32-2011. Ratapan Seorang Musafir Tua
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Kini diakhir perjalanan mata jiwaku nan gelap telah terbuka.
Cahaya-Mu datang bak kerinduan Musa pada-Mu di lembah Tuwa.
Kerinduan yang hancurkan angkara nafsu keangkuhan seorang hamba.
Yang telah jelang akhir pengembaraan menuju perbatasan duka dan bahagia.
Airmataku! pertanda diri telah menyerah dalam pertarungan sejati duniawi.
Nestapa jiwa dalam kehampaan tutupi keangkuhan diri yang tak disadari.
Kaki tak lagi mampu melangkah untuk bangkitkan kesejatian diri.
Hanya pasrah ikuti aliran ombak ke samudera luas tak bertepi.
II
Kekasih,
Betapa agung cahaya yang Engkau tampakkan dalam rahasia.
Cahaya-Mu yang mampu mengobati kerinduan nan abadi dalam jiwa.
Cahaya-Mu yang agung telah getarkan bisik kerinduan milyaran manusia.
Cahaya-Mu yang mampu hancurkan beratnya godaan Iblis sang raja angkara.
Kini, hanya kepasrahan dalam nafas menderu jelang kematian kuhadapkan.
Bait demi bait nyanyian rindu yang tak bertepi bisa hamba haturkan.
Betapa perjalanan yang meletihkan ini telah di batas tujuan.
Penuhi panggilan-Mu sebagaimana dahulu perjanjian.
III
Kekasih,
Mengapa langit menjadi gelap dan tiada lagi matahari?
Perlahan cahaya mata ini makin redup dari pesona duniawi.
Hanya tertinggal detik demi detik perlahan nyawa ini akan pergi.
Tinggallah kelak diri hamba bersama para penghuni kubur yang sunyi.
Mengapa amat kurang syukurku atas pemberian yang kini menghilang.
Dahulu dunia begitu indah bagai hijaunya gunung yang menjulang.
Tapi kini hanya beratnya nafas memburu penghantarku pulang.
Sungguh terlambat sesal ini kala mentari jiwa telah petang.
IV
Ingin kuteriakkan pada para penyair pemuja keindahan nafsu.
Tak guna pemujaan yang lahirkan setumpuk kebanggaan palsu.
Pekikan demi pekikan yang memukai, kelak akan dianggap angin lalu.
Sedangkan jiwa manusia yang terbawa dalam gelap kelak menjadi sekutu.
Kekasih,dalam asa yang begitu lemah bak pasrahnya domba di mulut singa.
Dalam genggaman malaikat maut-Mu yang menunggu di depan mata.
Dalam penyesalan yang membuat tak berhenti alirkan airmata.
Berilah hamba ampunan walau bagai debu di jagad raya.
Kekasih, hanya padamu kusandarkan asa.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Kini diakhir perjalanan mata jiwaku nan gelap telah terbuka.
Cahaya-Mu datang bak kerinduan Musa pada-Mu di lembah Tuwa.
Kerinduan yang hancurkan angkara nafsu keangkuhan seorang hamba.
Yang telah jelang akhir pengembaraan menuju perbatasan duka dan bahagia.
Airmataku! pertanda diri telah menyerah dalam pertarungan sejati duniawi.
Nestapa jiwa dalam kehampaan tutupi keangkuhan diri yang tak disadari.
Kaki tak lagi mampu melangkah untuk bangkitkan kesejatian diri.
Hanya pasrah ikuti aliran ombak ke samudera luas tak bertepi.
II
Kekasih,
Betapa agung cahaya yang Engkau tampakkan dalam rahasia.
Cahaya-Mu yang mampu mengobati kerinduan nan abadi dalam jiwa.
Cahaya-Mu yang agung telah getarkan bisik kerinduan milyaran manusia.
Cahaya-Mu yang mampu hancurkan beratnya godaan Iblis sang raja angkara.
Kini, hanya kepasrahan dalam nafas menderu jelang kematian kuhadapkan.
Bait demi bait nyanyian rindu yang tak bertepi bisa hamba haturkan.
Betapa perjalanan yang meletihkan ini telah di batas tujuan.
Penuhi panggilan-Mu sebagaimana dahulu perjanjian.
III
Kekasih,
Mengapa langit menjadi gelap dan tiada lagi matahari?
Perlahan cahaya mata ini makin redup dari pesona duniawi.
Hanya tertinggal detik demi detik perlahan nyawa ini akan pergi.
Tinggallah kelak diri hamba bersama para penghuni kubur yang sunyi.
Mengapa amat kurang syukurku atas pemberian yang kini menghilang.
Dahulu dunia begitu indah bagai hijaunya gunung yang menjulang.
Tapi kini hanya beratnya nafas memburu penghantarku pulang.
Sungguh terlambat sesal ini kala mentari jiwa telah petang.
IV
Ingin kuteriakkan pada para penyair pemuja keindahan nafsu.
Tak guna pemujaan yang lahirkan setumpuk kebanggaan palsu.
Pekikan demi pekikan yang memukai, kelak akan dianggap angin lalu.
Sedangkan jiwa manusia yang terbawa dalam gelap kelak menjadi sekutu.
Kekasih,dalam asa yang begitu lemah bak pasrahnya domba di mulut singa.
Dalam genggaman malaikat maut-Mu yang menunggu di depan mata.
Dalam penyesalan yang membuat tak berhenti alirkan airmata.
Berilah hamba ampunan walau bagai debu di jagad raya.
Kekasih, hanya padamu kusandarkan asa.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar