58-2011. Sebuah Pesan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Wahai pelita jiwa....
Bisikan maut di kesunyian malam seakan-akan terus memanggilku.
Mesra bagaikan Lukman memanggil putranya dengan sebutan anakku.
Atau bagai kerinduan suku bajau terhadap deburan ombak samudera biru.
Yang tak pernah lelah dan berhenti mengalir sejak tercipta di masa dahulu.
Dalam pedih yang menyayatkan goresan dalam bagai sembilu.
Dan dalam kesakitan yang runtuhkan ketegaran jiwa aku tersedu.
Bagai kepedihan Ya'kub yang buta ratapi Yusuf Putra tercinta kala itu.
Sebuah pesan kusampaikan sebelum gelapnya kubur sembunyikan jasadku.
II
Dalam gemuruh menahan pukulan sakit didalam dada dan nafas tersengal.
Kusampaikan pesan padamu wahai yang selamanya akan kutinggal.
Jadikan cinta kasih pada-Nya sebaik-baiknya modal dan bekal.
Dan jadikan hati yang penuh iman sebagai kendali akal.
Dalam mimpi-mimpiku terkadang datang mereka yang sangat kurindukan.
Lambaikan tangan dari kejauhan dan menata ramah dengan senyuman.
Mengajak pada hidup yang tak lagi perih dan sembunyikan tangisan.
Dan membuat semua pertahanan runtuh menuju kehancuran.
III
Terlihat dipelupuk mataku tentang kehidupan yang hanya permainan.
Yang datang dan pergi torehkan catatan bagai panggung pertunjukan.
Juga tentang tipisnya rahasia hati antara kepedihan dan kebahagiaan.
Karena ia adalah pasangan yang keduanya saling bertaut berkelindan.
Kini, semua peritiwa tersimpan dalam peti yang sangat besar.
Yang kelak dibuka pada hiruk pikuknya pekikan kepedihan di Mahsyar.
Dalam benderang mentari milyaran manusia yang lalai bingung dan tersasar.
Dan ratapi kemalangan atas kedurhakaannya kepada Allah yang Maha Besar.
IV
Wahai pelita jiwa...
Tiada kusesali apa yang menjadi titik balik peristiwa,
Walau kutahu ia telah hitamkan putihnya jiwa.
Dan telah jadikan hidupku kehilangan tawa.
Dan menjadi keruh bagaikan rawa.
Dalam hari yang tersisa,
Daku bermohon pada-Mu Wahai Yang Kuasa.
Kiranya Engkau berkenan anugrahkan amal sebagai jasa.
Dan ampuni segala perbuatan hamba-Mu yang berlumur Dosa.
Inderalaya, 18/2-2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Wahai pelita jiwa....
Bisikan maut di kesunyian malam seakan-akan terus memanggilku.
Mesra bagaikan Lukman memanggil putranya dengan sebutan anakku.
Atau bagai kerinduan suku bajau terhadap deburan ombak samudera biru.
Yang tak pernah lelah dan berhenti mengalir sejak tercipta di masa dahulu.
Dalam pedih yang menyayatkan goresan dalam bagai sembilu.
Dan dalam kesakitan yang runtuhkan ketegaran jiwa aku tersedu.
Bagai kepedihan Ya'kub yang buta ratapi Yusuf Putra tercinta kala itu.
Sebuah pesan kusampaikan sebelum gelapnya kubur sembunyikan jasadku.
II
Dalam gemuruh menahan pukulan sakit didalam dada dan nafas tersengal.
Kusampaikan pesan padamu wahai yang selamanya akan kutinggal.
Jadikan cinta kasih pada-Nya sebaik-baiknya modal dan bekal.
Dan jadikan hati yang penuh iman sebagai kendali akal.
Dalam mimpi-mimpiku terkadang datang mereka yang sangat kurindukan.
Lambaikan tangan dari kejauhan dan menata ramah dengan senyuman.
Mengajak pada hidup yang tak lagi perih dan sembunyikan tangisan.
Dan membuat semua pertahanan runtuh menuju kehancuran.
III
Terlihat dipelupuk mataku tentang kehidupan yang hanya permainan.
Yang datang dan pergi torehkan catatan bagai panggung pertunjukan.
Juga tentang tipisnya rahasia hati antara kepedihan dan kebahagiaan.
Karena ia adalah pasangan yang keduanya saling bertaut berkelindan.
Kini, semua peritiwa tersimpan dalam peti yang sangat besar.
Yang kelak dibuka pada hiruk pikuknya pekikan kepedihan di Mahsyar.
Dalam benderang mentari milyaran manusia yang lalai bingung dan tersasar.
Dan ratapi kemalangan atas kedurhakaannya kepada Allah yang Maha Besar.
IV
Wahai pelita jiwa...
Tiada kusesali apa yang menjadi titik balik peristiwa,
Walau kutahu ia telah hitamkan putihnya jiwa.
Dan telah jadikan hidupku kehilangan tawa.
Dan menjadi keruh bagaikan rawa.
Dalam hari yang tersisa,
Daku bermohon pada-Mu Wahai Yang Kuasa.
Kiranya Engkau berkenan anugrahkan amal sebagai jasa.
Dan ampuni segala perbuatan hamba-Mu yang berlumur Dosa.
Inderalaya, 18/2-2011
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar