285-2011. Senandung Taubat.
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Kekasih,
Masihkah berharga disisi-Mu airmata seorang hamba yang berlumur dosa?
Adakah tempat bagi hamba untuk dapatkan rahmat-Mu Yang Maha Pemurah.
Adakah Engkau masih mau menerima hamba yang berulang-ulang berbuat salah.
Bagai seekor anak ayam yang tersesat dalam rimba raya tak tahu harus melangkah.
Masihkah disisi-Mu ada tempatku untuk kembali untuk perbaiki semua kesalahan?
Masih cukup berhargakah semua istighfar yang terlantun dalam tangis perlahan.
Masihkah tersisa dalam kelamnya hati tempat tebarkan benih-benih kebaikan.
Sebagai budak yang membangkan namun ingin kembali pada Sang tuan.
II
Kekasih,
Betapa malu menyebut kata itu dalam amal yang berbalut dusta?
Telah berulang sudah kata-kata taubat ini bersimbah airmata.
Namun betapa berat untuk satunya perbuatan dan kata.
Agar diri ini mendapat curahan kasih sayang dan cinta.
Betapa ingin jiwa ini hidup dalam cahaya kebenaran.
Setiap detik hidup ini senantiasa dalam keimanan.
Ikhlas dalam ridho-Mu jua yang diharapkan.
Sebagaimana fitrah dalam jiwa ini dambakan.
III
Dalam kesendirian kesadaran sering muncul.
Bayangkan berat siksa kala pinta tak terkabul.
Betapa sengsaranya kelak dosa-dosa harus dipikul.
Dan bengisnya para malaikat-Mu yang akan memukul.
Dalam sendiri teringat mereka yang terbaring dikubur sunyi.
Tanpa seorang pembela jalani panjang dan beratnya hari-hari.
Tubuh tersayat luka-luka yang dalam dihantam sayatan cemeti.
Tiada kekuatan apapun yang diandalkan kecuali amal dalam hidup ini.
IV
Kekasih,
Masihkan bermakna airmata ratapi kesalahan berulang yang dilakukan.
Masihkah Engkau akan menerima rengekan doa dengan ratapan.
Masihkah ampunan untuk para pendosa ini Engkau sediakan.
Agar sebelum raga berpisah nyawa masih ada harapan.
Kekasih, pada-Mu jua hamba pintakan ampunan.
Pada-Mu jua hamba bermohon perlindungan.
Agar Engkau ampuni dosa seluas lautan.
Di saat kelak nyawa tiada lagi dibadan.
Kekasih, Ridho-Mu jua yang hamba harapkan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Rabu, 21 September 2011
Minggu, 18 September 2011
285-2011. Untukmu Yang Dalam Cobaan, Bersabarlah!
285-2011. Untukmu Yang Dalam Cobaan, Bersabarlah!
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Seorang hamba tersedu dalam tangis kepedihan.
Segenap derita hidup yang dialami seakan tak tertahankan.
Seakan tiada harapan dan cahaya yang menerangi langkah ke depan.
Sungguh segala upaya yang telah dijalani belum nerikan hasil yang diharapkan.
Jalan di depan seolah sebuah lorong panjang yang begitu sempit dan gelap.
Tak tahu kemana lagi tangis, pinta, dan permohonan akan dihadap.
Hanya pada-Nya doa selalu dipanjatkan dengan penuh harap.
Agar iman didada yang tersisa akan selalu mantap.
II
Sabarlah saudaraku! Tiada kegelapan yang abadi.
Kepedihan itu sesungguhnya kesempatan dekat pada Ilahi.
Tak ada guna segala yang telah terjadi di masa lalu engkau ratapi.
Serahkan pada Pencipta alam semesta Sang pemilik Rahasia tersembunyi.
Sabarlah!Setiap kesulitan seberat apapun pasti berakhir dengan kemudahan.
Asalkan engkau ridho dengan segala cobaan yang datang dari Tuhan.
