pergi berpulang,
terhadap harta janganlah sayang,
didiklah anak sampai ke bintang,
agar hidupnya akan cemerlang.
Beri selalu mereka nasehat,
tuk tak lalai urus akherat,
tak guna harta jiwa melarat,
tak guna dunia saat sekarat.
Doakan mereka jadi penghulu,
ajaklah mereka bangun selalu,
menghadap Allah dimalam dalu,
doakan kita tak dapat malu.
XIV
Kelak ketika daku tiada,
kenanglah masa-masa yang indah,
menangis kita dijabal Rahmah,
memohon bersatu kelak di Jannah.
Ingatlah dulu didinding ka'bah,
jatuh mengalir si air mata,
pada-Nya kita sama meminta,
bersatu sampai nyawa terpisah.
Kupeluk engkau di Hijir Ismail,
dihimpit daku karena kecil,
tapi kujaga walau menggigil,
karena Allah sedang memanggil.
XV
Istriku sayang....
Padamu jua daku berpesan,
balutkan ihramku menjadi kafan,
jadikan putraku imam sembahyang,
ketika daku menghadap Tuhan.
Kita tak tahu kapan dipanggil,
mumbangpun jatuh kelapa diambil,
dijemput oleh malaikat Izrail,
menghadap kita pada Yang Adil.
Siapapun kita mati dahulu,
tak lagi kita seperti dulu,
yang tinggal jaga amanah tentu,
sampai akhirnya kita bersatu.
XVI
Diakhir syair kumohon maaf,
karena banyak salah dan khilaf,
atas laku ataupun ucap,
baik yang kurang atau tak lengkap.
Diakhir salaml daku berdoa,
semoga kita diberi sorga,
disana kita akan bersua,
bersama seperti kala didunia.
Al Faqir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar