47-2012. Wahai Dunia
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Daku tak tahu mengapa indahnya mentari tak lagi menyentuh relung hati.
Daku tak tahu mengapa keindahan jiwa ini layu bak layunya bunga melati.
Daku juga tak tahu mengapa kepekaan dalam jiwa ini bagaikan telah mati.
Dan mengapa curahan kata penyejuk jiwa dari relung terdalam berhenti.
Kini masa kemarau panjang telah berlalu dan musim hujan pun telah tiba.
Tapi kemana kemarau jiwa ini akan kusampaikan dengan menghiba.
Keindahan dan ketajaman datang dan pergi bak zaman ghuroba*.
Sungguh terhadap semua keadaan ini ingin menangis hamba.
II
Ingin aku pergi bak elang gurun di kesunyian tebing karang.
Akrab dengan bintang-bintang di angkasa luas yang menerawang.
Berjalan jauh bak sang musafir yang tak pernah rindukan jalan pulang.
Bagai seekor burung pengembara yang pergi kemana ia ingin terbang.
Kurindukan hidup yang fahami hakekat dibalik realitas ciptaan perasaan.
Jauh dari keterombang-ambingan rasa inginkan mulianya kejayaan.
Tiada terjebak pemainan ciptaan yang haru birukan perasaan.
Karena semua tidak bermakna bagi kebaikan masa depan.
III
Betapa banyak jiwa yang tertipu oleh permainan palsu.
Pabila menang bertabur puji dan dianggap pahlawan tentu.
Bila kalah tak sesuai keinginan akan dapat serapah dan gerutu.
Betapa tipisnya garis dalam penilaian manusia bila telah seperti itu.
Ingat tatkala rambut putih mulai tumbuh di kepala seorang hamba.
Pertanda hari-hari hidup yang dijalani mulai masuk masa senja.
Diikuti oleh rontoknya gigi dan rabunnya pandangan mata.
Pertanda masa datangnya kematian hampir pula tiba.
IV
Apalah lagi yang akan dibanggakan seorang insan?
Kala tubuh dingin telah terbukur kaku diikat kain kafan.
Bersiap hadapkan diri pada Ilahi untuk pertanggungjawaban.
Terdiam sendiri dikubur nan sunyi sampai datangnya akhir zaman.
Begitu banyak manusia tertipu dalam panggung kehidupan semu.
Mengejar kekuasaan dan harta serta melupakan Ilahi Yang Satu.
Sampai sesal terlambat dan jasad yang mendingin terbujur kaku.
Sepanjang masa tinggallah dia dalam sesal serta tangisan nan pilu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Daku tak tahu mengapa indahnya mentari tak lagi menyentuh relung hati.
Daku tak tahu mengapa keindahan jiwa ini layu bak layunya bunga melati.
Daku juga tak tahu mengapa kepekaan dalam jiwa ini bagaikan telah mati.
Dan mengapa curahan kata penyejuk jiwa dari relung terdalam berhenti.
Kini masa kemarau panjang telah berlalu dan musim hujan pun telah tiba.
Tapi kemana kemarau jiwa ini akan kusampaikan dengan menghiba.
Keindahan dan ketajaman datang dan pergi bak zaman ghuroba*.
Sungguh terhadap semua keadaan ini ingin menangis hamba.
II
Ingin aku pergi bak elang gurun di kesunyian tebing karang.
Akrab dengan bintang-bintang di angkasa luas yang menerawang.
Berjalan jauh bak sang musafir yang tak pernah rindukan jalan pulang.
Bagai seekor burung pengembara yang pergi kemana ia ingin terbang.
Kurindukan hidup yang fahami hakekat dibalik realitas ciptaan perasaan.
Jauh dari keterombang-ambingan rasa inginkan mulianya kejayaan.
Tiada terjebak pemainan ciptaan yang haru birukan perasaan.
Karena semua tidak bermakna bagi kebaikan masa depan.
III
Betapa banyak jiwa yang tertipu oleh permainan palsu.
Pabila menang bertabur puji dan dianggap pahlawan tentu.
Bila kalah tak sesuai keinginan akan dapat serapah dan gerutu.
Betapa tipisnya garis dalam penilaian manusia bila telah seperti itu.
Ingat tatkala rambut putih mulai tumbuh di kepala seorang hamba.
Pertanda hari-hari hidup yang dijalani mulai masuk masa senja.
Diikuti oleh rontoknya gigi dan rabunnya pandangan mata.
Pertanda masa datangnya kematian hampir pula tiba.
IV
Apalah lagi yang akan dibanggakan seorang insan?
Kala tubuh dingin telah terbukur kaku diikat kain kafan.
Bersiap hadapkan diri pada Ilahi untuk pertanggungjawaban.
Terdiam sendiri dikubur nan sunyi sampai datangnya akhir zaman.
Begitu banyak manusia tertipu dalam panggung kehidupan semu.
Mengejar kekuasaan dan harta serta melupakan Ilahi Yang Satu.
Sampai sesal terlambat dan jasad yang mendingin terbujur kaku.
Sepanjang masa tinggallah dia dalam sesal serta tangisan nan pilu.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
0 komentar:
Posting Komentar