24-2011. SYAIR-SYAIR MALAM (25/1/2011)
Kekasih…
Malam merayap semakin larut,
Seruling malam berkilau indah bagaikan mutiara jabarrut.
Para pencinta telah bersiap bagai kekasih yang datang untuk menjemput,
rindu pada-Mu, dan tak pernah menggigil takut tatkala datang sang malaikat maut.
Terkadang hamba menangis pilu,
mengingat iman yang demikian lemah bagai pelita buram di malam dalu,
atau bagai getaran angin yang bergesek di rimbunnya daun bambu,
kekasih, hamba takut! tetapi hamba rindu.
II
Ingin kupergi ke puncak gunung-gunung sunyi,
atau berlari ditengah gurun untuk mencari kesucian diri,
ataupun pergi arungi ganasnya samudera yang tiada betepi,
Namun, yang ada hanya tangis beriring sepi,
kekasih, kemana hamba harus berlari?
Kini tiada tempat di bumi yang indah untuk para pencinta,
gelegar teknologi telah mengharubirukan generasi pengganti di semua wilayah.
Tiada lagi tangis malam tersedu dari seorang hamba,
Kekasih, hamba pasrah.
III
Kemana lagi hamba harus berlari bagaikan Qais mencari Laila,
apakah ke padang-padang sunyi yang tiada mampu dijangkau kotornya tangan manusia?
Ataukah Engkau ada ditengah keramaian tempat manusia tertawa gembira ria?
Kekasih,…kemana hidup ini akan kubawa.
Di perjalanan malam lewati gurun pasir nan gelap,
menetes airmata rinduku sambil jiwa lantunkan harap,
agar kiranya di akherat kelak Engkau kan sudi menatap,
dengan segenap kasih dan sayang-Mu yang penuh rahmat,
IV
Kekasih…
Mata rabunku mulai lelehkan kerinduan yang makin redup,
dimakan kejamnya dunia demi sebuah tuntutan hidup,
Berilah hamba kekuatan untuk tetap menghirup,
Kasih-Mu yang segalanya terlingkup.
Kekasih…tanpa-Mu hamba tak sanggup.
Inderalaya, 25/1/2011)
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Kekasih…
Malam merayap semakin larut,
Seruling malam berkilau indah bagaikan mutiara jabarrut.
Para pencinta telah bersiap bagai kekasih yang datang untuk menjemput,
rindu pada-Mu, dan tak pernah menggigil takut tatkala datang sang malaikat maut.
Terkadang hamba menangis pilu,
mengingat iman yang demikian lemah bagai pelita buram di malam dalu,
atau bagai getaran angin yang bergesek di rimbunnya daun bambu,
kekasih, hamba takut! tetapi hamba rindu.
II
Ingin kupergi ke puncak gunung-gunung sunyi,
atau berlari ditengah gurun untuk mencari kesucian diri,
ataupun pergi arungi ganasnya samudera yang tiada betepi,
Namun, yang ada hanya tangis beriring sepi,
kekasih, kemana hamba harus berlari?
Kini tiada tempat di bumi yang indah untuk para pencinta,
gelegar teknologi telah mengharubirukan generasi pengganti di semua wilayah.
Tiada lagi tangis malam tersedu dari seorang hamba,
Kekasih, hamba pasrah.
III
Kemana lagi hamba harus berlari bagaikan Qais mencari Laila,
apakah ke padang-padang sunyi yang tiada mampu dijangkau kotornya tangan manusia?
Ataukah Engkau ada ditengah keramaian tempat manusia tertawa gembira ria?
Kekasih,…kemana hidup ini akan kubawa.
Di perjalanan malam lewati gurun pasir nan gelap,
menetes airmata rinduku sambil jiwa lantunkan harap,
agar kiranya di akherat kelak Engkau kan sudi menatap,
dengan segenap kasih dan sayang-Mu yang penuh rahmat,
IV
Kekasih…
Mata rabunku mulai lelehkan kerinduan yang makin redup,
dimakan kejamnya dunia demi sebuah tuntutan hidup,
Berilah hamba kekuatan untuk tetap menghirup,
Kasih-Mu yang segalanya terlingkup.
Kekasih…tanpa-Mu hamba tak sanggup.
Inderalaya, 25/1/2011)
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar