52-2011. Dan Bangsa inipun Makin Sekarat
Oleh
Hamdi Akhsan
Anakku...
Bukalah kembali olehmu lembaran keruntuhan masa silam.
Tentang Bangsa-bangsa yang telah dimusnahkan dan tenggelam.
Mulai dari Gejolak Nafsu Qabil ciptakan pembunuhan pertama masa Adam.
Sampai akhir yang zaman yang bergelimang dosa kedurhakaan yang menghitam.
Peradaban menyimpang selama ribuan tahun telah lahirkan bangsa-bangsa Musnah.
Tujuh ratus tahun dunia didominasi dua kekuatan besar Romawi dan Persia.
Kekuatan yang mengagungkan syahwat dan keunggulan senjata.
Yang kalah dengan kekuatan jihad dari gurun pasir arabia.
II
Anakku...
Bukalah kembali sejarah keruntuhan Yunani yang digjaya.
Nafsu saling mengalahkan dan penyakit sefilis membuatnya tidak berdaya.
Dengan mudahnya alihkannafsu manusiawi yang rendah untuk symbol para dewa.
Maka jadilah sembahan yang berada dalam kerangka nafsu syhwat dan angkara murka.
Demikian juga dengan pandangan filsafat kuno Romawi tentang peradaban dan wanita.
Aristoteles, Plato, yang diagungkan mengganggap wanita dan binatang setara.
Bahkan di benua asalnya pun hari ini wanita menjadi objek pesta pora.
Dengan jargon kebebasan dan emansipasi yang berpura-pura.
III
Anakku...
Mengapa harus idolakan emansifasi dan feminisme barat?
Engkau punya Ratu Balqis dan Sulthanah Sajjah Dhur kala barat masih gelap.
Engkau punya Laksamana Malahayati wanita disana hanya menjadi pemuas hasrat.
Lantas mengapa engkau berlari pada mereka dan biarkan mutiaramu tersia dan berkarat?
Sungguh, betapa pandai mereka berikan sampah-sampah peradaban birahi untukmu.
Sedang keunggulan teknologi yang digjaya mereka jauhkan dari bangsamu.
engkaupun jadi buruh pabrik mereka tuk sesuap nasi keluargamu.
Dan polusinya dinikmati datang setiap hari bagaikan tamu.
IV
Anakku...
Itulah kebanggaan sebuah bangsa yang besar,
Yang punya tujuan dan jati diri hingga tidak kesasar.
Yang titi jalan panjang dengan landasan sebagai dasar.
Bukan hanya untuk memenuhi hasrat sesaat disekitar pusar.
Tengoklah sejarah bangsa-bangsa yang sanggup bertahan lama.
Mereka berjuang diatas prinsip yang kuat sebagai paradigma.
Bukannya yang hidup dalam mimpi dan cita-cita bak panorama.
Atau mereka yang saling memakan dan khianati antar sesama.
Lihatlah bangsamu kini masanya telah menjelang kehancuran.
Mereka yang punya kuasa sibuk penuhi pundi kerakusan.
Bahkan suasana sudah mirip sebuah perampokan.
Sungguh sekarat menjelang masuk kuburan.
V
Renungkan olehmu kejadian bangsa-bangsa terdahulu.
Sebelum azab tiba mereka tulikan telinga demi pemenuhan nafsu.
Peringatan Ilahi melalui kitab-kitab suci hanya dianggap angin lalu.
Semua mencuri sesuai profesi dan ketersediaan waktu.
Anakku...
Kehancuran telah menjelang didepan mata.
Negeri yang kaya kini telah menjadi raksasa yang hampa.
Telah ditanam diluar negeri milik semua mereka yang berharta.
Dan tinggallah rakyat kecil yang diam terhisap menderita.
Bagai tak berdayanya seekor kijang yang patah.
VI
Anakku...
Kami akan pergi, engkau yang datang.
Harimu masih pagi, dan kami telah petang.
Engkau baru mulai sedang kami akhir menjelang.
Berbuatlah! sebelum negerimu berakhir malang.
Inderalaya, 13/2-2011.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Anakku...
Bukalah kembali olehmu lembaran keruntuhan masa silam.
Tentang Bangsa-bangsa yang telah dimusnahkan dan tenggelam.
Mulai dari Gejolak Nafsu Qabil ciptakan pembunuhan pertama masa Adam.
Sampai akhir yang zaman yang bergelimang dosa kedurhakaan yang menghitam.
Peradaban menyimpang selama ribuan tahun telah lahirkan bangsa-bangsa Musnah.
Tujuh ratus tahun dunia didominasi dua kekuatan besar Romawi dan Persia.
Kekuatan yang mengagungkan syahwat dan keunggulan senjata.
Yang kalah dengan kekuatan jihad dari gurun pasir arabia.
II
Anakku...
Bukalah kembali sejarah keruntuhan Yunani yang digjaya.
Nafsu saling mengalahkan dan penyakit sefilis membuatnya tidak berdaya.
Dengan mudahnya alihkannafsu manusiawi yang rendah untuk symbol para dewa.
Maka jadilah sembahan yang berada dalam kerangka nafsu syhwat dan angkara murka.
Demikian juga dengan pandangan filsafat kuno Romawi tentang peradaban dan wanita.
Aristoteles, Plato, yang diagungkan mengganggap wanita dan binatang setara.
Bahkan di benua asalnya pun hari ini wanita menjadi objek pesta pora.
Dengan jargon kebebasan dan emansipasi yang berpura-pura.
III
Anakku...
Mengapa harus idolakan emansifasi dan feminisme barat?
Engkau punya Ratu Balqis dan Sulthanah Sajjah Dhur kala barat masih gelap.
Engkau punya Laksamana Malahayati wanita disana hanya menjadi pemuas hasrat.
Lantas mengapa engkau berlari pada mereka dan biarkan mutiaramu tersia dan berkarat?
Sungguh, betapa pandai mereka berikan sampah-sampah peradaban birahi untukmu.
Sedang keunggulan teknologi yang digjaya mereka jauhkan dari bangsamu.
engkaupun jadi buruh pabrik mereka tuk sesuap nasi keluargamu.
Dan polusinya dinikmati datang setiap hari bagaikan tamu.
IV
Anakku...
Itulah kebanggaan sebuah bangsa yang besar,
Yang punya tujuan dan jati diri hingga tidak kesasar.
Yang titi jalan panjang dengan landasan sebagai dasar.
Bukan hanya untuk memenuhi hasrat sesaat disekitar pusar.
Tengoklah sejarah bangsa-bangsa yang sanggup bertahan lama.
Mereka berjuang diatas prinsip yang kuat sebagai paradigma.
Bukannya yang hidup dalam mimpi dan cita-cita bak panorama.
Atau mereka yang saling memakan dan khianati antar sesama.
Lihatlah bangsamu kini masanya telah menjelang kehancuran.
Mereka yang punya kuasa sibuk penuhi pundi kerakusan.
Bahkan suasana sudah mirip sebuah perampokan.
Sungguh sekarat menjelang masuk kuburan.
V
Renungkan olehmu kejadian bangsa-bangsa terdahulu.
Sebelum azab tiba mereka tulikan telinga demi pemenuhan nafsu.
Peringatan Ilahi melalui kitab-kitab suci hanya dianggap angin lalu.
Semua mencuri sesuai profesi dan ketersediaan waktu.
Anakku...
Kehancuran telah menjelang didepan mata.
Negeri yang kaya kini telah menjadi raksasa yang hampa.
Telah ditanam diluar negeri milik semua mereka yang berharta.
Dan tinggallah rakyat kecil yang diam terhisap menderita.
Bagai tak berdayanya seekor kijang yang patah.
VI
Anakku...
Kami akan pergi, engkau yang datang.
Harimu masih pagi, dan kami telah petang.
Engkau baru mulai sedang kami akhir menjelang.
Berbuatlah! sebelum negerimu berakhir malang.
Inderalaya, 13/2-2011.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar