Minggu, 13 Februari 2011

51-2011. Kata Ayahku (dulu)

51-2011. Kata Ayahku (dulu)

               Oleh
               Hamdi Akhsan
anak-anak Palestina yang tegar digertak tentara Israel yang beraninya cuma dengan anak-anak dan wanita tua
I
Kata ayah...
Walaupun pedih,anak lelaki tak boleh menangis.
Walau menderita carilah dengan kedua tangan mengais.
Jangan pernah merengek meminta bagai seorang pengemis.
Pacu semangat bagai kuda perang yang membuat musuh menggiris.

Belajarlah untuk hidup bagaikan tenangnya permukaan danau.
Di wajah tenang dan damai walau didada sangat galau.
Pergilah merantau walau lintasi laut dan pulau.
Bertahanlah di musim hujan dan kemarau.

II
Kata Ayah lagi...
Lelaki adalah sebuah perlambang kesejatian.
Dongakkan wajah kala dihadapkan pada tantangan.
Tak pernah biarkan datangnya caci maki dan penghinaan.
Sungguh lelaki adalah simbol tegaknya harga diri dan kegagahan.

Hidup lelaki adalah  perjuangan dengan busungkan dada dan kepala,
Terbang tinggi  taklukkan  padas  kehidupan bagai burung garuda.
Siaga terhadap ancaman bagaikan kilatan mata seekor ular kobra.
Atau getarkan musuh bagaikan auman dahsyat seekor singa.

Itulah lelaki sejati dalam pandangan hidup seorang ayah.
Jauh dari  burung pipit yang  mencuri padi di sawah.
Bagai burung nazar tunggu buruan tak bernyawa.
Sungguh perjuangan yang melahirkan wibawa.
Sampai  akhir  ketika   jasad  berpisah  jiwa.

III
Dalam kelembutan lelaki aku terdiam.
Karena zamanku beda dengan ayah di masa silam.
Didalam tidurku sering datang mimpi-mimpi dari luar alam.
Yang membawaku terbangun dan merenung di keheningan malam.

Aku bermimpi tentang jalan panjang yang kulalui dalam hidupku.
Hidup dengan kepahitan dan kepedihan yang penuh liku.
Yang akan menguras habis tetesan air mataku.
Sampai kelak maut menjemputku.

IV
Aku tahu, nasehat ayah sangat berharga.
Untuk pacu kelelakianku agar berjuang sepenuh tenaga.
Kelak terukir namamu diujung nama putra yang membuatmu bangga.
Sungguh sebuah amanah yang menguras habis energi dalam jiwa dan raga.

Dalam kesepian dan kesendirian daku tersadar.
Tidak semua  singa menjadi raja rimba dengan  auman menggelegar.
Ataupun hina tatkala harus menjadi pemakan bangkai seperti burung nazar.
Karena semua yang terjadi bagi manusia telah tertulis didalam qodar.
Agar  pada-Nya jua orang beriman harus bersandar.

Inderalaya, Jelang zuhur 13/2/2011.
Al Faqiir

Hamdi Akhsan

0 komentar:

Posting Komentar