118-2011. Anakku, Sadarilah!
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku...
Akan ayah ceritakan padamu sebuah kisah sebagai ibarat.
Semoga menjadi renunganmu sebelum datangnya sekarat.
Dan menjadi tuntunan bagimu hadapi kehidupan yang berat.
Serta peringatan untukmu sebelum mentari terbit dari barat.
Engkau hidup di suatu masa yang didalamnya penuh keganjilan.
Tatkala majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dipertuhankan.
Ketika ajaran suci para nabi dan Rasul perlahan telah dipinggirkan.
Dan tangan-tangan rahasia sekutu syaitan mengatur peradaban.
II
Sadarilah, begitu banyaknya tatanan suci yang kini telah berubah.
Syaitan dan sekutunya menguras banyak waktumu yang tersedia.
Melalui media tontonan dan hiburan yang hampir tidak berguna.
Kecuali hanya habiskan waktu dan membuatmu sejenak tertawa.
Sedang disana, sekutu syaitan mengerahkan semua keahlian.
Pada permainan olahraga ditanamkan cinta dan kefanatikan.
Segala upaya, metode serta biaya yang banyak dikeluarkan.
Agar main-main yang ada nampak sebagai sungguhan.
III
Lihatlah agama baru yang dianut manusia bumi.
Sepakbola telah menunjukkan banyak ciri.
Korban harta dan biaya orang berani.
Demi klub favoritnya yang dicintai.
Kemiskinan dimana-mana.
Yatim piatu merana.
IV
Ada yang mencibir.
Atas suaraku yang fakir.
Atau karena rasa tersindir.
Tapi cobalah kembali berfikir.
Betapa Tuhan beri waktu terbatas.
Baiknya manusia bekerja dengan keras.
Memanfaatkan waktunya dengan jelas.
Agar yang dikerjakan akan membekas.
V
Dalam tajamnya ruhani mata yang terbuka.
Syaitan menggunakan begitu banyak cara.
Agar waktumu yang akan banyak tersia-sia.
Untuk hanya bermain-main dan berleha-leha.
Disana mereka sibuk kembangkan teknologi.
Untuk meraup banyak kekayaan materi.
Dan yang tersisa darimu hanya sedikit lagi.
Hanya sedikit namun merasa tercukupi.
VI
Beruntung yang berhati tajam.
Memahami hakekat didalam.
Renungkan perilaku alam.
Agar tidak tenggelam.
Anakku,
Dalam waktu yang masih tersisa.
Bermohon ayah pada Yang Kuasa.
Jadikan anak-anakku tak berputus asa.
Dan bangkitnya generasi yang perkasa.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar