48-2012. Enam Belas Ribu Bulan Setelah Itu
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, Masa seribu bulan itu bukanlah waktu yang sebentar dalam kurun manusia.
Kalau ia ukiran di batung karang ditengah gurun pasir, tiada lagi catatan yang membekas.
Tenggelam bak airmata adam yang mengalir selama seribu duaratus bulan.
Atau seperti harapan Ibrahim diberi putra penerus Risalah.
Generasi kini bak burung pipit, entah berapa keturunan telah berlalu.
Berapa pula luas tanaman padi yang telah hilang dalam kesedihan petani.
Namun tiada cerita, tiada catatan yang diukir dalam sejarah kehidupan.
Sirna bak lautan debu di tengah samudera gurun.
II
Kekasih, andai api-Mu masih Engkau tampakkan seperti pada Musa di Lembah Tuwa.
Tentu tak akan ada pengkhianatan Samiri yang berbalut logika sihir sains seperti di hari ini.
Tua muda berbondong akan datang pada-Mu dengan wajah berhias sejuta harap.
Walau harus menempuh gelapnya rimba yang dijaga singa pemakan nan buas.
Namun jarak masa hampir duaribu bulan kaburkan kesejatian cinta itu.
Seolah ia hanya pekikan lemah yang hilang dibawa badai nafsu angkara.
Cahaya-Mu? hanya muncul bak damar buram yang menerangi gelap sesaat,
Dan setelah itu sirna terbawa sihir Hammam dalam kecongkakan akal zaman baru.
III
Kini seribu bulan-Mu tak lagi menyedot para musafir hayati indahnya rasa lapar.
Bak ritual kosong Pendeta Majusi kala api tinggal jadi kumpulan arang panas yang dijaga.
Bukan spirit pembakar peradaban iblis yang menipu dengan keindahan surgawi palsu.
Yang jauhkan para mujahid bak jauhnya ikan dari air yang memberinya kehidupan.
Tuba peradaban yang lelah masih begitu menggiurkan para pencintanya.
Rumput-rumput hijau yang baru tumbuh di musim penghujan pun lupa teriknya kemarau.
Seolah zaman ini adalah kebahagiaan puncak dalam supremasi materi.
Dan terhapus ingatan pada indahnya kehidupan akherat yang abadi.
IV
Kekasih, ini kurun yang lelah menuju jurang nestapa kematian.
Dajjal telah bersimaharajalela lebih dari gelombang dendam Hulagu di bumi penuh rahmat dahulu.
Kalau dulu, para syuhada bermandi darah, kini para penerus habiskan waktu bergembira ria.
Dan kehancuran tanpa sadar telah hampir sempurna di depan mata.
Kekasih, sejenak hamba ingin lepaskan lelah ini dalam diam.
Tapi musuh-musuh-Mu tak pernah letih dengan permainan baru.
Benih-benih muda yyang bernas telah terkontaminasi pertisida dajjal berlumur maksiat.
Dan tak akan berhenti sampai menguasai para pencinta-Mu di akhir zaman.
Hampir enamabelas ribu bulan berlalu sudah, dan kini tiba zaman Ghuroba*
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
*Ghuroba : Islam Asing dimata pemeluknya sendiri.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih, Masa seribu bulan itu bukanlah waktu yang sebentar dalam kurun manusia.
Kalau ia ukiran di batung karang ditengah gurun pasir, tiada lagi catatan yang membekas.
Tenggelam bak airmata adam yang mengalir selama seribu duaratus bulan.
Atau seperti harapan Ibrahim diberi putra penerus Risalah.
Generasi kini bak burung pipit, entah berapa keturunan telah berlalu.
Berapa pula luas tanaman padi yang telah hilang dalam kesedihan petani.
Namun tiada cerita, tiada catatan yang diukir dalam sejarah kehidupan.
Sirna bak lautan debu di tengah samudera gurun.
II
Kekasih, andai api-Mu masih Engkau tampakkan seperti pada Musa di Lembah Tuwa.
Tentu tak akan ada pengkhianatan Samiri yang berbalut logika sihir sains seperti di hari ini.
Tua muda berbondong akan datang pada-Mu dengan wajah berhias sejuta harap.
Walau harus menempuh gelapnya rimba yang dijaga singa pemakan nan buas.
Namun jarak masa hampir duaribu bulan kaburkan kesejatian cinta itu.
Seolah ia hanya pekikan lemah yang hilang dibawa badai nafsu angkara.
Cahaya-Mu? hanya muncul bak damar buram yang menerangi gelap sesaat,
Dan setelah itu sirna terbawa sihir Hammam dalam kecongkakan akal zaman baru.
III
Kini seribu bulan-Mu tak lagi menyedot para musafir hayati indahnya rasa lapar.
Bak ritual kosong Pendeta Majusi kala api tinggal jadi kumpulan arang panas yang dijaga.
Bukan spirit pembakar peradaban iblis yang menipu dengan keindahan surgawi palsu.
Yang jauhkan para mujahid bak jauhnya ikan dari air yang memberinya kehidupan.
Tuba peradaban yang lelah masih begitu menggiurkan para pencintanya.
Rumput-rumput hijau yang baru tumbuh di musim penghujan pun lupa teriknya kemarau.
Seolah zaman ini adalah kebahagiaan puncak dalam supremasi materi.
Dan terhapus ingatan pada indahnya kehidupan akherat yang abadi.
IV
Kekasih, ini kurun yang lelah menuju jurang nestapa kematian.
Dajjal telah bersimaharajalela lebih dari gelombang dendam Hulagu di bumi penuh rahmat dahulu.
Kalau dulu, para syuhada bermandi darah, kini para penerus habiskan waktu bergembira ria.
Dan kehancuran tanpa sadar telah hampir sempurna di depan mata.
Kekasih, sejenak hamba ingin lepaskan lelah ini dalam diam.
Tapi musuh-musuh-Mu tak pernah letih dengan permainan baru.
Benih-benih muda yyang bernas telah terkontaminasi pertisida dajjal berlumur maksiat.
Dan tak akan berhenti sampai menguasai para pencinta-Mu di akhir zaman.
Hampir enamabelas ribu bulan berlalu sudah, dan kini tiba zaman Ghuroba*
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
*Ghuroba : Islam Asing dimata pemeluknya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar