31-2012. Ibu, Dengarlah Kerinduanku (5)
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ibu,tetesan embun di dedaunan membawa ingatanku kembali ke masa silam.
Betapa sering rengekan manjaku membangunkanmu di tengah malam.
Dalam letih langkahmu terseok ditemani cahaya lampu yang suram.
Dan barulah ibu tertidur lagi mana kala anakmu telah terdiam.
Ibu, Jelang tujuh puluh tahun waktu telah berlalu.
Bagaikan kilat tanpa terasa masa yang telah tersapu.
Kini, ketuaan telah membayang di wajahmu yang sendu.
Dan kelak di perjalanan anakmu pun akan menjadi seperti itu.
II
Aku ingin seperti ibu. Yang tenang bagai permukaan telaga.
Jalani kehidupan yang sederhana, sabar, dan bersahaja.
Tak pernah terdengar keluh dan saat dalam tiada.
Dan pandai menahan keperihan di dalam dada.
Ibu, malam ini anakmu teteskan air mata.
Teringat masa yang hilang saat kita bersama.
Bersamamu dibakar terik matahari pergi berhuma.
Mencari tambahan untuk menyambung hari-hari kita.
III
Kini, tak lagi anakmu harus berbagi telur dengan saudara.
Tak lagi terdengar bujukanmu untuk makan apa adanya.
Namun keteladanmu terhujam untuk hidup bersahaja.
Dan tak membanggakan diri dengan pemberian-Nya.
Ibu, kelembutan jiwa yang kau ajarkan begitu membekas.
Terhadap orang lain engkau tanamkan sifat yang ikhlas.
Tidak membangkil pemberian atau mengharap balas.
Serta mengikhlaskan kebaikan bak air didaun talas.
IV
Ibu, kini ketuaan kian tampak dalam kerut matamu.
Jalanmu pun mulai tertatih tak lagi kuat seperti dahulu.
Namun cinta kasihmu tetap abadi seperti di masa yang lalu.
Bagai hantaman ombak sejak zaman purba di pantai nan bisu.
Ibu, kalau kelak anakmu pergi lebih dahulu menghadap-Nya.
Mohon ikhlaskan segenap pengorbananmu sepanjang usia.
Maafkan anakmu tak mampu sampai akhir memelihara.
Semoga kelak kita bertemu dalam ridho dan surgaNya.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Ibu,tetesan embun di dedaunan membawa ingatanku kembali ke masa silam.
Betapa sering rengekan manjaku membangunkanmu di tengah malam.
Dalam letih langkahmu terseok ditemani cahaya lampu yang suram.
Dan barulah ibu tertidur lagi mana kala anakmu telah terdiam.
Ibu, Jelang tujuh puluh tahun waktu telah berlalu.
Bagaikan kilat tanpa terasa masa yang telah tersapu.
Kini, ketuaan telah membayang di wajahmu yang sendu.
Dan kelak di perjalanan anakmu pun akan menjadi seperti itu.
II
Aku ingin seperti ibu. Yang tenang bagai permukaan telaga.
Jalani kehidupan yang sederhana, sabar, dan bersahaja.
Tak pernah terdengar keluh dan saat dalam tiada.
Dan pandai menahan keperihan di dalam dada.
Ibu, malam ini anakmu teteskan air mata.
Teringat masa yang hilang saat kita bersama.
Bersamamu dibakar terik matahari pergi berhuma.
Mencari tambahan untuk menyambung hari-hari kita.
III
Kini, tak lagi anakmu harus berbagi telur dengan saudara.
Tak lagi terdengar bujukanmu untuk makan apa adanya.
Namun keteladanmu terhujam untuk hidup bersahaja.
Dan tak membanggakan diri dengan pemberian-Nya.
Ibu, kelembutan jiwa yang kau ajarkan begitu membekas.
Terhadap orang lain engkau tanamkan sifat yang ikhlas.
Tidak membangkil pemberian atau mengharap balas.
Serta mengikhlaskan kebaikan bak air didaun talas.
IV
Ibu, kini ketuaan kian tampak dalam kerut matamu.
Jalanmu pun mulai tertatih tak lagi kuat seperti dahulu.
Namun cinta kasihmu tetap abadi seperti di masa yang lalu.
Bagai hantaman ombak sejak zaman purba di pantai nan bisu.
Ibu, kalau kelak anakmu pergi lebih dahulu menghadap-Nya.
Mohon ikhlaskan segenap pengorbananmu sepanjang usia.
Maafkan anakmu tak mampu sampai akhir memelihara.
Semoga kelak kita bertemu dalam ridho dan surgaNya.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar