50-2012. Refleksi 67 tahun Kemerdekaan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Dahulu di tanah kami pernah muncul para pejuang samudera yang menggetarkan.
Dengan perahu cadik mereka taklukkan angkuh dan ganasnya samudera luas.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun dijelajahinya seluruh negeri.
Kukuhkan keperkasaan dan jati dirinya sebagai bangsa bahari.
Tanah nan subur menjadi rahmat yang tak dimiliki bangsa lain.
Para raja busungkan dada hadapi penjajah yang memperbudak rakyat.
Tak akan diserahkan lahan subur dan hutan rimba sejengkalpun pada musuh.
Walau segenap bujuk rayu mengatasnamakan industri dan perdagangan antar negara.
II
Tapi kini, negeriku telah menjadi sebuah barak besar yang menjadi kuli para investor.
Jutaan kuli bekerja di perkebunan yang sahamnya dimiliki asing melalui bursa.
Jutaan lainnya berangkat menjadi babu dan kuli di berbagai negara.
Yang dengan kepedihan tinggalkan anak bayi dan keluarga.
Begitu banyak yang bangga bila berhasil datangkan pemodal.
Hutan-hutan sumber oksigen dan tempat hewan pun hancur lebur.
Debu, bahan kimia, dikompensasikan dengan sedikit uang untuk hidup.
Sedang keuntungan yang banyak diangkut tanpa sedikitpun yang tersisa.
III
Kelak, tinggallah tanah-tanah gersang dan rusak untuk generasi penerus.
Negeri yang subur hanya tinggal kenangan dan cerita sejarah yang manis.
Kebekajatan & sampah budaya,menjadi biasa dan tak lagi dianggap kanker.
Dan tanah-tanah yang terluka karena dizalimi pun akan berikan balasannya.
Negeri ini, telah terjual dalam kebanggaan sesaat yang menyesatkan jatidiri.
Bak perahu yang tiap penghuninya membuat lubang puaskan keserakahan.
Hanya menunggu saat-saat akhir untuk tenggelam dalam kegagalan.
Dan yang tersisa hanya kesedihan dan penyesalan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Dahulu di tanah kami pernah muncul para pejuang samudera yang menggetarkan.
Dengan perahu cadik mereka taklukkan angkuh dan ganasnya samudera luas.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun dijelajahinya seluruh negeri.
Kukuhkan keperkasaan dan jati dirinya sebagai bangsa bahari.
Tanah nan subur menjadi rahmat yang tak dimiliki bangsa lain.
Para raja busungkan dada hadapi penjajah yang memperbudak rakyat.
Tak akan diserahkan lahan subur dan hutan rimba sejengkalpun pada musuh.
Walau segenap bujuk rayu mengatasnamakan industri dan perdagangan antar negara.
II
Tapi kini, negeriku telah menjadi sebuah barak besar yang menjadi kuli para investor.
Jutaan kuli bekerja di perkebunan yang sahamnya dimiliki asing melalui bursa.
Jutaan lainnya berangkat menjadi babu dan kuli di berbagai negara.
Yang dengan kepedihan tinggalkan anak bayi dan keluarga.
Begitu banyak yang bangga bila berhasil datangkan pemodal.
Hutan-hutan sumber oksigen dan tempat hewan pun hancur lebur.
Debu, bahan kimia, dikompensasikan dengan sedikit uang untuk hidup.
Sedang keuntungan yang banyak diangkut tanpa sedikitpun yang tersisa.
III
Kelak, tinggallah tanah-tanah gersang dan rusak untuk generasi penerus.
Negeri yang subur hanya tinggal kenangan dan cerita sejarah yang manis.
Kebekajatan & sampah budaya,menjadi biasa dan tak lagi dianggap kanker.
Dan tanah-tanah yang terluka karena dizalimi pun akan berikan balasannya.
Negeri ini, telah terjual dalam kebanggaan sesaat yang menyesatkan jatidiri.
Bak perahu yang tiap penghuninya membuat lubang puaskan keserakahan.
Hanya menunggu saat-saat akhir untuk tenggelam dalam kegagalan.
Dan yang tersisa hanya kesedihan dan penyesalan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar