Oleh
Hamdi Akhsan
Pengantar.
Pada bahagian ini, sang murid telah belajar untuk memahami hakekat cinta sebagaimana yang diuraikan oleh gurunya. Sebuah implementasi dari cinta pada Al-Khalik. Moga bermanfaat!
I
Kini rentang waktu kehidupan sang murid telah lampaui masa empat puluh tahun,
Ia telah mengembara mencari hakekat cinta ditengah luasnya padang rumput dan dinginnya malam ditengah gurun,
Badai dan prahara ditengah samudera luas tak bertepi telah mengajarkannya tentang kasih yang tak harus berhimpun,
Sungguh sebuah pencarian yang telah membawanya pergi ke curamnya lembah dan tingginya puncak gunung.
Ada sepi yang menyeruak dalam kehampaan, meratapi masa bagaikan pungguk yang rindukan bulan,
Namun Dia telah tanamkan setetes kesejukan bagaikan tetesan embun pagi yang menyegarkan dedaunan,
Rindu pada-Mu yang tak mungkin, sang Murid takut akan terbakar bak kerinduan Musa di bukit sinai di suatu malam,
ia rindu pada-Mu,tapi tak berharga walau dibanding sebutir debu.
Wajah sang murid yang letih mulai tunjukkan sedikit kearifan,
Kearifan memahami dunia sebagai permainan sebagaimana nasib Yusuf di penjara demi menjaga sebuah kehormatan.
Kearifan yang menyebabkan seorang bayi lahir dan menangisi dunia yang dicintai milyaran Insan,
Sungguh sebuah parodi,mencintai sebuah kefanaan.
II
Dalam suatu kesempatan,ia bertanya lagi pada gurunya yang telah renta.
Guru?mengapa kau biarkan aku menjadi pengembara ke seluruh permukaan bumi dan samudera luas sepanjang mata?
Mengapa tidak engkau perintahkan aku untuk menjadi seirang penyelam yang hanya menuju satu titik untuk mengambil mutiara keagungan-Nya.
Dengan sangat ringan, sang guru menjawab...
Anakku...pencarian cinta tidak melalui jalan tunggal bagaikan sinar sang surya yang jatuh ke bumi,
Ia akan menyusuri dua jalan utama : Jalan seorang penyelam mutiara atau pengembara sejati,
Jalanmu?...adalah jalan Ibrahim yang berpuluh tahun amati bintang,bulan,dan matahari untuk mencari sebuah kebenaran cinta yang hakiki,
Bukan jalan hidayah seorang Umar yang didoakan sang Pribadi Agung agar mendapatkan hidayah Ilahi.
Tak perlu engkau ratapi masa yang hilang,
karena ia bermakna bagimu,bagaikan Musa yang selama empatpuluh hari menghilang,
Di Bukit sinai, Sepuluh Perintah suci yang membekas sampai hari kiamat tiba ia hayati dengan cemerlang,
Atau...bagaikan masa transformasi setahun Sang Raja angkasa yang harus menjalani kesakitan dalam duabelas bulan terbilang.
tiada yang sia-sia, semua karena Tuhanmu Maha penyayang.
III
Muridku...
Dalam pencarianmu yang melelahkan,engkau bisa melihat indahnya ilmu Tuhan pada sebutir debu,
Engkau bisa menangkap kerdipan bintang-bintang di angkasa yang bertabih dari masa awal penciptaan sang waktu,
Dalam kegelapan malam yang sunyi, gerak seekor semut di bumi akan terdengar sebagai dentang tasbih yang tak henti dari masa lalu,
masihkan engkau akan tanyakan lagi padaku?
Sedang setiap tarikan nafasku berpacu dengan datangnya malaikat maut yang telah mengintip dibalik jendela,
aku yang bagaikan debu sebentar lagi akan berjumpa dengan kekasihku, Allah,
daku berharap akan bergulung bersama jutaan debu lainnya menjadi gumpalan humus yang subur danmenjadi tumbuh di taman-taman-Nya,
bersama para pencinta-Nya.
IV
Kelak,ketika aku telah pergi untuk menemui sang kekasih yang kupuja dan engkau rindu padaku,
Carilah aku ditetesan embun di daun-daun hijau di pagi hari yang bersihkan debu dan memberi kehidupan baru,
atau di cahaya mata bayi yang baru lahir,engkau akan temukan sorot mataku,
Itulah cinta dari sang Pencinta sejati, tak lekang dimakan waktu.
Muridku...
Matahari telah senja,
kefanaan untukku telah hadir didepan mata,
aku melihat untaian cahaya hadir berwarna-warni demikian indah,
cahaya-Mu jua.
V
Sang Murid diam membisu,
Namun perlahan,bagaikan air mengalir,kesadaran dan kearifan telah bertransformasi padanya sesuai hukum waktu,
dan ia kini...menjadi guru.
Sang Pengembara
Hamdi Akhsan.
NB : Masih 2 episode lagi dari tetralogi cinta sang pengembara.
0 komentar:
Posting Komentar