Prsangka baik pada-Nya dan doa selalulah engkau panjatkan.
Supaya akhir yang baiklah akan Tuhan berikan.
III
Jauhilah keputusasaan dalam menjalani taqdir.
Agar dimanapun engkau berada malaikat-Nya akan hadir.
Tidakpun terkabul di dunia ini doamu jadi tabungan di hari akhir.
Menjadi tumpukan pahala dan penghapus banyaknya dosa yang telah diukir.
Lihatlah kemuliaan yang didapat orang yang lulus dari beratnya cobaan hidup.
Bagai kupu-kupu yang lahir dari kepompong yang lama dalam sekedup.
Atau bagai ular yang menahan perihnya terkelupas kulit penutup.
Itulah rahasia kehidupan dalam taqdir terlingkup.
IV
Jangan berputus asa dari rahmat Ilahi.
Karena itu sifat dan laku yang sangat Ia benci.
Karena selain cobaan pasti banyak nikmat yang Ia beri.
Sebagai perwujudan dari keseimbangan atau sifat-sifat simetri.
Mari merenungkan segala kesalahan terdahulu yang dilakukan.
Bermohon taubat sebelum nyawa kembali diserahkan.
Agar mendapat curahan rahmat dan ampunan.
Serta dapatkan surga sebagai ganjaran.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Seorang hamba tersedu dalam tangis kepedihan.
Segenap derita hidup yang dialami seakan tak tertahankan.
Seakan tiada harapan dan cahaya yang menerangi langkah ke depan.
Sungguh segala upaya yang telah dijalani belum nerikan hasil yang diharapkan.
Jalan di depan seolah sebuah lorong panjang yang begitu sempit dan gelap.
Tak tahu kemana lagi tangis, pinta, dan permohonan akan dihadap.
Hanya pada-Nya doa selalu dipanjatkan dengan penuh harap.
Agar iman didada yang tersisa akan selalu mantap.
II
Sabarlah saudaraku! Tiada kegelapan yang abadi.
Kepedihan itu sesungguhnya kesempatan dekat pada Ilahi.
Tak ada guna segala yang telah terjadi di masa lalu engkau ratapi.
Serahkan pada Pencipta alam semesta Sang pemilik Rahasia tersembunyi.
Sabarlah!Setiap kesulitan seberat apapun pasti berakhir dengan kemudahan.
Asalkan engkau ridho dengan segala cobaan yang datang dari Tuhan.
Prsangka baik pada-Nya dan doa selalulah engkau panjatkan.
Supaya akhir yang baiklah akan Tuhan berikan.
III
Jauhilah keputusasaan dalam menjalani taqdir.
Agar dimanapun engkau berada malaikat-Nya akan hadir.
Tidakpun terkabul di dunia ini doamu jadi tabungan di hari akhir.
Menjadi tumpukan pahala dan penghapus banyaknya dosa yang telah diukir.
Lihatlah kemuliaan yang didapat orang yang lulus dari beratnya cobaan hidup.
Bagai kupu-kupu yang lahir dari kepompong yang lama dalam sekedup.
Atau bagai ular yang menahan perihnya terkelupas kulit penutup.
Itulah rahasia kehidupan dalam taqdir terlingkup.
IV
Jangan berputus asa dari rahmat Ilahi.
Karena itu sifat dan laku yang sangat Ia benci.
Karena selain cobaan pasti banyak nikmat yang Ia beri.
Sebagai perwujudan dari keseimbangan atau sifat-sifat simetri.
Mari merenungkan segala kesalahan terdahulu yang dilakukan.
Bermohon taubat sebelum nyawa kembali diserahkan.
Agar mendapat curahan rahmat dan ampunan.
Serta dapatkan surga sebagai ganjaran.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Minggu, 04 September 2011
284-2011. Musafir Kehidupan
284-2011. Musafir Kehidupan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tahun-tahun panjang telah hamba lalui.
Tangis dan tawa akrab dalam ramai dan sepi.
Duka dan bahagia menjadi permainan hari-hari.
Menunggu datang waktu nyawa di jasad berhenti.
Kematian yang ditakuti para pendurhaka pasti datang.
Tak peduli masanya tiba di hari pagi ataupun petang.
Mengejar para makhluk dimanapun bumi terbentang.
Tak dapat dihalangi dengan tentara ataupun pedang.
II
Terdengar kabar sahabt yang dipanggil lebih dahulu.
Berpindah ke negeri sepi diapit oleh nisan batu.
Berada disana menunggu datangakhir waktu.
Sebagaimana kelak tiap insan akan menuju.
Tinggallah semua kemegahan beserta harta.
Tinggal pula semua yang disayang dan dicinta.
Tinggallah ampunan dan kasih Ilahi yang dipinta.
Dengan pilihan akan berbahagia atau menderita.
III
Musafir, perjalanan waktumu kini telah senja.
Bersiap untuk pulang bagai anak rindukan bunda.
Rapihkan bekal untuk menghadap pada Sang Pencipta.
Menunggu datangnya pengadilan sebagai seorang hamba.
Betap sejarah telah beberkan banyak pelajaran berharga.
Tentang balasan para pencinta dan para pendurhaka.
Apakah memilih kenikmatan duniawi berujung murka.
Ataukah jalan para hamba yang berujung bahagia.
IV
Hidup, bukanlah mekanisme jasad organik semata.
Bukan pula keimanan yang hanya sebatas kata-kata.
Butuh pembuktian prilaku dan manifestasi yang nyata.
Agar kelak tiada sesal di saat bangkit di Padang nan rata.
Musafir, hidup ini adalah sebuah kefanaan dan kebinasaan.
Sekuat apapun jasad insani akan alami pembusukan.
Kembali menjadi tanah sebagaimana difirmankan.
Moga diberi kasih dan ampunan sesuai harapan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan
Oleh
Hamdi Akhsan
I
Tahun-tahun panjang telah hamba lalui.
Tangis dan tawa akrab dalam ramai dan sepi.
Duka dan bahagia menjadi permainan hari-hari.
Menunggu datang waktu nyawa di jasad berhenti.
Kematian yang ditakuti para pendurhaka pasti datang.
Tak peduli masanya tiba di hari pagi ataupun petang.
Mengejar para makhluk dimanapun bumi terbentang.
Tak dapat dihalangi dengan tentara ataupun pedang.
II
Terdengar kabar sahabt yang dipanggil lebih dahulu.
Berpindah ke negeri sepi diapit oleh nisan batu.
Berada disana menunggu datangakhir waktu.
Sebagaimana kelak tiap insan akan menuju.
Tinggallah semua kemegahan beserta harta.
Tinggal pula semua yang disayang dan dicinta.
Tinggallah ampunan dan kasih Ilahi yang dipinta.
Dengan pilihan akan berbahagia atau menderita.
III
Musafir, perjalanan waktumu kini telah senja.
Bersiap untuk pulang bagai anak rindukan bunda.
Rapihkan bekal untuk menghadap pada Sang Pencipta.
Menunggu datangnya pengadilan sebagai seorang hamba.
Betap sejarah telah beberkan banyak pelajaran berharga.
Tentang balasan para pencinta dan para pendurhaka.
Apakah memilih kenikmatan duniawi berujung murka.
Ataukah jalan para hamba yang berujung bahagia.
IV
Hidup, bukanlah mekanisme jasad organik semata.
Bukan pula keimanan yang hanya sebatas kata-kata.
Butuh pembuktian prilaku dan manifestasi yang nyata.
Agar kelak tiada sesal di saat bangkit di Padang nan rata.
Musafir, hidup ini adalah sebuah kefanaan dan kebinasaan.
Sekuat apapun jasad insani akan alami pembusukan.
Kembali menjadi tanah sebagaimana difirmankan.
Moga diberi kasih dan ampunan sesuai harapan.
Al Faqiir
Hamdi Akhsan