216-2011. Pedangku Hanyalah Kata
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kepadamu para pencinta kebusukan dan kezaliman kutuliskan pesan.
Betapa bangkai-bangkai busuk yang menebar aroma telah dibukakan.
Kami sudah muak dengan manisnya kata-kata yang dijadikan alasan.
Dan mereka yang tertindas dalam ketidak adilan butuh pembuktian.
Mana dahulu janji-janji manismu yang katanya berlumur madu.
Kini terhadap suara-suara derita kalian hanya membisu.
Seolah-olah tak mendengar dan juga tak tahu.
Bagaikan manusia telah putus urat malu.
II
Kudengar kini berkembang aji mumpung.
Pemegang amanah menumpuk harta segunung.
Tahu bahwa kelak ia jadi beban berat yang ditanggung.
Dan disisi Ilahi pasti akan dipertanggungjawabkan dan dihitung.
Di hari ini, suara-suara kebenaran hanya dianggap angin yang berlalu.
Para pencuri berdasi yang ada adalah penyuara kebenaran dimasa lalu.
Mengapa kini berbalik mengamalkan semua yang dahulu dianggap saru.
Sungguh rakyat di negeri yang demikian tentulah akan bernasib pilu.
III
Mengapa kini rakyat kecil kehilangan kepercayaan.
Mengapa pemegang amanah sibuk menimbun kekayaan.
Mengapa suara-suara kebenaran kini tak lagi didengarkan.
Yang dihormati adalah mereka yang hidup bergelimang kemewahan.
Isyarat langit berupa peristiwa alam makin hari makin tak didengar.
Kehidupan dilalui dengan rutinitas kesenangan hingar bingar.
Ditebas segala pantangan dan larangan dengan sadar.
Sungguh kebusukan moral hidup telah menyebar.
IV
Agama?hanya menjadi hiasa dalam upacara saja.
Dalam kelahiran, pernikahan, dan kematian saja berguna.
Dalam aktivitas lainnya dipakai dan dilepas sesuai dengan selera.
Diperlakukan seperti orang yang memegang api dalam panasnya bara.
Inilah kata, senjata yang dimiliki orang yang tak memegang kuasa.
Yang dalam kehidupan sehari-harinya hanya merupakan orang biasa.
Yang mencoba memberikan peringatan sebelum negerinya binasa.
Dan kelak terlepas dalam pertanggunjawaban pada-Nya di akhir masa.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kepadamu para pencinta kebusukan dan kezaliman kutuliskan pesan.
Betapa bangkai-bangkai busuk yang menebar aroma telah dibukakan.
Kami sudah muak dengan manisnya kata-kata yang dijadikan alasan.
Dan mereka yang tertindas dalam ketidak adilan butuh pembuktian.
Mana dahulu janji-janji manismu yang katanya berlumur madu.
Kini terhadap suara-suara derita kalian hanya membisu.
Seolah-olah tak mendengar dan juga tak tahu.
Bagaikan manusia telah putus urat malu.
II
Kudengar kini berkembang aji mumpung.
Pemegang amanah menumpuk harta segunung.
Tahu bahwa kelak ia jadi beban berat yang ditanggung.
Dan disisi Ilahi pasti akan dipertanggungjawabkan dan dihitung.
Di hari ini, suara-suara kebenaran hanya dianggap angin yang berlalu.
Para pencuri berdasi yang ada adalah penyuara kebenaran dimasa lalu.
Mengapa kini berbalik mengamalkan semua yang dahulu dianggap saru.
Sungguh rakyat di negeri yang demikian tentulah akan bernasib pilu.
III
Mengapa kini rakyat kecil kehilangan kepercayaan.
Mengapa pemegang amanah sibuk menimbun kekayaan.
Mengapa suara-suara kebenaran kini tak lagi didengarkan.
Yang dihormati adalah mereka yang hidup bergelimang kemewahan.
Isyarat langit berupa peristiwa alam makin hari makin tak didengar.
Kehidupan dilalui dengan rutinitas kesenangan hingar bingar.
Ditebas segala pantangan dan larangan dengan sadar.
Sungguh kebusukan moral hidup telah menyebar.
IV
Agama?hanya menjadi hiasa dalam upacara saja.
Dalam kelahiran, pernikahan, dan kematian saja berguna.
Dalam aktivitas lainnya dipakai dan dilepas sesuai dengan selera.
Diperlakukan seperti orang yang memegang api dalam panasnya bara.
Inilah kata, senjata yang dimiliki orang yang tak memegang kuasa.
Yang dalam kehidupan sehari-harinya hanya merupakan orang biasa.
Yang mencoba memberikan peringatan sebelum negerinya binasa.
Dan kelak terlepas dalam pertanggunjawaban pada-Nya di akhir masa.
al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar